"Di sini tempat yang layak untukmu, Kira.. Tempat seharusnya kamu berada.. Mulai hari ini dan selamanya... jangan pernah lagi bermimpi terlalu tinggi.. Kamu ga pantes untuk kehidupan seperti itu.. Jangan pernah bermimpi jadi scientist terkenal di dunia lagi, jangan pernah bermimpi tentangnya lagi.. Kamu ga pantas, Kira! Ini tempatmu.. Disini seharunya kamu tinggal, dilingkungan seperti ini.. Bukan istana mewah atau apartemen mewah.. Dan ga ada lagi cerita tentang Kira.. Hidupmu yang baru.. Disini hanya ada Icha.. Hanya ada icha.. Icha yang miskin, bodoh, ga punya keluarga, ga punya mimpi, yang hanya akan bekerja untuk bertahan hidup. Icha yang hanya akan hidup di kelas menengah ke bawah.. Yah.. Yah.. Aku akan hidup seperti ini.. Lebih baik seperti ini.. Hidup seperti ini yang layak untukku.. Chairunisa.. Nisa.. Icha.. Itu namaku. Ini hidupku sekarang!" tak ada lagi air mata mengalir di mata Kira. Hatinya sudah kukuh berikrar. Sekuat tenaga Kira berusaha berdiri kembali di atas kedua kakinya. Kira duduk kembali di atas dipan, mengambil handphone, membuka aplikasi OLX, untuk mencari lowongan kerja.
"Aku harus bisa mencukupi kebutuhan hidupku sekarang. Tapi aku ga boleh cari perkerjaan yang terlalu mencolok.. Cukup untuk menyangga kebutuhanku sehari-hari dululah.. Hmm.. Kira - kira berapa ya, gaji yang harus aku dapat? Supaya cukup aja untuk bayar kost, lima ratus ribu, makan dua kali sehari, enam ratus ribu, pulsa seratus ribu. Ah, cari gaji satu setengah jutaan juga cukup berarti..." Kira tersenyum, setelah akhirnya menemukan satu pilihannya. "Hmmm.. Besok aku akan menghubungi lewat pesan dulu.. Kalau masih bisa melamar, aku akan melamar kerja di sini."
Kira merebahkan dirinya ditempat tidur, memeluk tas yang masih ada didipannya saat tadi ditinggalkan untuk makan malam. "Ya Rob. Aku hanya memeluk tas satu-satunya pemberiannya yang aku punya, semoga ini gapapa ya. Selamat malam suamiku." Kira mencium tasnya, dan berusaha memejamkan matanya. Satu sisi, dia ingin melupakan Ryan.. Satu sisi.. Alam bawah sadarnya tak bisa bohong, kalau hatinya menginginkan Ryan.. Bahkan Kira memcium tasnya sendiri di luar kesadaran logikanya.
Tapi Hari ini, Kira sudah berhasil untuk kabur dari Ryan dan Cassandra, dan malam ini, ditutup oleh Kira dengan keberhasilannya mencari pekerjaan. Lalu, bagaimana dengan Ryan? Apa yang dilakukannya seharian ini?
Di jam yang sama, saat Kira sudah berhasil mendapatkan pekerjaan.
"Tuan Muda.. Ini berkas pekerjaan terakhir hari ini." Asisten Andi menyerahkan berkas ke meja Ryan.
Tak ada jawaban dari Ryan, dia hanya membuka berkas, mengecek dan mempelajari semuanya satu persatu. Ryan sangat teliti, karena dia sebetulnya memang pebisnis hebat. Bukan suatu hal yang sulit untuk Ryan menjadi nomor satu di dunia, tapi karena kecelakaannya dan masalah yang muncul saat kedua orang tuanya meninggal, Ryan tak bisa fokus untuk bekerja. Dia hanya bekerja seadanya, tanpa mengeluarkan kemampuan terdalam dari dirinya.
"Tolak kerjasama ini. Hanya akan membebani perusahaanku!" Ryan melempar berkas di mejanya. "Kalau sudah tak ada pekerjaan lagi, pergilah!" Ryan bicara tanpa menatap ke Asisten Andi. Ryan kembali membuka laptopnya, untuk mempelajari simulasi pembangunan gedung hotel dan mall terbarunya di Bandung. Dia belum sempat mengecek dari hasil pertemuan seminggu lalu, dan tadi siang, Ryan menolak untuk menandatangani kerjasama karena ingin mempelajari ulang hasil presentasi yang terabaikan, belum sempat dipelajarinya. Dia hanya punya waktu sampai besok siang untuk memutuskan. Biasanya, dia menyerahkan ini pada Asisten Andi, atau tapi kali ini, Ryan mengecek semua sendiri dengan seksama. Tak ada yang terlewat. Dia bekerja cukup keras hari ini.
"Tuan muda.. Hmm informasi Nyonya Muda, beliau meninggalkan gedung apartemen dengan taksi, tapi kami kehilangan jejaknya, taksi yang dinaiki, memberikan informasi kalau Nyonya muda awalnya minta di antar ke pasar baru, tapi berhenti di pinggir jalan, sebelum tujuan. Dari situ, kami kehilangan jejaknya. Handphonenya aktif sekali di pusat perbelanjaan Roxy. Kami juga sudah cek CCTV, Nyonya Muda menjual handphone dan laptop di sana. Lalu kami kehilangan jejak lagi, karena Nyonya muda tidak naik kendaraan, melainkan berlari. Kami coba cek CCTV beberapa lampu merah, tapi tidak membantu karena CCTV nya ternyata mati. Dan Nyonya Muda juga tak ada di kampusnya. Saya akan berusaha mencarinya lagi." Asisten Andi, tanpa ditanya oleh Ryan menjelaskan semuanya.
"Aku tahu kau ingin informasi ini.. Tuan Muda.. Maafkan aku.. Ayolah.. Maafkan aku.. Kejadian hari ini sungguh di luar kuasaku.. Aku sudhs coba menunda dan menyikirkan wanita itu darimu, tapi dia di luar kuasaku." hati Asisten Andi sangat sedih melihat ke tuannya.
"Apa kau tak dengar kataku tadi, kalau sudah tak ada pekerjaan lagi, pergilah." Ryan bahkan tak merespon apapun perkataan Andi. Dia memenuhi otaknya dengan rancangan design yang ada dihadapannya. Ada beberapa hal yang tak disukainya, dari design itu.
"Tuan Muda.. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemui Nyonya Muda." Asisten Andi kembali membungkuk tanpa menatao Ryan, mengatakan sesuatu yang tak diperintahkan Ryan
Ryan akhirnya menatap ke Asisten Andi. "Itu pintu keluarnya. Pergilah!" setelah menunjuk me arah pintu, Ryan lalu kembali menatap laptopnya.
"Saya permisi, Tuan Muda!"
Klek
Asisten Andi menutup pintu. Menghela napasnya dibalik ruangan Ryan yang tertutup. Duduk dibalik pintu ruangan Ryan.
"Hah.. Tuan Muda.. Kau bahkan sedingin ini padaku. Kau sudah tak lagi mempercayaiku, kan.. Kau membenciku.. Aku bisa lihat dari tatapan matamu. Kau benar-benar menunjukkan caramu bekerja secara profesional denganku. Kau tak ingin aku mencampuri urusan hidupmu lagi, kan.. Dan itu bukan salahmu, Tuan muda, aku memang pantas di benci." Asisten Andi menghapus air mata dari dua sudut matanya. Hatinya sangat sakit melihat Ryan sekarang. Asisten Andi juga sangat khawatir dengan Ryan. Ryan tak lagi berbicara dengannya selain urusan pekerjaan. Bahkan Ryan tak menunjukkan emosi apapun padanya. Tak ada lagi hinaan, caci maki, dan kemarahan dari Ryan padanya. Hanya bekerja secara profesional. Hubungan tanpa ada emosi dan keakraban. Bagaikan robot.
Asisten Andi tak masuk ke dalam ruangan Ryan lagi, hanya mengetik pesan ke kepala pelayan di rumah besar Ryan.
"Pak Bondan, tolong bawakan semua baju ganti tuan muda dan perlengkapan kerjanya ke kantor. Beliau sepertinya akan tinggal di kamar istirahatnya di kantor ini untuk beberapa waktu ke depan. Pastikan setiap hari ada yang membawa baju kotor dan membawa gantinya. Dan tolong siapkan Sarapan di kantor setiap pagi untuknya."
Send.
Ruang kerja Ryan. Bukan cuma ruang kantor biasa. Didalamnya sudah seperti penthouse. Ada kamar tidur, tempat gym, ruang baca, kamar mandi, dan entertainment room. Jadi bukan sesuatu yang aneh kalau Ryan memilih untuk tetap tinggal di kantor malam ini. Dia tak akan kesulitan untuk tidur dan beristirahat.
Lalu asisten Andi mengirim pesan ke kepala security
"Tolong pastikan ada yang berjaga di depan ruang utama CEO setiap malam. Untuk beberapa waktu ke depan, Bapak Ryan akan tinggal di ruangan di kantornya."
Send
"Istriku, untuk beberapa waktu ke depan, aku sepertinya akan tinggal di kantorku. Ada sesuatu yang aku harus bereskan di sini. Tolong antar bajuku ke ruang kerjaku. Terima kasih."
Send.
"Fuuh.. Aku harus tetap memastikan dirimu aman, Tuan Muda. Memang kau mungkin sudah membenciku saat ini.. Itu bukan salahmu. Tapi aku akan berusaha menebus kesalahanku padamu. Aku akan berusaha menyatukanmu dengan Nyonya Muda, meskipun nyawa taruhannya." Asisten Andi berdiri, dan kembali ke ruangannya yang berada di lantai yang sama dengan ruangan Ryan..