Tiba-tiba saja Beng San menggerak-gerakkan kaki tangannya, kulit badannya makin lama nampak makin merah sampai bagai udang rebus. Makin merah kulitnya makin tak karuan pula tingkahnya, berkelojotan seperti ular disiram air panas.
"Panas… panas…!"
Akhirnya tak tertahankan juga. Namun mulutnya yang tidak pernah mengeluh itu hanya bilang 'panas… panas…' berkali-kali. Kulit badannya menjadi merah tua hampir hitam dan dari tubuhnya tampak uap tipis seakan-akan seluruh air di tubuhnya sudah mendidih.
Tubuh Beng San melompat ke sana ke mari seperti orang gila. Dia menabrak pohon, lalu terjungkal, berdiri lagi, terhuyung-huyung, kemudian merangkak-rangkak sampai kembali menabrak pohon lagi. Kemudian dia melompat berdiri dan lari.
"Heh-heh-heh, hendak kulihat sampai berapa lama kau dapat bertahan." Siok Tin Cu juga berlari mengikuti anak yang sedang gila kepanasan itu, meninggalkan kudanya yang diikat pada sebatang pohon.