Chereads / Love Rain / Chapter 25 - Semangat Baru di Jakarta

Chapter 25 - Semangat Baru di Jakarta

Hari senin siang ini, gue akan kembali ke Jakarta. Walau pak Rico memberikan ijin sampai hari selasa, tapi gue ingin senin malam ini sudah sampai di Jakarta, sehingga hari selasanya gue bisa rehat sejenak di apartemen.

Nenek, om Anggada, tante Anila dan Wisnu mengantar kepergian gue sampai ke stasiun Tawang Semarang. Nenek selalu berpesan supaya gue selalu berkirim pesan setiap hari dengan beliau, bahkan nenek menyarankan untuk mengirim Wisnu menemani gue di Jakarta.

Dan untuk saran nenek yang ini, sudah pasti gue tolak secara halus. Om Anggada juga menyuruh om Rama untuk sekali-kali berkunjung ke apartemen untuk mengecek kondisi gue. Gue tahu mereka semua khawatir tentang kelanjutan hidup gue, tapi entah kenapa gue malah semakin merasa sedih jika diperlakukan seperti ini.

Papa mama, Ara pasti mampu kan?

***

Jakarta, 21.00 wib

Seorang pemuda mengenakan celana pendek dan kaos putih mondar mandir di depan pintu apartemen 11d sambil mata selalu menatap arah pintu lift. Sudah dua malam ini dia melakukan hal tersebut, minggu malam dia melakukannya sampai tengah malam, dan berlanjut di senin malam ini.

Dia sengaja melakukan hal tersebut karna dia tak pernah mendapat telfon atau pun chat dari seseorang yang sabtu malam lalu ia antar ke stasiun Pasar Senen untuk berkunjung ke rumah neneknya.

Beberapa saat kemudian.

Tingg, bunyi pintu lift terbuka

Pandangan si pemuda langsung fokus kearah lift dan menantikan siapa yang keluar dari balik belokan tersebut. Dan yaa, seseorang yang dia tunggu akhirnya datang juga.

"Kak?" panggil si pemuda dengan suara yang cukup keras di lorong apartemen.

"Sammy?" ucap si gadis dengan ekspresi kaget.

"Kenapa gak telfon aku buat minta jemput?"

"Gue takut kalau lu lagi ada kegiatan, Sam."

"Kan aku udah bilang buat telfon aku kalau kakak butuh bantuan."

"Iya, gue tahu kok. Yang penting gue udah di sini kan sekarang?"

"Iya sih. Sini aku bawain kopernya kak?"

"Thank you Sam. O iya, lu ngapain ada di luar?"

"Aku kan dari tadi nungguin kak Ara."

"Seriusan?"

"Iya kak."

"Yaudah, yuk masuk! Gue bawa oleh-oleh buat lu."

"Asik, ternyata aku gak sia-sia nungguin kak Ara." ucapnya sumringah.

Lalu Sammy mengekori langkah kaki Ara untuk memasuki unit apartemen 11c, yaitu tempat tinggal Ara.

"Duduk dulu Sam! Lu mau minum apa?"

"Hot choco buatan kak Ara aja."

"Okey, bentar ya!"

Ara memasuki ruang ganti dan melepas semua yang bertengger di tubuhnya selain baju dan celana pastinya. Ara melangkahkan kaki menuju dapur dan membuatkan dua gelas hot choco untuk dirinya sendiri dan Sammy.

"Diminum dulu Sam!"

"Iya kak. O iya, gimana di kampung? Sepertinya asik banget sampai gak sempet chat ataupun telfon aku." ucap Sammy sedikit cemburut.

"Hahaha, bisa aja lu Sam. Di kampung masih selalu bikin badan gue bentol-bentol Sam, udara di sana masih belum bisa bersahabat dengan tubuh gue."

"Hmmm gitu. Kabar nenek dan keluarga om Anggada gimana kak?

"Lu kenal mereka?"

"Iya dong," ucapnya sambil terdiam seperti terlintas sesuatu.

"Sam? Ada something yang elu sembunyiin dari gue ya?"

"Eh, enggak kok kak."

"Bohong?" ucap Ara sedikit marah.

"Kak?"

"Ada rahasia apalagi Sam yang lu ketahui tentang gue?"

"Aku bakal cerita kak, tapi ijinin aku minum dulu ya? Udah lama aku gak minum hot choco buatan kakak soalnya" ucapnya sambil tersenyum.

"Janji ya cerita?"

"Janji kak."

"Yaudah, silahkan diminum kalau gitu." ucap Ara melunak.

"Thanks kak."

"Oleh-oleh aku mana kak?"

"Bentar ya!" ucap Ara sambil melangkah menuju dapur mengambil sesuatu.

"Nih," ucap Ara memberikan sebuah bingkisan ke Sammy.

"Apa ini kak?"

"Itu Wingko Sam. Tahu gak?"

"Aku baru liat kak, enak gak?"

"Enak dong, ini oleh-oleh khas Semarang lho."

"Wah, jadi gak sabar pengen ngebuka buat makan."

"Dibuka di rumah aja! Kalau lu buka di sini, jadi bukan oleh-oleh dong."

"Iya ya."

Tring, bunyi dering ponsel

"Bentar ya Sam!" ucap Ara, yang akan menjawab panggilan telfon, di ponselnya.

"Iya kak."

"Halo Wit."

"Udah kok, gue udah sampe rumah. Lu udah di basement?"

"Yaudah tunggu bentar ya, gue bentar lagi turun kok."

"Okey."

"Bye Wit."

Setelah sambungan telfon terputus, Ara menghampiri Sammy di sofa ruang tamu.

"Sam?"

"Iya kak."

"Gua harus keluar nih, udah ditungguin Dewita di basement."

"Oh, oke deh kak."

"Jangan lupa ya!"

"Apaan kak?"

"Janji buat cerita yang tadi."

"Oke kak. Kalau kakak udah ada waktu, aku bakal ceritain semuanya kok. Yaudah aku balik sekarang ya kak?"

"Oke Sam, sorry ya?"

"Gak papa kak, thanks ya oleh-olehnya."

"Sama-sama Sam."

Sammy pun akhinya pulang menuju apartemenya, dan Ara bersiap turun ke basement menemui Dewita. Tak lupa Ara membawa satu bingkisan seperti yang Ara berikan ke Sammy tadi.

***

Ara POV.

Apalagi yang Sammy tahu tentang hidup gue, ya?

Itulah pertanyaan yang terlintas saat Sammy mengatakan bahwa dia mengenal nenek dan keluarga om Anggada.

Kenapa gue gak pernah menemukan nama Sammy dalam buku catatan gue?

Tapi dia bisa tahu lebih banyak diri gue?

Apa pak dokter menceritakan semua hal termasuk keluarga gue ke Sammy?

Rasanya tak mungkin, tapi kenyataannya memungkinkan gue untuk berfikiran seperti itu terhadap pak dokter. Memang benar gue menjadi salah satu pasien langka yang ditangani oleh pak dokter.

Tapi seharusnya beliau mampu menyimpan data pribadi pasiennya dong?

Tidak asal membuka dan menceritakannya ke orang lain, sekalipun itu keluarga pak dokter sendiri.

Perjalanan menuju basement untuk menemui Dewita serasa lama, karna tanpa sadar gue belum menekan tombol turun. Dan berakhirlah gue mengikuti lift yang bergerak naik. Pasti ada penghuni apartemen lantai atas yang menekan pintu lift.

"Wit, sorry. Kelupaan mencet tombol lift, jadi ngikut naik gue."

"Pantesan, untung gue masih setia nunggu lu di sini."

"Hehehe, maaf yaa. Kenapa gak naik aja sih ke apartemen gue?"

"Gue mau ketemu sama Dito, Ra."

"Seriusan? Dalam rangka apa?"

"Entah, dia cuman pengen ngobrol aja sih."

"Terus maksud lu ke sini apa dong?"

"Mau minta pendapat lu tentang pakaian gue." ucapnya sambil nyengir.

"Ya Allah Wit, gue kirain ada apaan coba."

"Terus gimana? Gue cocok gak pake baju ini."

"Hmmm bentar!"

"Cepetan Ra." ucapnya tidak sabar menanti jawaban.

"Elu, cantik banget Wit."

"Beneran?"

"Iya, 100% bener."

"Thanks Ra, gue langsung jalan ya?"

"Bentar-bentar!"

"Ada apa Ra?"

"Ini oleh-oleh buat lu."

"Buat gue? Makasih Ra."

"Iya, sama-sama Wit. Yaudah sana jalan! Jangan pulang malem-malem, sekalian aja pagi." ucap gue sambil tertawa.

"Huhh dasar. Yaudah gue jalan Ra, bye."

"Bye Wit, tiati ya!"

"Okey Ra."

Dewita menghilang bersamaan dengan mobil merah menyalanya yang selalu dia pakai setiap hari. Bergegas gue menuju lift untuk kembali ke apartemen, dan mengistirahat diri. Sebenarnya ingin mendengar cerita Sammy, tapi ini sudah terlalu malam.

"Besok ajalah dengerin cerita Sammy, toh dia masih tinggal di sebelah gue." ucap gue.

O iya. Tadi, lift naik menuju lantai teratas, tapi kenapa tak ada orang yang masuk setelah itu.

Apa karna sudah terdahului dengan lift lainnya, jadi si penekan tombol lift menaiki lift yang lain?

Bodo amat dah, toh gue juga suka seperti itu. Menekan banyak lift dan akan memasuki lift yang pertama datang.

Tapi di lantai atas tipe apa ya apartemennya?

Terlihat lebih mewah sepertinya?

Interior di lorong tersebut beda sekali dengan interior lantai apartemen gue, di sana benar-benar terkesan mewah.

Interior apartemennya seperti apa ya, jadi penasaran gue?