Masih di markas rahasia.
Di dalam sebuah ruangan yang terletak di bangunan paling barat. Seorang pria setengah tua berpakaian hitam sedang memoles pedangnya. Pria itu berkumis tebal dan memiliki bekas luka di pipi sebelah kirinya. Setiap keriput di wajahnya seolah melukiskan setiap pengalaman bertarungnya selama bertahun-tahun.
Beberapa saat kemudian seorang pria yang juga berpakaian serba hitam masuk ke ruangan pria itu. Orang itu terlihat beberapa tahun lebih muda. Tubuhnya tegap dan juga berotot. Wajahnya bersih dari kumis maupun jenggot, namun warna kulitnya sedikit lebih gelap.
Pria berambut pendek itu mendekat ke kursi kayu, lalu berhenti tepat di depan meja berwarna coklat.
Dipandang nya pria yang masih sibuk menggosok pedang yang bahkan tidak mengalihkan perhatiannya saat dia datang.
Orang berambut dua warna itu adalah pemimpin markas rahasia di tempat ini, dia baru dipilih beberapa tahun yang lalu menggantikan pemimpin sebelumnya yang ditugaskan ke daerah lain oleh Pangeran mereka.
"Tuan Amon " panggilnya.
"Hmm, bagaimana? "
"Anak-anak itu baru saja kembali ke tempat mereka masing-masing untuk beristirahat. Kelihatannya mereka sangat kelelahan! " pria itu berhenti sejenak untuk menyusun apa yang ingin dia katakan selanjutnya.
"Tuan, tidakkah Tuan berpikir latihan yang diberikan kepada mereka terlalu berat? "
"Kenapa, apa kau merasa kasihan pada anak-anak itu? " tanya Amon tanpa perubahan ekspresi, namun suara beratnya terdengar sinis.
"... Mereka sudah mencapai batasnya Tuan. Sepertinya kita harus menurunkan tingkat kesulitan latihan. "
"Apa kau sedang mengajariku? "
"Tentu saja tidak. Tapi kita semua tahu kalau latihan yang diberikan kepada mereka bukanlah pada tempatnya. Belum pernah ada pendatang baru yang diberikan pelatihan seberat ini sebelumnya. Saya hanya takut mereka tidak bisa bertahan. " jawab pria berambut pendek tenang.
"Biarkan saja. Justru ini dibuat untuk melihat seberapa mampu mereka. Kalau mereka tidak sanggup, artinya mereka tidak pantas menjadi prajurit bayangan. Kirimkan saja mereka kembali tempat asalnya. "
"Tapi mereka adalah anak-anak yang dipilih langsung oleh Yang Mulia, apakah anda sanggup mempertanggung jawabkannya bila terjadi sesuatu yang buruk selama pelatihan? "
Amon menundukkan wajah berpura-pura sedang menatap pedang yang ada di tangannya, untuk menyembunyikan emosi yang nampak jelas di matanya.
Pria itu sedang kesal. Justru karena alasan itulah Amon bersikap keras pada pendatang baru sejak awal.
Para calon prajurit yang dipilih langsung oleh Pangeran kedua?. Kenapa mereka begitu spesial? Memangnya apa kelebihan mereka dibandingkan yang lain? Sampai-sampai Pangeran sendiri yang harus datang menjemput dan memilih mereka.
Belum pernah ada yang diperlakukan se istimewa itu sebelumnya, termasuk dirinya. Para calon prajurit yang datang sebelumnya hanya dipilih oleh orang suruhan Pangeran kedua. Setelah melalui latihan dalam jangka waktu tertentu mereka baru bisa bertemu dengan Pangeran, itu pun saat sedang bertugas.
Pada saat itu dia sedang mempersiapkan kedatangan para calon prajurit baru, karena dia sudah diberitahu akan kedatangan mereka satu bulan sebelumnya. Tapi begitu mendengar bahwa mereka dipilih langsung oleh Pangeran sendiri dia merasa terkejut. Ada perasaan iri di dalam hatinya.
Kenapa Pangeran harus pergi ke tempat itu sendiri untuk memilih secara langsung? Apa karena tempat itu adalah milik dari kenalan lama guru Pangeran?. Apa pun alasannya Amon merasa mereka tidak layak. Karenanya sejak awal pria itu merancang latihan yang seharusnya pantas dilakukan prajurit senior untuk Biru dan teman-temannya. Semua itu untuk menunjukkan kepada Pangeran bahwa anak-anak itu tidak pantas mendapatkan perlakuan istimewa darinya.
Satu hal yang Amon tidak tahu, bahwa latihan berat yang dia rancang karena rasa iri itu justru membuat mereka jadi lebih kuat.
Setelah mengatakan beberapa kata lagi pria berambut pendek itu keluar dari ruangan. Pria ini bukannya tidak tahu alasan Amon memperlakukan para pendatang baru dengan berbeda. Dia bahkan terkejut kaptennya memiliki sifat kekanak-kanakan seperti itu.
Dirinya dan Amon sudah lama bertempur bersama, jadi bisa dibilang dia sangat mengenal sifat Amon dengan baik. Meskipun tampangnya agak menakutkan tapi sebenarnya pria itu memiliki hati yang baik.
Jadi ketika dirinya sebagai instruktur tiba-tiba diberi tugas untuk memberikan latihan yang tidak masuk akal pada para pemula, dia sudah bisa menebak alasannya.
Sebagai seorang teman, dirinya hanya bisa memberikan sedikit saran agar kaptennya tidak terjebak dalam perasaan pribadi.
Harus dia akui para pendatang baru kali ini memang sangat mengejutkan. Mulai dari perlakuan istimewa Pangeran pada mereka, sampai kemampuan mereka. Terutama seorang bocah bermata biru itu.
Selain warna matanya yang berbeda dari segi penampilan dia juga berbeda. Di matanya bocah itu terlihat seperti banci. Namun yang membuat dia terkejut adalah, meskipun dia terlihat paling muda dan paling lemah dari teman-temannya, ternyata staminanya jauh lebih kuat dari yang lain.
Pada saat berbaris maupun berlari, bocah bermata biru itu selalu berada di barisan paling akhir. Tapi dia satu-satunya yang mampu bertahan dari pelatihan yang tidak masuk di akal ini. Saat dia merasa tidak ada yang melihat, anak kurus itu membantu mendorong teman-temannya yang lain agar bangkit dan menyelesaikan latihan.
Instruktur itu tidak menyangka, dengan tubuh kecil seperti anak-anak dia ternyata sangatlah luar biasa.
Karena takut nantinya bocah itu akan mendapatkan masalah, dia sengaja tidak melaporkan tentang kelebihannya kepada siapa pun. Setiap hari dia akan pergi dan melaporkan perkembangan para anak baru secara keseluruhan, namun dia secara sengaja tidak pernah menyinggung tentang bocah bermata biru.
Entah kenapa dia yakin pemuda ini akan memperoleh kesuksesan suatu hari nanti. Diam-diam pria berkulit coklat itu menaruh harapan yang besar kepada Biru.