Chereads / Rache / Chapter 21 - Resah

Chapter 21 - Resah

"Ya mending lo ikut blind date aja Jun," usul Mas Abim ketika ia dan saudara saudaranya tengah berkumpul di ruang tengah. Jam sudah menunjukan pukul 5 sore dan tidak ada yang berniat beranjak dari tempat itu.

Arjuna berdecak kesal lalu mengedikkan bahu tidak peduli, "Ngapain kencan sama orang buta,"

"Percuma ngomong sama titisan sangkuriang mas. Dia otaknya beda dari yang lain soalnya," sahut Anna datar.

"Medusa diem,"

"Gue mau keluar ada yang mau titip?" tanya Riri diangguki Aksara.

"Titip sate dong," jawab Mas Abim senang, "Pake lontong sambelnya di pisah,"

Aksara melengos kesal, "Sate apa? Sate buaya?"

"Jangan, nanti jadi sate Arjuna dong," sahut Anna.

"Heh bocil sini nggak lo,"

"Jangan sentuh aku mas aku jijik,"

Riri memutar bola matanya jengah, "Yang lain ada nggak?"

"Titip capcin depan gereja ya Ri," Mbak Arra angkat suara, "Duitnya talangin dulu ntar gue ganti,"

"Berapa?"

"Semuanya,"

"Segawon," gumam Aksara kesal, "Udah titip, minta talangin, banyak pula pesennya," [anjing]

Riri terkekeh sinis, "Kaya nggak tau tabiat sepupu lo aja Sa. Satenya sekalian beliin semua aja biar nggak berebutan,"

"Kalian mau motoran apa jalan?" tanya Mas Yudhis.

"Motoran Mas," jawab gadis itu.

"Aksa yang nyetir? Hati hati loh ya,"

"Iya mas tenang aja,"

***

"Ntar mampir ke warung pop ice dulu yuk. Beli pop ice rasa taro," teriak Riri.

Aksara mengernyit, "Lo bilang apa?"

"Nanti mampir ke warung pop ice dulu,"

"Hah? Podcast?"

"Pop ice woyy,"

"Oh pop ice. Mau ngapain pake pop ice?"

"Beli pop ice Sarah Larasati,"

"Hah? Risa Saraswati? Lu mau nonton film danur apa gimana?"

"Bodo amat ga peduli gue," Riri mendengus kesal, tenggorokannya sakit karena terus berteriak.

"Hah? Apa? Ga kedengeran,"

Riri hendak membalas namun dering ponsel Aksara terlebih dahulu mengagetkannya, "Hape lu bunyi,"

"Iya tau," jawab Aksara segera menepikan motor milik Riri yang ia kendarai, "Mamanya Nathalie telfon,"

"Yaudah angkat,"

Aksara mengangguk singkat, "Halo tan? Selamat sore,"

Tidak ada balasan, hanya isakan Tante Nara yang terdengar. Cukup membuat perasaan Aksara campur aduk karenanya.

"Tante? Nggak ada masalah kan di sana?"

"Aksa, tante minta doanya ya,"

"A—atas apa ya tan?"

"Nathalie sekarang kritis. Tadi sebelum pingsan dia sempet bilang ke tante buat selalu ngabarin kamu gimanapun keadaannya,"

Dunia Aksara seakan berhenti saat itu juga. Tatapannya kosong dan rasa takut mulai menyelimuti, "T—tante bercanda kan?"

Isakan Tante Nara kembali terdengar, "Tante nggak akan bercandain keadaan anak tante sendiri Aksa,"

"T—terus sekarang gimana tan? Nathalie bisa selamat kan?"

"Tante nggak tau Aksa. Kamu tolong berdoa untuk kesembuhan Nathalie ya. Semoga dia cepet dapet pendonor yang pas,"

"Iya tante. Maaf Aksa nggak bisa bantu banyak,"

"Seharusnya tante berterimakasih sama kamu. Karena kamu Nathalie jadi lebih semangat akhir-akhir ini,"

"Iya tante sama sama. Aksa pasti berdoa untuk yang terbaik buat Nathalie,"

"Iya Sa, udah ya tante ada urusan mendesak,"

"Iya tante,"

Sambungan terputus, tapi Aksara tidak kunjung menjauhkan ponselnya dari telinga. Pandangannya masih saja kosong namun berkaca-kaca.

Riri mengernyit, "Lo kenapa Sa? Ada masalah?" tanyanya sembari mengguncang tubuh Aksara yang jauh lebih besar darinya, "Oy Sa jangan ngelamun. Ada apa?"

"Ri. Nathalie Ri, dia kritis," jawab Aksara dengan suaranya yang bergetar, "Padahal baru tadi pagi kan kita telponan sama dia Ri. Gimana bisa,"

"Aksa tenang," Riri menarik napas dalam, memegangi bahu sepupunya dari belakang, "Lu tenang dulu. Nathalie pasti baik-baik aja. Tugas lo sekarang doain dia ya. Jangan overthinking. Sekarang biar gue aja yang nyetir. Pikiran lo kacau sekarang,"

Aksara bergeming, kepalanya menggeleng beberapa kali, "Gue pengen pulang Ri. Gue pengen nemenin Nathalie. Dia kritis sekarang Ri gue mau nemenin dia,"

"Sa—"

"Gue pengen balik ke Bandung Ri. Sekarang juga,"

"Nikahan Pakdhe Anas lusa Sa, lo nggak bisa balik gitu aja,"

Aksara melotot, napasnya memburu dengan mata memerah, "Tapi Nathalie Ri! Dia kritis sekarang! Gue nggak bisa ninggalin dia. Gue.. Gue...,"

"Aksara tenang," ujar Riri sembari turun dari motornya, "Tarik napas, tahan, buang. Jangan emosi, tenang ya. Jangan mikir aneh aneh. Sekarang lu turun, biar gue yang nyetir,"

Aksara menurut apa yang di katakan sepupunya, namun napasnya masih memburu, pikirannya masih berkelana akan keadaan Nathalie saat ini.

Riri menaiki motornya tanpa banyak bicara, gadis itu melirik Aksara yang masih berdiri kaku seperti patung kemudian, "Naik Sa,"

Aksara mengangguk, duduk di jok belakang kendaraan bermotor milik sang sepupu seperti orang linglung.

"Pegangan Sa. Gue tau nyawa lo sekarang entah ada di mana tapi gue nggak mau lo mati sekarang,"

"Nathalie gimana ya Ri,"

"Sa..."

"Kalo Tante Nara ada urusan terus pergi, Nathalie sendirian dong,"

"Sa please jangan gini,"

Aksara menggeleng, "Nathalie kedinginan nggak ya. Menurut lo Nathalie masih bisa selamat nggak ya. Ri... Gue sayang banget sama dia,"

"Aksara lo jangan gini,"

"Gue nggak bisa bayanyin Nathalie pergi Ri. Dia udah janji bakalan sembuh. Gue juga udah janji bakalan bawa dia jalan jalan ke Jogja,"

"Aksara Haidar Adyatma please jangan gini. Cuma gara gara Nathalie lo bisa gini,"

"Itu karena gue sayang sama dia Ri," nada bicara Aksara naik satu oktaf, napasnya kembali memburu, "Gue pengen balik ke Bandung. Ayo kita balik sekarang,"

"Kita balik ke rumah uti sekarang ya,"

"Nggak mau. Gue cuma mau balik ke Bandung. Gue mau nemenin Nathalie sekarang,"

"Nggak bisa Aksara,"

"Gue takut kalo Nathalie ninggalin gue Ri. Gue takut nggak ada di sana waktu Nathalie pergi,"

Riri menarik napas panjang, tangannya memegang erat setang motor yang ia naiki, mencoba agar tidak terbawa emosi dalam menghadapi Aksara saat ini, "Jangan overthinking Sa. Nathalie bakalan baik-baik aja. Lo percaya kan dia bakalan nepatin janjinya?" Riri melirik spion, dapat ia lihat Aksara mengangguk anggukkan kepalanya, "Kalo lo percaya tenang ya. Jangan mikir aneh aneh. Nathalie pasti sembuh. Kata lo dia cewek kuat kan. Pasti dia bakalan lewatin masa kritisnya,"

"T—tapi gue takut Ri,"

"Percaya sama Nathalie Sa. Dia pasti bisa sembuh. Nathalie kuat kok dia pasti bisa,"

Aksara mengangguk ragu, kepalanya menunduk saat ini. Menyembunyikan air mata yang menetes tanpa bisa ia cegah, "Ayo pulang," ujarnya dengan suara serah.

Riri segera menuruti, menyalakan mesin motornya sebelum membawa kendaraan itu melaju di jalan raya. Walaupun di benaknya juga berkecamuk mengenai keadaan Nathalie saat ini. Nathalie itu menyenangkan dan ramah, dalam waktu singkat Riri dan Anna bisa sedekat itu dengannya.