Biru dan Guru Maina begitu asik mengobrol, sampai tidak terasa langit diluar sudah sangat gelap. Setelah mengucapkan beberapa kata lagi Biru kemudian pergi meninggalkan ruangan Guru Maina dengan hati yang lebih ceria.
Sementara itu di Penginapan Naga Merah. Pangeran Yohan sedang duduk di balik meja dengan sebuah buku di tangannya. Rambutnya yang sehitam malam sesekali bergerak tertiup angin. Matanya yang cerah dan cemerlang tak pernah lepas dari benda yang dia pegang.
Jendela ruangan itu terbuka. Semilir angin membawa aroma pohon cemara memasuki ruangan, yang mana membuat orang yang menghirupnya merasa nyaman.
Disaat pria itu sedang asik membaca, dua orang yang berdiri di depan pintu sedang sibuk mengadu mata. Mereka saling melotot hingga seolah mengeluarkan percikan listrik diantara keduanya. Meskipun keduanya tidak mengeluarkan suara, tapi tingkah mereka sudah cukup untuk mengganggu suasana hati pangeran yang sedang baik.
"Sepertinya kalian berdua punya terlalu banyak waktu luang. Kalau kalian menganggur, bagaimana kalau aku kirim kalian ke kota Suyi untuk bertugas? " kata pria itu tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya.
Mendengar ucapan pangeran, Rhys dan Kiel terkejut, lalu secara reflek menoleh ke arah orang yang baru saja berbicara. Siapa yang tidak tahu kota Suyi itu tempat yang seperti apa. Itu adalah sebuah pulau di ujung wilayah kekuasaan, dan pulau itu adalah wilayah milik Pangeran Yohan.
Pulau itu menyimpan banyak material berharga, sehingga cocok untuk menjadi kota pertambangan. Tapi meskipun tempat itu menyimpan banyak harta, tetapi tempatnya tandus dan gersang, dan juga jauh dari peradaban.
Kedua pria itu merinding bila memikirkan mereka akan dikirim ke sana, mereka pasti akan menderita. Kemanapun asalkan jangan ke kota Suyi. Siapa yang tahu apa yang terjadi pada mereka setelah dikirim kesana, mungkin juga mereka tidak akan lagi punya nyawa.
Sebenarnya apa yang dipikirkan mereka berdua terlalu berlebihan. Meskipun berada di tempat yang jauh dari peradaban, namun Pangeran Yohan tidak pernah mengabaikan para pekerja yang ada disana.
Setiap beberapa bulan sekali, selalu ada orang yang dikirim kesana untuk membawa beraneka macam kebutuhan mereka sehari-hari. Makanan, pakaian bahkan gaji, mereka tak akan pernah kekurangan.
"Terimakasih Yang Mulia, tapi sayangnya saya sangat sibuk sekarang. Saya hampir tidak punya waktu untuk mengurus hal yang lain, karena itu saya permisi dulu. " dia buru-buru menyingkir sebelum tuannya berubah pikiran.
Pria itu bergegas ke pintu. Tapi sebelum keluar dari ruangan dia berbalik menghadap Pangeran.
"Ngomong-ngomong pengawal anda ini sepertinya terlalu menganggur akhir-akhir ini. Dia pantas dikirim kesana. "
"Diam! "
Kiel sama sekali tidak marah meskipun dia dibentak, dengan langkah ringan dia berjalan meninggalkan tempat itu. Justru dia dalam suasana hati yang baik saat ini.
Selama bertahun-tahun tidak ada orang yang bisa mengalahkan Rhys dalam hal kemampuan dan kecakapan, mungkin karena itu dia sangat angkuh. Namun sekarang tandingan pria sombong itu sudah muncul, dan tak akan lama lagi Rhys pasti akan dibuat sangat kesal olehnya, terlebih lagi orang itu adalah seorang gadis. Hanya dengan memikirkan hal itu saja membuat senyuman mengembang di bibir Kiel.
Ingin sekali Kiel bisa berada disana pada saat itu terjadi, untuk menyaksikan kegembiraan. Tapi sayangnya dia harus terjebak di desa kecil ini. Tak apa, suatu hari nanti dia pasti akan mendapatkan kesempatan itu. Jadi pria yang sedang bahagia itu terus melangkah sambil menyenandungkan lagu ceria.
Setelah orang yang membuatnya kesal pergi, Rhys berjalan mendekat ke Pangeran.
"Yang Mulia, laporan dari mata-mata baru saja masuk. Katanya Pangeran ketiga memanggil para pejabat yang masih netral dengan dalih mengadakan pesta di kediamannya. Dia pasti ingin menarik mereka ke pihaknya."
"Sepertinya Pangeran ketiga dan Ratu Sira sudah tidak sabar merebut tahta. Apakah Yang Mulia tidak ingin mempercepat rencana yang sudah kita siapkan? " Rhys tampak sedikit cemas.
Pria itu sedikit mengangkat wajahnya memandang orang dihadapannya, tapi sesaat kemudian matanya kembali kepada buku yang dibawanya.
"Rencana akan tetap sama seperti sebelumnya. Untuk apa terburu-buru kalau hasilnya tidak sesuai harapan." ucapnya dengan nada datar, tak ada perubahan emosi apa pun pada wajahnya.
Mendengar jawaban tuannya, Rhys terdiam. Meski pun dia tidak mengerti, tapi dia percaya Pangeran punya rencana yang matang. Dia adalah seorang prajurit, mana dia tahu tentang politik. Meski pun setelah sekian lama mengikuti Pangeran kedua, akhirnya dia paham sedikit-sedikit.
Rhys jadi semakin membenci mereka. Pangeran ketiga dan ibunya sama saja. Mereka sama-sama memiliki hati hitam dan sifat yang licik. Mereka tidak segan melakukan apa pun, dan juga mengorbankan siapa pun demi tercapai tujuan yang diinginkan.
Jangan sampai mereka mendapat apa yang mereka inginkan. Kalau sampai Pangeran ketiga menjadi Raja, rakyat pasti akan menderita, dan Kerajaan ini pasti akan hancur. Sebelum hal itu terjadi, mereka harus dihancurkan, bersama dengan para pengikutnya.