Hari sudah hampir sore ketika Biru kembali ke asrama. Setelah acara perpisahan yang penuh air mata dengan para pekerja, dia memutuskan untuk pulang karena dia masih harus berkemas.
Karena takut mereka akan datang ke asrama untuk mengantarkan kepergiannya besok, maka hari ini Biru menghentikan semua pekerjaan dan menggantinya dengan makan siang bersama.
Besok pagi adalah hari keberangkatan. Berat rasanya bagi Biru harus meninggalkan tempat dia dibesarkan ini, tapi dia tetap harus pergi.
Dalam hatinya dia mengeluh, kenapa Pangeran hanya memberikan waktu dua hari sebelum keberangkatan. Dua hari terlalu singkat untuk dapat menyelesaikan semuanya, masih banyak hal yang belum bisa dia tangani. Namun disisi lain Biru sadar bahwa keputusan itu sudah tepat, karena semakin lama waktu yang ditunda maka akan semakin berat pula mereka akan pergi.
Setelah sampai di asrama Biru berniat untuk mandi terlebih dahulu, lalu setelah itu makan malam sebelum berkemas. Hari ini Guru Maina mengatakan bahwa mereka akan makan malam bersama, keluarga berempat, jadi Biru tidak boleh terlambat.
Sambil berjalan Biru memikirkan benda apa saja yang harus dia bawa besok. Tapi setelah dipikirkan sepertinya dia tidak punya terlalu banyak barang, kalaupun kurang tinggal beli saja nanti di tempat tujuan.
Karena berjalan sambil berpikir tidak terasa dia sudah hampir tiba di asrama. Pada saat itu dari jauh dia melihat ada seseorang berdiri sambil menghadap ke arahnya. Dari bentuk pakaiannya kelihatannya seperti seorang wanita.
Ketika dia sudah semakin dekat tiba-tiba orang itu berlari ke arahnya. Sissil yang bergaun ungu muda menghampirinya dengan mata berkaca-kaca.
"Biru.. ku dengar dari temanmu, katanya kamu akan pergi jauh besok, apa itu benar? " tanya gadis itu sambil mengatur kembali nafasnya.
Biru menatap gadis cantik di hadapannya. Dia baru ingat kalau dia belum berpamitan dengan temannya yang satu ini.
"Iya, itu benar" jawab Biru, dia merasa malu karena lupa memberitahu Sissil tentang kepergiannya.
"Kenapa kamu pergi ke sana? tidak bisakah kalau kau tidak pergi? "
"Tidak bisa, aku harus pergi. Ada urusan penting yang harus ku lakukan"
Sissil menundukkan kepalanya. Air mata yang sejak tadi dia tahan mengalir tak terbendung.
"Kapan kau akan kembali? " suaranya sedikit bergetar.
"Entahlah. Mungkin.. dalam beberapa tahun" jawab biru tenang.
Sissil mengangkat kepalanya "Kenapa lama sekali??? "
Biru terkejut melihat gadis itu berderai air mata.
'Kenapa dia menangis? '
Kemudian Sissil kembali berkata perlahan "Tidak bisakah kau membawaku bersamamu? "
Biru terdiam sebentar. Kepalanya penuh dengan pertanyaan, kenapa dia harus membawanya? bukankah Sissil punya pekerjaan yang bagus di penginapan, masa iya dia mau melepaskannya demi bisa pergi dengannya, apa dia bodoh? Haruskan dia membawanya? , untuk apa?, mereka kan bukan keluarga.
Dan akhirnya Biru berkata "Maaf Sissil, aku tidak bisa membawamu. Aku bahkan tidak tahu kehidupan macam apa yang akan kujalani nanti. Mungkin juga akan ada banyak bahaya, jadi aku tidak bisa membawamu bersamaku. "
Sissil merasa sangat sedih mendengar jawaban Biru. Ekspresinya penuh kekecewaan. Saat dia ingin bicara lagi, tiba-tiba Rudd muncul dari belakang.
"Di sini kau rupanya. Ibu sudah sejak tadi menunggumu, dia ada di ruanganmu sekarang. Cepat masuk! "
"Oh, benarkah? "
Biru menghadap gadis yang masih menangis di depannya "Sissil, aku harus masuk dan berkemas sekarang. Kau juga kembalilah, tidak aman keluar di malam hari"
Setelah mengatakan beberapa kata lagi kemudian Biru masuk ke asrama.
Setelah Biru tidak keliatan lagi Rudd berkata "Lupakanlah adikku, hubungan kalian tidak akan pernah berhasil! "
Gadis itu terkejut. 'Jadi dia tahu perasaan ku, tapi kenapa Biru tidak? '
Sissil berbalik menghadap ke arah Rudd berada "Kenapa?? apa karena menurutmu aku tidak pantas untuknya? "
Rudd menggelengkan kepalanya "Bukan, bukan karena itu"
Kemudian pemuda itu mendekat ke Sissil "Mau ku beritahukan sebuah rahasia? " Rudd mencondongkan kepalanya ke depan lalu membisikkan sesuatu di dekat telinga gadis itu.
Setelah mengatakan hal itu, kemudian Rudd berbalik meninggalkan tempat dan masuk ke dalam asrama tanpa menoleh lagi.
Sissil tidak tahu bagaimana dia kembali ke Penginapan Naga Merah. Ekspresi wajahnya sangat aneh sejak dia mendengar apa yang dikatakan Rudd di depan asrama, bahkan saat teman-temannya hawatir dan bertanya apa yang terjadi gadis itu tidak menjawab. Yang dia lakukan hanya kembali ke kamarnya dan menutup pintunya dengan rapat.
Sambil duduk di tepi tempat tidur Sissil mengingat kembali apa yang dikatakan pemuda itu.
'Dia bilang Biru adalah seorang gadis. Jadi selama ini aku jatuh cinta pada jenis kelamin yang sama?? Ini sangat memalukan! Jauh lebih buruk dari cinta yang ditolak. ' gadis itu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur, dan kembali menangis di atas bantal karena patah hati.
Dia sudah lama merasa kalau Biru berbeda dari pemuda yang selama ini dia jumpai. Selain kulitnya yang lebih putih dan halus, suaranya juga lebih lembut. Bahkan terkadang dirinya merasa minder setiap kali bertemu dengan Biru. Bagaimana bisa seorang pria secantik itu. Tapi dia benar-benar tidak pernah menyangka kalau ternyata pemuda yang ia cintai adalah seorang wanita.
Sissil masih menangis sedih. harapannya telah musnah, hatinya juga telah hancur. Untung saja dia belum sempat menyatakan perasaannya pada Biru, kalau tidak dimana dia harus meletakkan mukanya.