Terdengar suara pintu digeser perlahan Natsuha mendongak, dan melihat seorang Tabib Istana, membawa sisir yang telah dibungkus sapu tangan.
"Bagaimana hasilnya?" Natsuha ingin segera mengetahui kebenaran.
ZruuuUUuush!!
ZruuuUUuush!!
Dua buah anak panah melesat!! Anak panah pertama, ditargetkan untuk menembus jantungTabib Istana dalam satu bidikan saja. Anak panah kedua, adalah anak panah berapi ditujukan pada ruang laboratorium Istana. Dalam sekejap mata, api melalap seluruh isi lab.
Orang-orang di dalam, berhamburan lari keluar sementara benda yang dapat menjadi bukti kejahatan seseorang itu jatuh dan terus tersepak oleh kaki-kaki yang berlarian karena panik. Begitu Tabib terbunuh, laboratorium Istana terbakar, Natsuha menatap nanar sang pelaku.
Seorang Ninja misterius berlari tunggang langgang begitu menyadari Natsuha, mengetahui keberadaannya. Natsuha mengejar dan mengejar hingga keluar dari Kerajaan tapi dari arah lain, meluncurlah anak panah lain yang nyaris saja melubangi tenggorokannya. Natsuha hanya sanggup berteriak geram kala sang Ninja tak nampak lagi di depan mata.
"Siapa pun kau, suatu saat nanti akan aku tangkap!!" teriak Natsuha seolah orang yang dituju ada dihadapannya.
"Tuan Natsuha?" seseorang memanggil Natsuha dari belakang. Pria itu menoleh dan menatap bingung pada Gadis dihadapannya.
"Ada kepentingan apa Anda selarut ini berlarian sampai di depan kediaman saya?" tanya Gadis tersebut.
Natsuha melirik rumah siapa, yang ada tepat dibelakangnya tadi? Ah, rumah seorang Menteri Kedutaan Asing Yoshio. Bukankah Yoshio memiliki seorang Putri? Apakah dia Putri dari....Yoshio?
"Tuan Natsuha, apa yang Anda lamunkan?" pertanyaan lain meluncur bebas dari bibir Gadis dihadapannya.
"Ya? Ah, aku sedang mengejar seorang penjahat yang lari ke arah sini tadi. Saya harus kembali. Permisi" jawab Natsuha buru-buru sebelum dia membuat kesalahan.
"Tuan Natsuha!! Mohon tunggu sebentar!!" panggil Gadis itu pantang menyerah.
"Apa Nona tidak mendengar apa yang sedang saya katakan baru saja? Saya...mengejar....penjahat....yang lari....ke arah....sini..." Natsuha mengulang dengan sangat serius tapi sang Gadis justru sibuk mengamati tiap ekspresi wajah lawan bicaranya.
"Nona. Itu artinya Anda harus segera masuk ke dalam rumah karena suasana di sini sedang tidak aman"
"Sekarang, sudah aman. Ada Tuan bersama saya bukan?" sahut Gadis itu sambil menaikkan kedua alisnya menatap penuh arti.
"Apa aku mengajarimu bersikap tidak sopan pada Laki-Laki, Mulan? Tundukkan pandanganmu!!" perintah Menteri Yoshio yang berjalan menghampiri Natsuha dan Puterinya.
"Maafkan kelancangan Putri saya Perdana Menteri Natsuha" sapa Yoshio memberi penghormatan. Natsuha hanya tersenyum berpikir untuk...sedikit berbasa-basi lalu berpamitan.
"Ah, bukankah kebetulan ini perlu kita rayakan? Anda belum pernah sekali pun mampir ke rumah saya. Bagaimana jika malam ini kita minum barang sebentar Tuan Natsuha?" sambutan berikutnya membuat Natsuha tidak enak hati untuk menolak kebaikan sang Menteri.
"Sebenarnya saya dalam misi mencari seorang penjahat. Jadi mohon maaf Tuan Yoshio. Bisakah kita tunda dulu acara minum bersama ini?" jawab Natsuha menolak secara halus.
"Bukankah Istana punya banyak Prajurit? Pasti Panglima juga sedang mengejarnya jadi tidak akan ada masalah jika Anda tidak mencarinya barang sebentar saja" sela Mulan dengan ekspresi kecewa.
"Lebih banyak yang mencari akan lebih cepat untuk meringkusnya. Mohon maaf sekali lagi, selamat malam" tandas Natsuha setegas mungkin, memberi penghormatan lalu kabur.
Kembali ke dalam Istana.
Natsuha kembali ke Istana, melihat bangunan yang tadinya sebuah laboratorium kini tinggal menyisakan puing-puing. Ia teringat akan sisir milik Ratu. Natsuha menyisir jalan setapak demi setapak berharap sisir tersebut masih bisa ditemukan.
"Ada sesuatu yang Anda cari Perdana Menteri?" tanya Panglima memperhatikan gerak-gerik sang Menteri kesayangan Raja. Natsuha mendongak, lalu membersihkan kedua tangannya yang kotor akan tanah.
"Apa kau menemukan pelakunya? Dia sengaja membakar tempat ini untuk menghilangkan bukti percobaan pembunuhan Ratu" desis Natsuha geram.
"Saya justru jadi berpikir jangan-jangan Andalah pelakunya. Apa yang Anda lakukan disini, selarut malam ini? Jika Anda memang berniat mencari barang bukti, seharusnya sudah dilakukan di waktu itu juga"
"Masalahnya dimana Anda waktu kebakaran itu terjadi? Kenapa baru muncul justru di saat tidak banyak orang berlalu lalang disini? Jika Anda menjadi saya Perdana Menteri...Natsuha, apa yang Anda pikirkan terhadap orang, dihadapan Anda saat ini juga?" tegas si Panglima menekan.
"Kenapa kalian justru berdebat? Ku dengar Natsuha memberi pengawasan langsung jalannya penyelidikan pada sisir Ratuku, sebelum kebakaran terjadi. Lalu kemana kau, saat itu? Apa aku juga harus mempertanyakanmu?"
"Seperti aku tahu kau memiliki kesibukan yang beralasan kuat sehingga kau, tidak berada di tempat ini saat kebakaran terjadi, seperti itu pula Natsuha beralasan kuat untuk tidak berada di sini waktu itu" kata Raja Keito memotong pembicaraan antara Natsuha dan Panglimanya.
Panglima itu menghormat lalu memohon diri setelah melihat Natsuha dan Raja saling menatap seolah ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan.
"Aku kehilangan jejak bedebah itu" geram Natsuha palsu memberitahukan kegagalannya pada Keito palsu.
"Tanpa bukti itu pun hamba sanggup untuk mengetahui siapa pelakunya. Tidak ada orang yang membenci Ratu Eun Sha sebesar kebencian Kimiko" kalimat Keito palsu membuat Natsuha palsu semakin meradang.
"Aku tahu itu. Tapi tidak ada bukti untuk menjatuhkan hukuman kepadanya saat ini. Aku membutuhkan bukti jika ingin berlaku sebagai Raja" tegas Natsuha palsu menatap langit yang kelam.
"Pasti ada Jalan Yang Mulia. Akan ada saatnya ulah Kimiko harus diakhiri selamanya" bisik Keito palsu menyisakan tanda tanya besar.
"Anda tidak ingin menemui Ratu? Beliau sudah beberapa jam lamanya tidak sadarkan diri. Mungkin jika beliau mendengar suara Anda, Ratu mau membuka kedua matanya" tambah Keito palsu.
Kediaman Ratu Eun Sha.
Di Kediaman Ratu, Natsuha dan Raja Keito terperanjat melihat Kimiko menghampiri peraduan sang Ratu yang masih belum sadarkan diri, dengan mengangkat sebuah pisau belati tinggi-tinggi. Tanpa kata Raja Keito segera berlari menghampiri Kimiko.
"Kimiko!!" teriakan Natsuha justru membuat sang Selir kaget apa lagi, entah sejak kapan ada seseorang berdiri sangat dekat dengannya.
Raja Keito berhasil memelintir tangan Kimiko yang memegang belati sementara Natsuha berlari menghampiri akan berusaha membuat Kimiko tak dapat berkutik lagi.
Jleeeeb!!
Aaaaaaargh!!
Kimiko sepenuh tenaga melawan Keito dengan tangan yang lain lalu tanpa sengaja, menusuk perut sang Raja dengan tangan satunya lagi.
"Ya...Yang Mulia..." lirih Kimiko wajahnya memucat, air matanya menitik deras.
Raja Keito menahan sakit menatap nanar sang Selir, lalu menatap bingung pada Natsuha. Kala penusukan itu terjadi, bulan purnama sedang bertengger di langit dengan indahnya.
"Pengawal!! Tangkap pemberontak itu!!" teriak Natsuha ketika para Pengawal Istana berdatangan.
Natsuha berusaha keras menahan rasa sesak di dalam dadanya. Ia meraba dadanya sambil menatap sang Raja Keito yang di waktu bersamaan dengannya, ambruk di atas lantai.
Brugh!!
Mereka berdua, Keito dan Natsuha saling menatap tanpa kata dikala keduanya sama-sama sedang mengalami sekarat.
"Natsuha!!" Keito palsu yang terluka karena sebuah belati di perutnya, sempat mendengar Kimiko meneriakkan namanya. Perlahan Keito dan Natsuha kehilangan kesadaran.
Hari kedua setelah insiden percobaan pembunuhan.
Masih di kediaman Ratu...., akhirnya sang Ratu terbangun ia keheranan mendapati Dayangnya Hikari terisak-isak meratapi sesuatu.
"Hikari..."
"Ratu...kenapa Anda begitu lama tak sadarkan diri?" rengek Hikari, malah semakin keras menangis.
"Aku sudah tidak apa-apa kenapa kau menangisiku seolah aku akan mati?" keluh Eun Sha lemah.
"Begitu banyak hal terjadi saat Anda tidak sadarkan diri. Tahukah Anda, Yang Mulia..." belum selesai Hikari berkata, Dayang yang lain menepuk bahu Hikari.
"Ratu baru saja siuman. Jangan membuat beliau berpikir terlalu berat dulu" bisik Dayang itu pada Hikari. Sang Dayang hanya berani menunduk dan menelan ludah.
"Apa? Kejadian apa itu yang membuat Hikari seheboh tadi? Aku berhak untuk tahu. Hikari katakan apa saja yang terjadi selama aku tidak sadarkan diri?" potong Eun Sha sambil menggenggam tangan Hikari. Sang Dayang tetap menunduk tanpa suara.
"Kau..., sudah ku anggap sebagai saudari perempuanku. Apa hal seperti ini yang dilakukan saudari pada saudari yang lainnya? Kumohon katakanlah" kini Eun Shan menggenggam kedua tangan Hikari.
"Ya-Yang Mulia Raja..., ditusuk oleh Selir Kimiko"
"Kimiko? Kei...bagaimana Keito? Bagaimana keadaannya? KATAKAN PADAKU!!" teriak Eun Sha diserang panik luar biasa.
"Ratu....Anda harus beristirahat lebih lama" para Dayang berusaha menahan tapi tekad Ratunya tak dapat mereka lawan.
Ratu berlari ke kediaman Raja Keito tapi beliau tak ada disana. Ia berlarian mencari Natsuha, karena dipikirannya Keito sangatlah dekat dengan Natsuha tapi Pria bernama Natsuha juga menghilang dari kediamannya.
Sang Ratu ambruk ke lantai, merasakan tubuhnya terlalu lemas untuk kembali berjalan.
"Ratu..., Istirahatlah barang sebentar saja" panik Hikari. Gadis itu merasa sangat bersalah karena ucapannya, sekarang Ratu Eun Sha kondisinya justru semakin memburuk.
"Kumohon katakan dimana Kei...., katakan!!" Eun Sha terus menerus mencari keberadaan Suaminya.
"Tenanglah Ratu. Hamba mohon tenangkan hati Anda dulu" Tabib Istana datang mencoba menenangkan dan memeriksa keadaan Ratu setelah belum lama ini sadarkan diri.
"Raja dan Perdana Menteri Natsuha berada dalam perawatan hamba. Setelah kesehatan Anda membaik, silakan mengunjungi Paduka Raja" tambah sang Tabib Istana.
"Tabib!! Tabib Ghotaro!! Kumohon dimana Anda berada?!" teriak seorang Wanita. Sang Tabib langsung keluar dari kediaman Perdana Menteri Natsuha.
"Ada apa kau membuat keributan seperti ini?" Tabib menegur Wanita tersebut.
"Perdana Menteri Natsuha mulai kritis Lakukanlah sesuatu padanya. Aku mohon...tidak boleh terjadi apa pun pada Menteri yang baik sepertinya" Wanita itu menangis tanpa henti-hentinya.
"Antarkan aku menemui Raja dan Menterinya itu" kata Eun Sha penuh wibawa, dibantu Hikari berjalan Menghampiri Tabib Ghotaro.
Balai Pengobatan Istana.
Di Ruang Medis Kerajaan, akhirnya Raja Keito membuka mata. Ia mendesis lirih, merasakan sakit di bagian perutnya. Tunggu. Sakit di bagian perut? Sang Raja menoleh ke kiri lalu ke kanan.
"Natsuha?! Jika..., dia Natsuha, artinya aku sudah kembali pada tubuh asliku?" bisik Raja Keito pada dirinya sendiri sambil menepuk kedua pipinya bahagia.
Bukankah artinya, dia bisa kembali bersama Eun Sha seperti dulu? Tapi..., kenapa Raja merasa ada yang terlewatkan olehnya. Kembali ia menoleh menatap dengan seksama tubuh Natsuha yang terbujur lemah tak sadarkan diri.
"Kenapa dia juga terbaring di sini? Sementara aku yang tertusuk. Maksudku, tubuhkulah yang ditusuk Kimiko bukan dia." Gumam Raja Keito keheranan.
Beberapa saat kemudian ia menepuk keningnya sendiri lalu meringis karena merasa nyeri di bagian perutnya meski pun tubuhnya terguncang sedikit saja. Ya..., Raja ingat kejadian semalam sebelum jatuh pingsan. Dadanya terasa sakit, nyeri bahkan terasa ada tekanan yang sangat kuat di bagian jantungnya ketika ia masih terperangkap dalam tubuh Natsuha.
"Hey, Natsuha!! Bangun!! Beraninya kau, tidur nyenyak setelah membuat tubuh berhargaku ini ditusuk?! Jangan lari seperti pengecut, bangun dan terima hukuman dariku!!" seru Sang Raja merasa Perdana Menterinya hanya pingsan biasa.
Raja pun akhirnya turun dari peraduannya, tertatih mendekati sang Perdana Menteri yang terlihat kian memucat.
"Apa yang terjadi padamu? Hey, Natsuha bangun jangan menakutiku" kata Raja mulai panik.
Mata sang Raja mulai berkaca-kaca. Natsuha sudah seperti..., sahabat sekaligus Adik Laki-lakinya. Dan sekarang? Raja melihat Natsuha terbaring dengan wajah kian memucat. Bibirnya mulai membiru. Diberanikan dirinya menyentuh nadi di bagian leher Natsuha.
Raja jatuh terjerembap ke atas lantai menatap syok Natsuha yang denyut nadinya tak terasa lagi.
"Yang Mulia?!" pekik para Perawat sekaligus Ratu Eun Sha bersamaan.
Keito menatap Eun Sha linglung tapi matanya berbinar ketika melihat Tabib datang bersama sang Ratu.
"Pastikan Natsuha selamat. Bagaimana pun caranya. Kenapa kau diam saja Tabib?!" bentak Keito.
Sang Tabib tergopoh-gopoh menghampiri Natsuha. Sang Tabib ikut memucat. Di periksanya denyut nadi Natsuha di bagian pergelangan tangannya. Tabib menekan sekuat mungkin dada Natsuha berulang kali. Sampai peluh mengucur deras dari keningnya.
"Natsuha....tolong kembalilah. Aku mohon" rintih Eun Shan sambil memeluk Raja Keito yang sedang kalut.
Bahkan tubuh Raja kini gemetaran...suhu tubuhnya sangat tinggi.
"Yang Mulia...Tabib sedang memberi pertolongan pada Natsuha. Sebaiknya Anda menunggu sambil tiduran di peraduan Anda. Hamba mohon jangan membuat hamba cemas..." permintaan Eun Sha tidak mungkin Raja tolak mengingat Eun Sha baru saja siuman.
"Diam disini bersamaku." Kata Raja setelah Eun Sha berhasil membujuknya tiduran di peraduannya sambil mengawasi terus perkembangan Natsuha.
Haaaaagh!!
Tubuh Natsuha mulai menunjukkan reaksi. Dengan cepat Pria itu menghirup udara setelah beberapa menit yang lalu sempat berhenti bernafas.
"Awasi terus, sampai beliau sadar sepenuhnya" kata Tabib pada para Dayang Perawat.
" Berikan ramuan herbal sesuai petunjukku. Jika dalam lima menit tak ada perubahan tambahkan dosisnya" perintah sang Tabib sambil menghapus peluhnya. Tabib Ghotaro berjalan mendekati sang Raja.
"Untuk saat ini, Menteri Natsuha belum lepas dari masa kritisnya. Tapi hamba akan berusaha menyelamatkan beliau" kata si Tabib sambil memeriksa jahitan di perut Raja Keito.
"Ratu, hamba mohon keluar sebentar. Jahitan Yang Mulia terbuka kembali itu sebabnya, beliau mengalami demam tinggi" perintah Tabib, sehalus mungkin.
"Mari Ratu, kita doakan keselamatan bagi mereka berdua di kuil. Sambil menunggu perkembangan Yang Mulia dan Perdana Menteri" bisik Dayang Hikari.
Dari pada diam menunggu dan semakin panik dari waktu ke waktu, Hikari memikirkan mengirim Ratunya ke Kuil untuk berdoa. Sesampainya di Kuil, Eun Sha meminta para Dayang membiarkannya di dalam untuk berdoa. Ratu berdoa dan berdoa dengan beruraian air mata. Bahkan makan siang pun ia abaikan padahal ini waktunya ia meminum obat.
"Yang Mulia. Berdoa itu adalah obat penawar hati yang resah. Tapi jangan lupakan tubuh Anda membutuhkan kekuatan untuk bisa terus mendampingi Yang Mulia Raja. Bagaimana Anda dapat mendampingi Raja, jika nanti Anda sendirilah yang jatuh sakit? Makanlah beberapa suap saja" suara Sizuka terdengar dari belakang Eun Sha.
Jin bernama Sizuka itu, melirik ke sepiring makanan yang tak tersentuh sedikit pun lalu menyodorkan piring itu pada Eun Sha.
"Aku tidak lapar Sizuka"
"Anda sungguh tidak mau makan, meski satu suap saja, itu pun demi Yang Mulia Raja?" tanya Sizuka kali ini ia menyodorkan sesendok makanan ke arah mulut Ratu. Sang Ratu membuka mulutnya, dan memakan sesuap.
"Yang ini, agar Anda kuat mendampingi Yang Mulia" rayu Sizuka menyodorkan suapan ke dua.
"Keterlaluan. Kau pikir, kau sedang mengasuh anak umur enam tahun yang mogok makan, Sizuka?" kekeh Eun Sha setelah menelan suapan yang kedua.