Heo Dipyo mengangkat dagu sang Putri agar kedua mata Putri Ha-Neul Arang hanya tertuju padanya.
Deg
Deg
Deg
Ha-Neul merasakan debaran jantung yang berdentam dentum tak karuan.
"Bukankah aku sudah memohon maaf padamu? Apa kau sedang mencoba membalas perbuatanku, karena itu kau menerima rencana pernikahanmu dengan Hyun-Jae?" ratap Heo Dipyo merana.
"Aku telah melupakan keberadaanmu" jawab Ha-Neul jujur sekaligus tegas. Sorot mata berapi-api muncul di mata Heo Dipyo.
"Kau ingin lari dari ku. Lari dari kenyataan bahwa dari dulu kau mencintai Heo Dipyo. Hanya karena seorang Gadis yang di bayar Ayahandamu, kau secepat kilat ingin membuangku dari hidupmu." tuntut Pria tersebut merasa ini tidak adil baginya.
"Pergilah Heo, kita bisa dapat masalah jika terus berdua seperti ini" jawab Ha-Neul berusaha melepaskan diri tapi Laki-laki bersurai hitam itu justru semakin erat mencengkeramnya.
"Begini saja. Bibir bisa berkata bohong Ha-Neul bagaimana jika kau membuktikan kata-kataku, dengan satu cara? Jiwamu yang akan berteriak mengatakan kau, masih mencintaiku" tegas Heo Dipyo, mencengkeram tengkuk sang Putri, mendekatkan wajahnya ke wajah Ha-Neul hingga bibir keduanya pun semakin mendekat.
SriiiIIIIIing!!
Tiba-tiba sebuah benda tajam menempel tepat di leher Heo Dipyo.
"Siapa yang mengizinkanmu menyentuh milikku?!" seru seseorang membuat Heo gagal melakukannya.
"Dari awal Putri Ha-Neul adalah milik saya Tuan Muda" jawaban Heo Dipyo membuat ujung pedang Hyun-Jae sedikit menggoresnya hingga berdarah.
"Mari kita pastikan saja Putri memilih siapa diantara kita. Cepat lepaskan, agar Putri memilih tanpa tekanan siapa pun" kata Hyun-Jae memberi perintah.
Maka Heo Dipyo melepaskan cengkeramannya. Ha-Neul mundur menjauh baik dari Heo Dipyo mau pun Hyun-Jae.
Ha-Neul...kedua Laki-laki ini mencoba memastikan kedudukan mereka di hatimu. Tapi..., kenapa rasanya berbeda? Kenapa sangat berbeda? Hati Hamari merasakan sebuah kejanggalan. Tiba-tiba sekelebat bayangan muncul di kepala Hamari. Itu bukan ingatan Hamari tapi ingatan Ha-Neul.
"Berhenti memfitnah orang tuaku Heo Dipyo. Ini yang dipikirkan seorang Ha-Neul. Kau tidak benar mencintaiku tapi hanya terobsesi padaku. Kau!! Memaksakan kehendakmu, setiap keinginanmu, tapi selalu mengabaikan segala harapanku padamu. Hubungan kita sudah hancur bahkan sebelum Hyun-Jae masuk ke dalam hidupku!" teriak Ha-Neul histeris.
Hyun-Jae lengah sehingga Heo Dipyo sempat mengambil pedangnya, dari dalam sarung pedang yang melekat di pinggangnya. Ha-Neul terkejut melihat Heo Dipyo mengayunkan pedang ke arah leher Hyun-Jae.
Untungnya, refleks seorang Hyun-Jae di atas rata-rata sehingga ia bisa menggunakan pedang di tangannya sebagai pertahanan.
Traaang!!
Taang!!
Tang!!
Berulang kali terdengar suara pedang beradu. Heo Dipyo menggiring musuhnya menuju Ha-Neul. Ia langsung meraih pinggang sang Putri hingga membentur tubuhnya. Hyun-Jae naik pitam!! Ia berusaha membuat jarak antara Ha-Neul dan Heo Dipyo dengan membidik bahu Heo Dipyo yang menempel pada Ha-Neul.
Namun tipuannya di ketahui Heo terbukti ia tak bergeming sedikit pun. Ujung pedang Hyun-Jae terhenti tepat di atas bahu Heo Dipyo takut justru akan melukai Ha-Neul. Dengan tangkas Heo Dipyo membuat pedang ditangan Hyun-Jae terjatuh!!
Heo mencoba menghunuskan pedang ke perut Hyun-Jae tapi Ha-Neul menggigit tangan kiri Heo yang tak memberi kesempatan baginya kabur. Setelah terlepas, Ha-Neul berlari, memeluk Hyun-Jae.
Heks!!
A....gh...
Bola mata Hyun-Jae membulat mendapati Ha-Neul lah yang tertusuk pedang. Para Pengawal segera masuk ke kediaman Putri Ha-Neul tapi terlambat!! Heo Dipyo sudah kabur.
"Ha-Neul..." Hyun-Jae tak membiarkan Ha-Neul memejamkan mata. Ia menggendong Gadis itu, lalu mencari Tabib Istana.
Ya, rasanya...berbeda. Ketika bersama Chichi Keito, perasaan itu adalah...rasa hormat dan sayang pada seorang Chichi. Lalu perasaanku dengan Heo Dipyo..., bukan juga sebuah cinta.
Jantungku berdegup kencang karena rasa tak berdayaku, rasa takutku dan cemas berbaur menjadi satu. Aku baru menyadari hari ini...jantungku berdegup hanya untuknya. Batin Hamari hampir kehilangan kesadaran.
Tatapan intensnya hanya tertuju pada pemuda tampan yang sedang memperjuangkan hidupnya.
Untuk Hyun-Jae...jika aku bisa memilih...tetaplah bersamaku Hyun...Jae...tambah kata hati Hamari sebelum benar-benar kehilangan kesadaran sepenuhnya. Saat itu, Hyun-Jae terus berlari mencari Tabib Istana sambil menggendong pujaan hatinya.
Di alam bawah sadar.
Hamari berjalan di sebuah taman yang indah.
"Putri Ha-Neul...kenapa Anda di sini? Tempatmu bukanlah disini" suara seorang Wanita membuatnya menoleh ke samping.
"Aku tidak tahu kenapa berada di sini" jawab Hamari kaget.
"Anda adalah satu-satunya Putri dalam keluarga Anda. Jadi, siapa pun Suami Anda kelak, ia akan mewarisi Tahta. Mohon kebijakannya Putri, hanya boleh ada satu matahari di dalam hidup Calon Ratu Negeri ini" kata Wanita tersebut.
Perlahan, mata Hamari terbuka dan mendapati Hyun-Jae tertidur pulas dalam posisi duduk, disampingnya. Akhirnya ia sadarkan diri juga.
Putri, hanya boleh ada satu matahari di dalam hidup Calon Ratu Negeri ini.
Deg!!
Terus terngiang apa kata-kata Wanita dalam mimpinya. Hamari mendengar suara seseorang membuka pintunya, Gadis itu memejamkan mata kembali dalam sekejap. Seseorang mendekat, dan menepuk bahu Hyun-Jae.
"Bagaimana keadaan Putriku?" tanya sang Raja pada calon Menantunya itu setelah benar-benar membuka kedua matanya.
"Masih belum sadarkan diri. Tapi sebentar lagi Tabib akan memeriksa keadaan Putri kembali Yang Mulia" jawab Hyun-Jae tidak enak hati.
"Kau terlihat begitu resah ada masalah apa?"
"Yang Mulia pilihan Anda benar-benar membuahkan petaka bagi Putri Anda sendiri. Bagaimana jika suatu saat nanti muslihat yang menyeret hamba itu terkuak? Bagaimana sikap Putri terhadap hamba nantinya?" keluh Hyun-Jae yang selalu dihantui mimpi buruk setelah peristiwa percobaan pembunuhan.
"Ini bukan urusanmu Hyun-Jae. Sejak awal kau tidak terlibat jadi kenapa kau merasa ikut terlibat?"
"Tapi hamba masuk ke dalam lingkaran permainan Anda."
"Aku harap kita tidak perlu membahas hal ini lagi. Ini adalah rencanaku. Jadi ini adalah dosaku. Biar aku yang menanggungnya sendiri. Kau hanya perlu menjaga Putriku sebaik mungkin" tandas Raja, sambil berlalu begitu saja.
Kediaman Mantan Selir Raja.
Di Kediaman mantan Selir Raja, yang di cerai karena ketahuan memiliki hubungan gelap dengan saudagar kaya datanglah seorang Laki-laki muda, dengan emosi berkobar melempar pedang yang bersimbah darah, menjerit penuh kepedihan.
"Heo, kau... sekarang jelaskan padaku kenapa kau, memegang benda berlumuran darah seperti itu?!" tanya seorang Pria tergopoh-gopoh menatap penampilan Putranya yang terlihat kacau balau.
"Ayah..., Ha-Neul membenciku. Dia termakan oleh tipu daya Raja dan calon Suaminya itu. Bahkan tak satu pun yang aku katakan padanya dipercayainya. Aku...tidak bisa membiarkannya Ayah, dia harus tahu kenyataan sebenarnya. Jika tidak, bantu aku merebut Tahta agar aku mendapatkan Putri Ha-Neul dengan mudah"
"Kau mau melakukan pemberontakan? Hanya demi bisa memiliki Gadis yang bahkan tidak peduli padamu lagi?! Sekali kau bertindak, jika kau mengalami kekalahan seluruh keluargamu yang akan dihukum gantung!!"
"Pikirkan sebelum bertindak. Jika kau merasa tidak akan menang, lebih baik kau cari Gadis lain saja dan lupakan keinginanmu untuk memberontak" jawab si Saudagar menggelengkan kepala.
Bagaimana pun juga Raja telah berbaik hati pada Istri dan Putranya ini ketika dalam kandungan. Meski pun ketahuan telah memiliki hubungan dengan saudagar seperti dirinya, karena dalam keadaan berbadan dua, sang selir hanya dicopot kedudukannya sebagai Selir lalu diusir dari Istana.