"Aku yakin bisa memenangkan peperangan ini Ayah...akan kugunakan seluruh tenaga dan pikiranku untuk memulai. Status pelajar yang aku miliki, akan membuka pintu kehancuran Raja" kekeh Heo Dipyo kehilangan kewarasannya.
"Jelaskan dulu ini darah milik siapa?!" bentak sang Ayah frustasi.
"Aku ingin menghabisi Hyun-Jae tapi Ha-Neul menghalangi dan membuatnya tertusuk pedang itu. A-aku menumpahkan darah kekasihku sendiri Ayah..." tangis Heo Dipyo antara marah sekaligus menyesal.
"Jadi kau menusuk Putri Ha-Neul? Kenapa kau datang kemari bodoh?! Mereka bisa menemukanmu di sini!!" maki si Ayah memukul tengkuk Putranya jengkel setengah mati.
Anak itu cerdas dalam bidang mata pelajaran apa pun tapi akan berubah jadi bodoh jika berhubungan dengan yang namanya seorang Gadis.
"Eun Deok!! Kemari kau!!" panggil sang Ayah pada budaknya.
"Ya Tuan"
"Kubur pedang itu, setelah kau sembunyikan Tuan Muda di gubuk yang terletak di bukit. Jangan pulang sampai tugasmu benar-banar selesai." perintahnya.
"Ayah jangan lakukan ini padaku. Bagaimana pun aku harus merebut kembali milikku!!" teriak Heo Dipyo mengetahui Eun Deok di bantu tiga budak lainnya menyeret sang Tuan Muda.
"Tidak biasanya Heo membuat keributan Suamiku, ada apa ini?"
"Jika tidak kita kendalikan mulai dari sekarang Putra kita akan menjadi pengkhianat besar. Sudah ku katakan berulang kali padamu jangan berlebihan memanjakan Anak itu" keluh si Suami hampir terkena serangan jantung.
"Memang dia melakukan kesalahan apa sampai kau kurung begitu? Tidak bisakah di bicarakan baik-baik?"
"Dia menusuk Putri Ha-Neul!! Karena keinginan memiliki Putri Ha-Neul tidak dapat terwujud, sekarang dia menusuknya!! Ini hasil didikanmu Oh Nari!!" marah sang Suami membanting apa pun dihadapannya.
"Satu lagi. Jangan katakan pada siapa pun, Putra kita pulang kemari. Jika kau masih menginginkan nyawa Putramu selamat" tegas si Suami.
Gugup dan ketakutan itulah yang dihadapi Suami dari Oh Nari karena ini kasus yang besar, menyangkut keluarga Kerajaan.
"Tuan Besar...Do Jin Ah, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda" kata seorang pelayan sambil menyerahkan surat penggeledahan Kerajaan.
"Katakan sebentar lagi aku akan menemui mereka" Do Jin Ah mencoba menyamarkan kegugupannya sambil menghela nafas dalam. Ia berjalan perlahan bersama sang Istri.
Dalam perjalanan menuju bukit, Eun Deok dan tiga budak lainnya, di hadang beberapa pasukan dengan pakaian serba hitam. Mereka terbunuh karena ditebas oleh para pasukan serba hitam tersebut. Heo Dipyo berjalan mundur, tapi tak bisa berkutik lagi ketika kawanan pasukan itu sudah melingkarinya, mengacungkan senjata mereka tepat di depannya. Heo keheranan ketika salah satu pasukan tersebut, justru menebas tali pengikat di kedua pergelangan tangannya dengan sebuah pedang.
Seseorang datang dari arah belakang sepertinya dialah pimpinan dari pasukan terbukti mereka semua memberi hormat pada orang tersebut.
"Perdana Menteri Kiri Kwon Jae He?!" Heo Dipyo terkejut bukan main.
Pria yang disebut-sebut itu tersenyum sinis pada Heo Dipyo.
"Sudah kukatakan berulang kali ikut lah menjadi Anak buahku. Kau akan sangat berguna untuk perkembangan kekuatan fraksi kiri. Tapi kau selalu menolak hanya karena seorang Gadis yang bahkan sebentar lagi akan dinikahkan oleh Tuan Muda Hyun-Jae"
"Apa maumu Paman?"
"Mauku? Pasti sejalan dengan keinginan hatimu Heo. Menguasai Tahta. Kau, akan kujadikan Raja dari Negeri ini tapi kau, harus tunduk pada kepentingan fraksi kiri. Kau tak perlu lagi berpikir dua kali...,"
"Bukankah sakit? Maksudku, rasa sakit hati ketika dikhianati itu." Tawaran ini membuat Heo menjadi goyah.
Dengan menurunkan Tahta Raja yang sekarang, artinya ada kesempatan besar merebut kembali Ha-Neul.
"Asalkan kau mampu membuat Ha-Neul menjadi milikku seutuhnya, akan kulakukan apa pun yang kau minta" kekeh Heo Dipyo mulai merancang aksi pemberontakan sesungguhnya.
Ayah...kau pikir aku tak memiliki kekuatan untuk memberontak bukan? Sekarang, aku akan tunjukkan seberapa besar kekuatan yang aku miliki...Heo Dipyo mulai bersumpah pada dirinya sendiri dalam benaknya. Akan menunjukkan kekuatannya, tanpa bantuan sang Ayah yang tidak mau mendukung Putranya sendiri.
Hari ke dua di Istana, setelah aksi penyerangan.
Ha-Neul meminta Dayang Gu Baek-Na mengantarnya berjalan-jalan di Taman. Ha-Neul mulai bosan karena harus terus tiduran miring. Kali ini..., ia ingin menghirup udara pagi.
Sebuah rangkaian bunga berwarna warni disodorkan seseorang tepat di depannya. Ha-Neul melirik lengan kokoh yang terulur dari arah belakang. Gadis itu berbalik, dan mendapati si tampan Hyun-Jae tersenyum indah.
Bahkan entah kenapa, Hyun-Jae kini terlalu berkilau baginya.
"Apa kau tidak menyukai bunga yang sengaja kupetik untukmu ini?" tanya Hyun-Jae heran karena Ha-Neul justru mundur dan menutup matanya seolah silau akan sesuatu.
"Dalam rangka apa Hyun-Jae ku ini memberiku satu buket bunga hmm??" tanya Ha-Neul setelah bisa beradaptasi dengan calon Suaminya yang berkilauan itu sambil merebut buket bunga yang hampir saja dibuang oleh Hyun-Jae.
"Tiga hari lagi aku akan menjadi Suamimu. Tentu saja akan lebih baik kalau berlatih mulai dari sekarang bukan?" goda Hyun-Jae membuat Ha-Neul tersipu.
Ha-Neul...beri aku petunjuk. Apa pilihanku dalam hidupmu sudah tepat? Bagaimana pun suatu hari nanti aku akan pergi dan kau yang akan menjalani kehidupan ini batin Hamari bimbang.
Kata-kata Raja dan Hyun-Jae kemarin mempengaruhi Hamari.
"Kau sedang memikirkan apa?" tanya Hyun-Jae penasaran.
Tapi pembicaraan mereka terhenti ketika beberapa Gadis Anak dari para Menteri datang berkunjung untuk menengok keadaan Putri Ha-Neul.
"Hormat kami Putri Ha-Neul, apa kabar Anda?" tanya salah satu dari ke tujuh Gadis cantik itu menghormat takzim.
"Aku mulai membaik terima kasih atas perhatian kalian semua" jawab Ha-Neul santun.
Ekor matanya terus mengawasi enam Gadis cantik yang sibuk menggiring Hyun-Jae menjauh dari dirinya.
"Berhubung kalian sudah datang, ayo kita minum teh bersama" ajak Ha-Neul semanis mungkin.
Tapi ucapannya malah di abaikan oleh ke tujuh Gadis itu. Mereka berebut mencari celah untuk berbicara pada Hyun-Jae dan ada juga yang berusaha untuk menyentuhnya dengan berbagai macam strategi.
Berhati-hatilah Tuan Putri. Akan ada banyak Gadis cantik di sana. Anda harus benar-benar menggenggam erat tangan Tuan Muda. Jika tidak, kadar ketampanannya bisa menimbulkan masalah untuk Anda. Tepatnya, untuk hati Anda suara Dayang Gu Baek-Na justru terngiang di telinga Ha-Neul sekarang.
Entah kenapa ada dorongan dari lubuk hati terdalam untuk mengenyahkan seluruh Gadis itu dari sisi Hyun-Jae. Sebegitu tak terimakah Ha-Neul? Ataukah...Hamari? Siapa sebenarnya yang condong hatinya pada Pria tampan bernama Hyun-Jae ini?
Ha-Neul, atau Hamari? Tidak ingin pusing siapa yang hatinya condong ke siapa? Yang jelas jantungnya mulai ingin meledak! Jika ini dibiarkan, Ha-Neul tak akan bisa tidur nyenyak malam nanti.
Ha-Neul mendekat lalu menggandeng tangan Hyun-Jae tentu saja dengan sedikit menggeser posisi berdiri para Gadis cantik itu.
"Hey, kalian benar-benar ingin menjengukku atau ingin mendekati Calon Suamiku?" teguran frontal Ha-Neul membuat Hyun-Jae tertawa senang.
Jangan tertawa atau pun tersenyum di depan Gadis mana pun bodoh!! Jangan sampai mereka jatuh hati padamu! protes kata hati Hamari.