Malam gala pemutaran film "The Most Wanted Girl", Hana tampak cantik balutan gaun rancangan dari desainer terkenal. Dia nampak percaya diri berjalan menyusuri karpet merah yang dikhususkan untuk para bintang film itu.
Ratusan kamera menyorot ke arahnya. Dengan wajah yang tidak berhenti tersenyum, Hana melambaikan tangannya pada seluruh awak media.
"Hana, berikan fly kiss!"
"Hana, lihat kemari!"
"Hana!"
Terdengar berbagai macam permintaan para pencari berita itu. Hana pun dengan sabar mengikuti permintaan mereka.
'Aksa! Nyonya Sarah! Arabella!Apa kau bisa melihatku sekarang?' gumam Hana dalam hati sambil terus tersenyum dan melambaikan tangannya kea rah mereka. Dan kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke dalam gedung teater tempat filmnya diputar. Beberapa penggemar terlihat sudah ramai untuk ikut menyaksikan film pertamanya Hana. Beberapa diantaranya berasal dari Indonesia dan teman-teman Hana di kampusnya.
Hana pun melambaikan tangannya ke arah mereka sambil tersenyum lebar. Hana tidak mengira kalau dia akan mencapai tahap ini.
***
Setelah mendapat restu dari sang kakak ipar. Aksa pun menjadi lebih tenang dan yakin kalau suatu saat dia akan kembali bersama dengan Hana. Meski itu mungkin butuh waktu yang lumayan. Karena Aksa masih harus menunggu Hana untuk menyelesaikan fokusnya pada film perdananya sesuai dengan permintaan Intan.
Dan ya, teringat dengan ucapan Intan itu. Aksa kemudian bertanya pada Daniel tentang perkembangan penggalian informasi detail dari perempuan misterius itu.
"Niel, apa kau sudah mendapatkan informasi lain mengenai Intan?" tanya Aksa suatu hari di ruang kerjanya. Daniel saat itu sedang sibuk memeriksa dokumen dokumen yang dikirim dari berbagai divisi untuk dilaporkan pada Aksa. Dia pun menghentikan kegiatannya itu, lalu meraih ponselnya yang ia letakkan di meja.
"Sebentar Pak!" Dan terlihat Daniel sepertinya sedang menghubungi seseorang.
Aksa nampak menunggu Daniel.
"Halo Bang. Apa Abang sudah dapatkan informasi lebih jauh lagi tentang Intan?"
"Iya."
"Oh, oke-oke." Daniel terlihat serius di telepon. Aksa hanya melihat tanpa bisa mendengar apa yang dibicarakan Daniel dengan seseorang yang dia panggil dengan informan.
"Ah, benarkah itu? Oke aku akan melihat artikel beritanya."
"Siiip-sip, terimakasih atas bantuannya Bang. Nanti hadiah dan bonus Abang akan saya kirimkan ke rumah ... oke-oke. Sekali lagi terima kasih."
Daniel menutup panggilan teleponnya. Dan tanpa memedulikan dan memperhatikan wajah Aksa yang sudah penasaran tingkat tinggi. Daniel kemudian terlihat mengotak-atik ponselnya.
"Bagaimana?Siapa dia? dan apa yang tadi kalian bicarakan?" tanya Aksa bertubi-tubi pada Daniel. Namun Daniel terlihat serius membaca sesuatu di ponselnya. Wajahnya terlihat serius sekali.
Brakkkkkk.
Daniel terlihat kaget karena Aksa tiba-tiba menggebrak mejanya membuat ponsel yang dipegangnya hampir saja terlempar.
"Kau coba mengabaikanku Daniel?" kata Aksa marah dan kesal karena Daniel terlihat tidak menggubris pertanyaannya.
"Sebentar Pak, saya sedang memastikan sesuatu dulu." Daniel terlihat gugup karena Aksa yang terlihat kesal padanya.
"Apa itu?"
Daniel kemudian melihatkan layar ponselnya pada Aksa. Lalu Aksa kemudian merebut ponsel Daniel dan melihatnya.
Sebuah artikel berita online yang diterbitkan sekitar lima tahun yang lalu. Sebuah kecelakaan merenggut nyawa putra tunggal Vision Grup dan juga calon suami putri pertama Jaya Utama Grup, Kevin Liu pengusaha importir mobil. Kecelakaan beruntun yang melibatkan beberapa kendaraan di jalan tol dalam kota Jakarta itu telah mengakibatkan 3 orang tewas dan belasan orang terluka...
"Niel, bukannya kecelakaan ini juga ... kecelakaan yang pernah aku alami sama Gea. Itu artinya calon suami Intan juga menjadi korban kecelakaan itu juga?" tanya Aksa dengan wajah yang penuh penasaran.
"Menurut Bang John, Intan mau melangsungkan pernikahan hari setelah kecelakaan itu. Tapi calon suaminya meninggal saat kecelakaan itu terjadi. Dan membuat Intan sangat kehilangan dan sedih."
"Apa, itu sungguh tragis dan pasti membuatnya sedih berkepanjangan. Tapi kenapa dia bisa menjadi Manajer Hana sekarang. Bukankah dia seorang putri konglomerat kenapa mau menjadi Manajernya."
"Intan Ahraina meninggalkan perusahaan papanya dan lebih memilih menjalani hidup yang sesuai dia inginkan. Kebebasan sepertinya."
"Sungguh ironis Niel, kecelakaan itu telah membuat seorang kehilangan separuh jiwanya. Tapi di sisi lain, kecelakaan itu jugalah yang mempertemukanku dengan Hana."
"Sungguh tragis dan takdir begitu sulit ditebak, dua orang itu sekarang malah tinggal bersama dan menjadi orang terdekat."
"Tapi aku sekarang tambah cemas, setelah mengetahui siapa Intan, hatiku semakin tidak tenang karena jelas dia bukan orang biasa. Apa motif dia menjadi Manajer Hana yang mungkin bayarannya tidak sebanding apa yang sudah dia punya sebagai seorang putri pengusaha."
"Mungkin itu yang harus Bapak tanyakan langsung pada Bu Rika. Siapa tahu Bapak akan mendapatkan jawabannya langsung."
Aksa terlihat sedang berpikir.
"Hari Rabu depan jadwal bapak kosong sampai hari Jumat,dan tidak ada agenda penting. Apa saya pesankan tiket dan hotelnya sekarang Pak?" tanya Daniel.
"Aku masih ragu dan belum siap untuk bertemu mereka Niel. Ini sudah lama dan aku merasa canggung lagi bertemu dengan mereka karena saking lamanya."
"Kalau menurutku, Ibu Anda pasti sudah sangat mengharapkan kedatangan Bapak. Walau bagaimanapun namanya seorang ibu, dia pasti merindukan anaknya."
Aksa pun menarik napas panjang. Perasaannya terlihat kalut sekali.
"Apa Anda tidak penasaran juga tentang motif Intan. Ayolah Pak jangan terlalu menuruti ego Bapak. Mau sampai kapan Bapak menjauhi orangtua Bapak?"
"Baiklah, tolong kau siapkan segalanya nanti. Dan kau, harus ikut juga!"
"Ta-tapi Pak. Kenapa saya harus ikut?" tanya Daniel keberatan. Tadinya dia berpikir bisa beristirahat santai sejenak tanpa Aksa di kantor.
"Kau ini kan sekretaris sekaligus asisten pribadiku, kau harus pergi menemaniku. Aku butuh seseorang yang bisa menemaniku."
"Pak, maaf saya masih normal ya. Please Bapak jangan menggoda dan merayuku!" ucap Daniel berusaha polos.
Aksa mengernyitkan alisnya. Kemudian dia menjitak kening Daniel dengan kedua jarinya.
Pletaaaak.
"Ahhh, Aksa kau keterlaluan padaku!" seru Daniel mengusap keningnya yang kesakitan. Spontan dia memanggil nama Aksa bukan dengan Bapak.
"Sorry, sengaja biar otak kamu langsung konek, aku juga masih normal, sudah kubilang aku masih tidak merubah haluanku. Aku masih suka dua lingkaran dan satu segitiga."
"Aduuh apaan sih Pak, aku enggak paham?"
"Perjaka sepertimu enggak akan pernah paham." Ledek Aksa pada Daniel.
"Jangan sombong dong Pak, meski aku tidak berpengalaman kayak Bapak. Aku tahu dong teori bercinta ... hahaaaa."
"Teori tanpa praktek sama saja nol."
"Jadi maksud Bapak, dua lingkaran itu ...." Daniel kemudian membuat kedua lingkaran dengan kedua tangannya dan membuat geAksan vulgar di udara dan membuat Aksa terkekeh memandang makhluk polos bernama Daniel.
"Dan segitiga itu ...." Daniel baru saja mau menggambar gambar abstrak itu di udara tapi Aksa keburu berbalik meninggalkan Daniel yang sedang membuat gambar segitiga di udara depan tubuhnya.
"Kau kuliah dan tinggal hampir tujuh tahun di Amerika, tapi kau bodoh sekali dalam urusan itu Daniel. Kau terlalu lama bergaul dengan buku dan perpustakaan!" sahut Aksa sambil tergelak.
"Paaaaak, jangan sombong. Aku juga tahu Pak ... Aksaaa...." teriak Daniel yang merasa diacuhkan lagi oleh Aksa.
"Pokoknya kau harus ikut aku ke Berlin, dan jangan harap kamu bisa liburan kalau aku pergi sendiri ke sana!"
"Baiklah Bapak Aksa Mahesa." Jawab Daniel menyebut nama Aksa dengan lengkap sebagai tanda kekesalannya pada bosnya itu.
"Kau kan sudah tidak menjadi bucin Siska lagi. Oh ya, apa jadi dia menikah dengan duda tua kaya itu?" tanya Aksa malah menambah luka Daniel semakin borok.
"Dia sudah menikah kemarin pak, dan mereka sedang bulan madu di Eropa." Ungkap Daniel sedih.
"Berarti sekarang kau sedang patah hati. Mari kita rayakan kebebasan bucin kamu sore ini ke galeri pameran lukisan idola kamu itu, kita beli dua atau tiga lukisan di sana!" kata Aksa berbaik hati meski sebelumnya kata-katanya terkesan meledek Daniel.
"Terimakasih Pak. Anda sunggu berbaik hati." Wajah Daniel yang tadi seperti langit yang mendung gelap langsung berubah cerah saat Aksa mengajaknya memborong lukisan. Daniel memang senang pada lukisan. Di rumahnya sudah berpuluh-puluh lukisan terpampang. Dari harga ratusan ribu sampai puluhan juta ada. Daniel memang suka mengoleksi lukisan untuk memuaskan hatinya jika dia melihat lukisan indah.
"Padahal kau senang melukis, kenapa kau berakhir menjadi seorang Sekretaris?" pertanyaan itu sering Aksa lontarkan. Tapi Daniel akan selalu menjawabnya, kalau dia membutuhkan pekerjaan yang menghasilkan banyak uang untuk membuat impiannya tercapai.
Impiannya adalah mempunyai rumah mewah dan luas yang di dalamnya terdapat banyak hasil karya lukisan dari pelukis terkenal. Rumah mewah yang seperti sebuah galeri lukisan. Dan jika dirinya hanya menjadi pelukis dia tidak mungkin bisa mewujudkan impiannya itu.
Meski bakat melukis itu ada dalam darahnya, karena dulu ibunya juga seorang pelukis, tapi tidak terkenal. Daniel hanya menyalurkan bakat lukisnya sewaktu-waktu saja sebagai hobi, tanpa berniat untuk menjadikannya sebagai pekerjaan tetapnya.
Aksa kemudian duduk sambil memperhatikan Daniel yang terlihat sedang memesan tiket pesawat dan hotel di Berlin Jerman. Dia tersenyum melihat orang yang sekarang menjadi satu-satunya orang terdekatnya dan bisa dipercaya.
===Studio Imajinasi Author====
"Aneyonghaseyo chinggu! Boleh dong dukungannya dengan sering-sering memberikan vote Power Stonenya!" Author memberikan senyuman terbaiknya meskipun kalah dengan senyum gigi kelinci Jungkook.
"Jangan lupa kasih review dan bintang lima, kalau bisa bintang tujuhnya juga buat si Thor yang sering pusing!" Bang Agung ikutan.
"Wkkwwkwkwk!