Acara casting sebuah film layar lebar sedang mencari pemeran utama wanita yang berparas Asia. Proyek film ini sebenarnya sangat high budget. Jadi produser film dan sutradara film mencari aktris-aktris profesional dan aktris pendatang baru yang mempunyai kemampuan akting yang bagus.
Adalah Kyle Marry Tracya, sutradara wanita kelahiran California yang menjadi salah satu penanggung jawab dari film itu untuk mencari para cast filmnya. Proyek film ini sebenarnya sudah ada lima tahun yang lalu, tapi berhubung sutradara pertama yang ditunjuk memiliki catatan skandal buruk, jadi proyek film itu ditunda. Apa sudah tertebak siapa sutradara yang dimaksud. Benar, Aksa Mahesa adalah sutradara pertama yang akan diajak untuk menggarap film ini. Berhubung produser film menundanya beberapa tahun. Dan pada akhirnya proyek film itu dia berikan pada Kyle yang notabene adalah mantan kekasih Aksa Mahesa.
Saat Kyle mengadakan casting untuk pemeran utama wanita dan dia tidak mengira kalau ada Hana yang ikut casting.
"What's your name?" tanya Edward Produser yang ikut juga meng-casting.
"Hana Kaniana. You can call me Hana aniway."
Jawaban Hana yang nampak lugas cukup membuat perhatian semuanya. Bahkan Kyle untuk pertama kalinya bertatap muka dengan Hana cukup terkejut dengan kehadiran Hana di acara casting.
"Where are you from?" masih tanya Edward.
"Los Angeles".
"I know who you are," sahut Kyle.
Hana hanya tersenyum tipis menanggapi. Kyle sudah pasti tahu siapa dirinya.
"Who's she?" tanya Edward menoleh ke arah Kyle yang sekarang malah sangat tertarik dengan kehadiran Hana.
"Show us what you had !" Kyle menantang Hana untuk menunjukkan kemampuannya berakting.
"Aku akan berakting di naskah chapter 6 dimana Vivian Lien berdialog dengan Zao Chen."
Kyle mengernyitkan dahi. Karena scene itu lumayan rumit. Bukan hanya emosi pemeran yang harus total. Dialog di scene itu pemeran wanita harus bisa menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin. Kyle tidak yakin kalau Hana akan bisa memerankan adegan itu.
"Apa kau lancar berbahasa Mandarin?" tanya Edward
"Ya."
"Kau berasal dari China, Hongkong ....?"
"Saya berasal dari Indonesia."
"Wah, hem begitu rupanya. Kamu ini mengingatkan aku pada seseorang yang juga berasal dari sana," ujar Edward.
"Siapa?"
"Dia seorang sutradara. Aksa Mahesa."
Deg.
Jantung Hana nampak berdegup kencang saat Edward menyebut nama itu. Hana juga melihat wajah Kyle yang sepertinya tidak bisa Hana pahami.
"Ya sudah lupakan. Kau siap casting?"
"Ya, tentu saja."
Hana kemudian siap-siap di setting tempat yang sudah disiapkan panitia. Perhatian Kyle, Edward dan panitia kru lainnya tertuju ke arah Hana. Kemudian Kyle memberi aba-aba sebagai sutradara. Dan Hana pun kemudian menampilkan kemampuan aktingnya sebaik mungkin.
Semua terpana dengan totalitas Hana yang seperti seorang aktris yang sudah berpengalaman. Ditambah kemampuan berbahasa Hana baik aksen dan dialognya terasa pas. Belum lagi emosi yang ditunjukan sangatlah natural.
Semua yang ada di sana bertepuk tangan saat Hana menyelesaikan aktingnya. Wajah Hana nampak lepas tenang setelah menyelesaikan percobaan aktingnya di depan semua.
Wajah Kyle sedikit menunjukkan rasa takjubnya. Tapi dia tidak ikut bertepuk tangan.
"Okey, penampilanmu cukup bagus, sepertinya peran ini memang cocok untukmu, bukankah begitu Ed?" tanya Kyle menoleh ke arah Edward yang dari tadi belum berkedip melihat Hana.
"Eh, ya-ya, i think so."
Kyle kemudian tersenyum. Setelah itu dia mempersilahkan Hana untuk datang kembali besok dengan pemeran-pemeran lainnya untuk pembacaan naskah.
"Terimakasih, Terimakasih." Hana nampak senang dan bersemangat. Dia tidak menyangka kalau dia akan bermain film layar lebar.
Hana kemudian langsung menyerbu dan memeluk Intan yang setia menunggunya di ruang tunggu.
"Terimakasih Kak, berkat Kakak aku lolos." Hana memeluk erat Intan. Dengan suara yang biasa Intan hanya menjawab.
"Itu berkat kerja kerasmu selama ini."
"Ya tentu saja, andai saja waktu itu Kakak tidak ikut menyarankanku kursus bahasa Mandarin, tidak mungkin aku mendapatkan peran ini."
Intan hanya tersenyum datar. Dia tampak bahagia namun karena ekspresi wajahnya yang terlalu datar, pancaran kebahagiaannya pun tidak nampak. Hana yang sudah terbiasa dengan ekspresi wajah Intan yang dingin dan datar itu.
***
Ibu Rika mendengar kabar Hana yang akan bermain film dari laporan rutin Intan padanya. Dan ibu Rika pun cukup puas atas pencapaiannya itu. Dan Bu Rika merasa tidak sia-sia membantunya sampai saat ini.
"Bu, apakah tugas saya selesai di sini?" tanya Intan. Perjanjiannya dengan Ibu Rika memang dia harus menemani Hana sampai dia benar-benar terjun ke dunia film.
Ibu Rika termenung. Karena dia masih menginginkan Intan untuk terus bersama Hana dan membantunya.
"Bu, kenapa tidak menjawab?" tanya Intan.
"Eh maaf. Tapi apa memang kau ingin segera pulang ke Indonesia?" tanya Ibu Rika.
"Tidak juga Bu, tapi seperti di surat kontrak aku hanya menemani dan membantu Hana sampai dia sudah menjadi aktris."
"Bisakah kau terus di sampingnya. Atau kau jadi Managernya saja?" tanya Ibu Rika.
"Oke. Deal."
Ibu Rika terkejut tak menyangka kalau Intan akan langsung menerima tawarannya itu.
"Kalau begitu, saya tutup teleponnya Bu."
Ibu Rika pun menjawab dan mengucapkan terimakasih padanya.
Ibu Rika termenung setelah berbicara dengan Intan lewat sambungan telepon. Dia merasa kalau Intan sangat bekerja keras dan tanpa lelah menerima tugasnya itu.
"Apa dia seperti itu hanya karena ingin mengobati rasa kesedihannya dengan bekerja keras tanpa lelah. Sampai saat ini baik Intan dan Hana belum pernah pulang ke Indonesia," batin Bu Rika.
Sebenarnya Ibu Rika mengasihani mereka berdua. Mereka berdua sebenarnya berjuang untuk menata dan memperbaiki hatinya.
Kalau Hana berjuang mengatasi perpisahannya dengan Aksa karena ada campur tangan dari Ibu mantan mertuanya. Sementara Intan berjuang mengobati rasa kesedihannya karena calon suaminya meninggal sesaat sebelum pernikahannya digelar karena sebuah kecelakaan. Ibu Rika mengetahui itu semua dari kolega yang mengenalkannya dengan Intan. Dan Intan sebenarnya bukan orang biasa. Dia itu putri dari kolega bisnisnya. Dia punya banyak uang dan harta. Tapi Intan menyembunyikan identitasnya demi mencari kesibukan untuk mengobati kesedihannya. Itulah mengapa wajah Intan selalu terlihat dingin dan sedih.
Untuk melupakan semua kesedihannya, Intan pun mencari kegiatan yang bisa membuatnya sibuk dan melupakan semua tragedi yang menimpanya.
Ibu Rika juga teringat dengan hubungan Aksa dan Hana. Dia merasa dia adalah wanita terkejam yang sudah membuat Hana terseret dalam pusaran konflik keluarganya. Kalau saja dia tidak memaksakan diri untuk mengambil Hana sebagai menantu percobaannya. Mungkin saja hidup Hana akan terasa lebih baik. Tapi syukurlah setidaknya sekarang Hana mencoba meniti jalan karirnya untuk masa depannya.
Semua memang berawal dari keserakahannya. Rika yang serakah ingin menguasai Aksa. Kalau saja dari awal dirinya tidak gegabah dan buru-buru mengambil Hana. Mungkin Aksa tidak harus mengetahui kenyataan kelam dan pahit tentang kematian papanya.
===Catatan Author====
Mohon dukungannya dengan memberikan review dan vote Power Stonenya. Agar bisa lebih semangat Author untuk update chapter selanjutnya.