Chereads / The Remarriage / Chapter 18 - Rindu TakTertahan

Chapter 18 - Rindu TakTertahan

Hana menyimpan kopernya di sudut kamar hotelnya.Tubuhnya terasa lelah. Namun sebelum dia merebahkan tubuhnya. Dia memutuskan untuk mandi air hangat dulu.

Untuk menghapus segala lelah perjalanannya. Sudah beberapa hari ini dia memang sibuk dengan jadwal yang padat. Ada beberapa acara promosi film di sini, dan dia juga harus melakukakan beberapa pemotretan di Berlin.

Begitu dia menjadi aktris Holywood. Beberapa tawaran bintang iklan dan ambassador produk langsung menyerbu Hana. Untung saja, ada seorang manajer yang bisa dia andalkan. Intan yang sudah dia anggap sebagai saudara dan manajer itu. Mengatur semua kontrak dan jadwalnya dengan baik. Hana merasa beruntung Ibu Rika mengirimkan Intan padanya.

Setelah mandi, Hana memakai gaun tidur yang ringan dan nyaman. Menenteng ponselnya menuju balkon kamar hotelnya. Dia akan menelepon Abangnya dulu. Bang Agung alias Bang Gor.

***

Aksa semakin gelisah karena tahu kalau Hana sekarang berada di kamar sebelahnya. Sementara di seberangnya ada Daniel yang juga bersebelahan dengan Intan. Berulang kali Aksa menempelkan telinganya di tembok. Berharap dia bisa mendengar suara Hana di sana. Tapi mana mungkin terdengar. Tembok kamar ini tebal, dan pengelola hotel tidak mungkin membuat dinding tembok pembatas yang bisa tembus dengar antar kamar sebelah. Bisa repot dan berabe kalau terdengar suara-suara aneh para pelanggan hotel jika bisa mendengar suara dari kamar sebelah.

Degup jantung Aksa terasa berdetak seperti genderang perang. Adrenalinnya entah kenapa seperti mengajaknya untuk bergelantungan di atas pohon seperti Tarzan. Semakin dia membayangkan Hana semakin jantung dan darahnya berdesir tak bisa diajak berdamai. Ingin rasanya dia keluar kamar lalu mengetuk pintu kamar Hana. Tapi kembali lagi ia teringat dengan pesan Intan, kalau saat ini dia harusnya menjauh dulu dari Hana.

Aksa seperti setrikan hilir mudik di depan pintu kamarnya. Dia hendak keluar kamar tapi berulang kali urung. Kalau dia keluar, takutnya malah terpergok oleh salah satu dari mereka. Gelisah campur senang bertarung dalam hatinya. Pikiran dan otaknya dipenuhi dengan wajah Hana yang menari-nari di pelupuk matanya.

"Padahal tadi aku cape sekali datang kemari, kenapa tiba-tiba aku menjadi bersemangat seperti ini, kalau disuruh lari sepuluh kali putaran sepertinya aku sanggup saat ini," batin Aksa. Dia memegang dada sebelah kirinya yang tak mau kalem berdetak. Seolah-olah jantungnya itu ingin meloncat keluar.

"Ya Allah Hana, aku bisa jantungan kalau aku lama-lama memendam rasa rindu ini," kesah Aksa.

Kemudian Aksa meraih ponselnya dan mencari-cari foto-foto dirinya dengan Hana yang masih dia simpan di ponsel. Tersenyum-senyum seolah rindunya terobati dengan hanya melihat foto Hana di ponselnya. Lalu Aksa membuka pintu balkon hotelnya untuk merasakan angin malam di kota Berlin sambil memandang potret Hana.

Hawa panas karena merasa adrenalinnya kencang berubah adem saat Aksa merasakan angin segar di balkon hotelnya. Melihat pemandangan kota Berlin di lantai kamar hotelnya membuat hati Aksa menjadi semakin melankolis sambil memandang foto Hana di ponselnya.

Cup. Tanpa sadar dia mengecup ponselnya sendiri. Gila dan terasa konyol memang apa yang dilakukan Aksa barusan. Aksa kemudian memegang pagar balkon sambil membiarkan angin malam yang terasa segar menerpa wajahnya. Sayup-sayup dia merasa mendengar suara percakapan. Aksa kemudian menoleh ke arah balkon sebelah kamarnya. Bukannya itu balkon kamar Hana. Astaga, Hana rupanya sedang berada di balkonnya juga. Kemudian Aksa memicingkan telinganya supaya dia bisa jelas mendengar suara Hana. Sepertinya Hana sedang berbicara dengan seseorang.

"Iya Bang, Hana sedang ada keperluan di Berlin sama Kak Intan, gimana kabar Shanum dan Mbak Merry?"

"Rupanya dia sedang berbicara di telepon dengan Bang Gor," gumam Aksa kemudian sedikit mendekat dan menyandar di tembok pembatas balkon mereka.

"Tidak kok, Hana di kamar sendiri, Kak Intan tidak pernah mau sekamar dengan Hana dari dulu juga. Dia selalu ingin tidur sendiri."

"Tidak tahu Bang, Hana masih sibuk, mulai minggu depan Hana sudah sibuk ikut promosi film ke berbagai kota di Amerika sampai akhir bulan ini. Bulan depan Hana juga sama harus ke berbagai kota di negara Eropa. Jadi maaf Hana belum bisa pulang ke Jakarta."

"Apa, Hana tidak memikirkan itu sekarang Bang. Pokoknya Abang tenang saja, Hana bisa jaga diri kok. Abang lupa Hana ini latihan Karate dan Jujitsu, jadi kalau ada yang macam-macam sama Hana, Hana bisa melawan kok."

Aksa tersenyum mendengarnya. Dia juga merasa tenang jika Hana mempunyai bekal ilmu bela diri untuk jaga-jaga dari orang jahat.

"Ya sudah Bang. Di sini sudah mau tengah malam, Hana juga baru sampai dari LA. Hana mau istirahat dulu."

"Iya Bang, Waalaikumsalam."

Tak ada suara lagi dari Hana. Aksa memeriksa apakah Hana sudah pergi ke dalam kamarnya. Dia begitu penasaran, dan entah jin darimana Aksa kemudian memberanikan diri untuk mengintip sedikit dari celah tembok berlubang yang memang bisa sedikit melihat. Aksa bisa jelas melihat Hana sedang memakai baju tidur transparan sedang menatap pemandangan kota Berlin dari balkon kamarnya. Melihat itu, Aksa semakin berdesir dibuatnya.

"Gawat, kalau ada orang lain yang melihatnya, kau begitu ceroboh sayang. Bagaimana kalau ada laki-laki jahat mesum yang mengintipmu dan kamu membuatnya terangsang dengan tubuhmu ... astaga." Aksa memukul kepalanya sendiri. Bukankah sekarang dia yang sedang mengintip dan berpikiran mesum. Aksa memukul-mukul kepalanya dengan pikiran ngeresnya sendiri.

Karena merasa tak bisa mengendalikan dirinya Aksa tak sengaja tersandung dengan pot tanaman yang berada di balkon itu sampai terjatuh dan membuat suara gaduh. Aksa jadi gugup kemudian setengah berlari Aksa segera masuk ke dalam kamarnya. Tak mau sampai Hana curiga dengan suara gaduh yang dia buat itu.

Kemudian Aksa segera melompat ke tempat tidurnya dan mencoba menarik napas dan menghembuskan napasnya secara berulang-ulang persis seorang wanita yang mau melahirkan. Dia berusaha mengendalikan dan menormalkan dirinya yang saat ini sedang ditempeli otak mesum. Aksa tidak mau sampai dia harus membayangkan enya-enya tanpa ada wanita di sampingnya. Terutama tidak ada Hana di sisinya.

Aksa merasa usahanya sia-sia menormalkan dirinya. Dengan terpaksa dia ke kamar mandi dan tanpa membuka bajunya dan menyirami tubuhnya dengan air dingin di shower. Dia merasa suhu tubuhnya panas saat melihat Hana tadi yang telah membangkitkan gairahnya yang sudah lima tahun ini ia pendam. Tengah malam dan air dingin menyirami tubuhnya yang sedang mengalami panas membuat sedikit pikiran dan otaknya menjadi lebih dingin dan mulai berpikir jernih kembali.

Semakin dingin Aksa kemudian mematikan kran air showernya lalu meraih sebuah handuk bersih yang terletak di atas wastafel. Membuka bajunya yang basah kemudian membalut tubuhnya dengan handuk dan kembali ke kamarnya. Ketika Aksa hendak mencari baju gantinya dia baru sadar kalau kopernya tadi dibawa Daniel. Dan sepertinya Daniel malah sengaja membawa koper itu ke dalam kamarnya. Kemudian Aksa mengambil ponselnya dan mencoba menelepon Daniel.

Sepuluh kali nada dering berbunyi tapi Daniel tidak mengangkat teleponnya. Kemudian Aksa memberinya sebuah pesan.

[Hey kau. Cepat antarkan koperku sekarang juga!]

Tidak dibalas karena tidak di baca. Merasa kesal menunggu, kemudian Aksa dengan masih berbalut handuk keluar kamarnya dan menuju kamar Daniel yang berada di depan kamarnya.

Mengetuk pintu itu sambil berteriak memanggil nama Daniel. Tetap tidak ada jawaban. Aksa mulai kehabisan kesabarannya, dia kemudian mencoba menelepon Daniel. Lama sekali tidak diangkat. Aksa mulai berpikir kalau Daniel pasti sudah tertidur. Aksa masih mencoba mengetuk pintu kamar Daniel dan masih berharap Daniel terbangun dan segera membukakan pintu.

Beberapa tamu hotel yang lewat melihat dengan senyum-senyum karena kondisi setengah bugil Aksa itu. Aksa mulai merasa tidak nyaman, lalu dia berbalik hendak kembali ke kamarnya. Tapi astaga! Kamar hotelnya tertutup otomatis, sementara Aksa tidak membawa kuncinya itu.

"Ya Tuhan ... Apa lagi sekarang?" jerit Aksa dalam hati. Dia dalam keadaan setengah telanjang dan terjebak tidak bisa masuk. Ini semua gara-gara sekretaris bodohnya itu. Si Ku Daniel.