Sesaat tak ada yang dikatakan Ryan setelah mendengarkan apa yang dikatakan Kira. Dia hanya menatap Kira. Melihat jauh ke dalam mata Kira. Bibir Ryan yang biasanya selalu menemukan cara untuk menghina dan membuat Kira kesal, kali ini, dia justru diam. Tak ada yang dapat dikatakannya.
"Kau.. Yang kau katakan tadi, apa itu semua benar?" Ryan mendekati Kira yang sudah menangis setelah mengatakan apa yang ada dalam isi hatinya.
"Apa kau sudah puas menghukumku, dengan membuatku jatuh cinta padamu?" Kira masih menangis saat mengatakan ini kepada Ryan.
"Apa kau pikir aku berusaha membuatmu jatuh cinta supaya aku bisa menghukummu?" Ryan mencengkram dagu Kira sangat kencang. Tapi tak ada jawaban dari bibir Kira. Dia hanya diam dan terus menangis.
"Diamlah.. Dan jawab aku! Apa semua yang kau katakan tadi benar? Jawaaaaab!"
Kira justru menangis tambah kencang dan membuat Ryan semakin frustasi.
"Diam, jawab aku jujur, atau malam ini juga aku akan menyelesaikan hidup ayahmu!"
"Aku mencintaimu. Aku menginginkanmu sampai seperti orang gila. Aku mengejarmu karena merindukanmu. Aku menangis semalaman saat kau tidur dengan wanita lain. Aku menyukaimu. Aku bahkan tak bisa membencimu karena kau menyiksaku. Aku semakin mencintaimu dari hari ke hari. Tapi aku bukan penggoda. Aku tak pernah menghabiskan uangmu untuk membeli baju semacam itu.. Aku mohon. Jangan fitnah aku. Aku memang miskin dan aku hanya seorang budak bagimu.. Tapi aku bukan seseorang yang rendah yang begitu hina membeli pakaian seperti itu untuk menggoda. Aku sudah berkata jujur.. Aku mohon, jangan bunuh ayahku!" Isak tangis Kira semakin kencang. Ryan juga sudah melepaskan cengkraman tangannya dari Kira, membiarkan tubuh Kira terkulai lemas di lantai.
"Apa yang dikatakannya? Dia menyukai dan mencintaiku? Dia sungguh-sungguh menyukai dan mencintaiku?" Ryan mengulangi terus kata-kata Kira di dalam hatinya untuk beberapa saat.
"ShaKira Chairunisa!" Ryan memegang tangan Kira, membuatnya berdiri. "Jangan menangis lagi!" Ryan memeluk Kira sekarang. "Kau boleh mencintaiku. Aku tak akan melarangmu. Jangan menangis lagi. Aku tak akan bersama wanita lain.. Aku akan berusaha menyembuhkan diriku dari penyakitku." Ryan masih memeluk Kira erat. Dan itulah Ryan.. Daripada mengatakan dia mencintai Kira, Ryan lebih memilih untuk memberikan izin pada Kira untuk mencintainya. Hahaha..
"Apa kau sakit?" Kira yang masih terisak dalam pelukan Ryan, mendongak dan menatap Ryan sangat khawatir
"Aku tak tahu. Mereka tak bilang apapun. Dan aku melupakan hampir semuanya.. Semua kejadian di masa laluku. Tak ada yang bisa Aku ingat. Hanya seperti puzzle yang berantakan." Ryan menjawab jujur.
"Kenapa aku ini... Kenapa aku menceritakan semua ke wanita ini? Padahal ke Andi aku tak pernah menceritakannya? Ada apa dengan diriku? Apa aku mempercayainya?" Ryan protes pada dirinya sendiri dengan kejujuran yang telah dikatakannya pada Kira.
"Maafkan aku.. Aku bersedia membantumu.. Apa yang harus aku lakukan untuk membantumu?" Kira menatap Ryan. Dan Ryan tahu, tatapan Kira sangat tulus. Tak ada kepura-puraan disana.
"Kau mau membantuku?"
Kira mengangguk. "Apa yang harus aku lakukan untuk membantumu?" tanya Kira tulus.
"Berjanjilah terap disisiku apapun yang terjadi.. Berjanjilah padaku, kau tak akan menggantikanku dengan siapapun dihatimu.. Berjanjilah padaku.. Tak ada orang lain yang akan menyentuh tubuhmu kecuali aku!"
"Aku berjanji, kalau itu bisa membuatmu tenang, bisa membuatmu cepat sembuh, aku berjanji."
Segurat senyum timbul di wajah Ryan, dan dia mengeratkan pelukannya pada Kira.
"Satu lagi harus kau ingat.. Jika ada wanita datang menggodaku, pukul dia, jauhi dia dariku, tarik aku darinya, sadarkan aku.. Karena penyakitku membuatku sulit untuk berkonsentrasi."
Kira mendongak menatap Ryan.
"Jadi maksudmu.. Saat kau pergi bersama Tania, bersama Stella, itu semua kau tak menyadarinya?"
Ryan tak langsung menjawab. Dia menatap Kira lekat-lekat memandang jauh ke mata Kira.
"Apa ini akan memalukan kalau dia tahu yang sebenarnya? Apa dia akan menertawaiku? Apa dia akan menjauhiku karena penyakit mentalku?" Ryan masih belum memutuskan untuk menjawab. Pertentangan di dalam hatinya masih ada dan sangat mengganggunya.
"Apa jawaban yang kau inginkan? Beritahu aku!"
"Hmm.. Aku ingin kau menjawab kalau kau tak menyadarinya.. Kau tak sadsr kalau kau bersama Stella dan Tania.. Dan itu hanya karena penyakitmu. Kau bersama mereka hanya karena penyakitmu." Kira memberanikan diri menjawab sesuai apa kata hatinya.
"Ah, jadi kau ingin menganggapku seperti itu?" Ryan sudah menatap Kira bagaikan predator sudah memegang mangsanya.
Kira mengangguk
"Baiklah, kau boleh beranggapan seperti itu.. Ingatlah, jauhi wanita-wanita itu kalau mereka mendekatiku.. Jika kau beranggapan seperti itu, mengerti?"
Kira mengangguk.
"Hmm.. Sudah, hapus air matamu.. Aku sudah mengizinkanmu mencintaiku sekarang. Aku juga sudah mengizinkanmu menjauhi wanitaku yang lain dariku. Aku juga tak jadi mengakhiri hidup ayahmu hari ini.. Jadi, jangan menangis lagi.. Apa kau mengerti?"
Kira mengangguk.
"Hahaha.. Entahlah, aku rasa aku sudah menjadi gila.. Aku sangat senang dengan izin yang diberikannya untuk mencintainya aku senang diizinkan olehnya mengusir setiap wanitanya, aku juga senang diizinkan olehnya untuk tetap tinggal bersamanya.. Kau bodoh Kira.. Kau bodoh.. Kau tak tahu dia mencintaimu atau ga.. Tapi kau sangat senang dengan izin darinya.. Hahaha.. Terserahlah.. Mungkin cinta memang membuatku menjadi buta!" Kira tak mengerti jalan pikirannya. Tapi entah kenapa, setelah mengatakan semua perasaannya pada Ryan, Kira merasa lebih lega. Beban di hatinya menjadi hilang dan dia lebih mudah menerima perintah Ryan.
"Hmm. Baiklah, jangan sedih lagi! Kau sudah senang sekarang kan?"
Kira mengangguk.
"Bagus! Ke sini, ikuti aku!" Ryan menggandeng Kira ke lemari pakaiannya. "Aku mau kau pakai ini yang berwarna merah!" menyerahkan sebuah kain seperti saringan beras, dengan set set celana yang hanya seperti tali, bahkan bagian dada hanya bordir tipis yang masih menunjukkan isinya.
"Aku.. Aku.. Tak pernah memakai yang seperti itu.." Kira ketakutan melihat baju yang dipegang Ryan.
"Lalu kau mau keluar tanpa pakaian keseluruh ruangan dirumah ini?"
Kira menggeleng.
"Kalau begitu pakailah!"
"Ehmm. Tapi... Aku masih berdarah, kau lihat tadi, kan?"
"Ayolah.. Berikan sedikit saja kebaikanmu padaku.. Jangan baju ini.." Kira sungguh memohon dalam hatinya.
"Tadi aku lihat darahnya tinggal sedikit, kan.. Kau bisa pakai sesuatu untuk mencegahnya tembus! Cepat pakailah!"
Kira menggeleng
"Aku tinggal mengambil teleponku, lalu menelepon dan kau tahu apa yang terjadi pada ayahmu?"
"Baiklah aku akan pakai!"
"Huffff.. Ada apa dengannya! Kadang dia baik tapi dalam sekejap, bisa berubah menjadi monster!" walaupun hati Kira kesal, dia tetap memakainya dengan Ryan menatapnya dari awal sampai selesai.
"Buka!"
"Coba yang ini.. Warna merah model ini!" Ryan memberikan model lain pada Kira, dan Kira segera mengambilnya, mengganti kembali.
"Yang sudah kau pakai. Jangan di gantung lagi. Taruh di keranjang!"
Kira yang tadinya mau menggantung ulang pakaian yang pertama, mengurungkan dan memasukkan ke keranjang baju kotor. dan memakai pakaian yang kedua..
"Buka! Ganti yang merah model ini!"
Terus saja seperti itu, hingga semua warna merah, yang memang warna kesukaan Ryan sudah habis.
"Apa yang ini tak cocok juga?" Kira sudah kesal karena sudah ke tiga belas kali harus gonta ganti baju.
"Hmm. Aku ga suka yang ini... Ganti sama yang pertama tadi! Kalau sudah selesai, cepat keluar, aku tunggu di kamar!"
"Aaaaaaakh! Tiga belas kali gonta ganti, mana di ruang AC, dingin, ujungnya harus pakai lagi baju yang pertama.. Urghhhhh.. Oh Ya Rob.. Apa dosaku sebanyak buih di lautan.. Atau seluas galaksi bima sakti. Sehingga aku harus menanggung kejadian ini?" Kira sudah gemes bercampur kesal dengan kelakuan suaminya yang baru saja memainkannya seperti boneka barbie. Menggonta gangi baju yang seperti saringan tahu. Sekarang, suaminya harus membuatnya mencari baju pertama yang dipakainya. Butuh waktu agak lama untuk mencari pasangan bajunya. Kira tak terlalu memperhatikan saat memasukkan, karena tadi dia sudah campur-campur di keranjang baju.
"Haah.. Dapat juga!" Kira segera memakainya. tapi dia tak langsung keluar. Justru mengamati gambar dirinya pada cermin. "Apa dia menyukai tubuhku dengan berpakaian seperti ini?" Kira sedikit tersenyum malu. Lalu mendekati meja riasnya, dan sedikit mengoles make up natural seperti yang pernah dipelajarinya dari youtube.
"Hmm.. Di mana sponge bedak ya?" Kira yang hari ini ingin sedikit pakai make up, justru ribet karena banyak alat make upnya yang berubah..
Klek
Kira membuka sebuah kabinet kecil di samping meja riasnya untuk mencari sponge bedak, tak disangka, justru menemukan harta karun.. "Whoaaaa.. Parfumnya banyak banget!" Kira senang dan mencoba mencium satu-satu sangat antusias, sebelum akhirnya jatuh pada chanel grand extrait, yang dipasaran harganya sudah di atas empat ribu dollar.
"Apa yang kau lakukan di dalam? Kenapa lama sekali?" Ryan sudsh berdiri kesal di depan pintu walking closet
"Suamiku.. Terima kasih.. Kau memberiku. Banyak sekali barang yang memang mau aku beli.."
"Barang apa?" Ryan mendekat ke Kira.
"Ini" Kira membuka cabinet yang berisi puluhan parfum wanita merk premium.
"Kau suka?" Ryan menatap Kira dari cermin didepannya.
Kira tersenyum dan mengangguk, masih sambil mengamati parfumnya, tanpa sadar kalau Ryan sedang mengamatinya.
"Botolnya lucu-lucu.. Aku mau beli sebenarnya, tapi aku mesti tunggu uang beasiswaku cair, tapi.. Kau sudah membelikannya.. Terima kasih!" Jawab Kira, masih asik dengan botol parfumnya dan tak masih sadar Ryan memperhatikannya.
"Jangan pakai itu di luar rumah!"
"Hah?" Kira berbalik menatap Ryan.
"Pakai itu kalau bersamaku saja! Ke kampus, jangan pakai! Mengerti?"