Keesokan harinya.
Pagi hari di Perguruan Elang Putih. Rudd sedang mencari Biru ke kamarnya, tapi ternyata dia tidak ada disana. Padahal Rudd buru-buru ingin memberitahukan tentang berita yang baru dia dengar.
Rudd kemudian pergi bertanya pada anak-anak yang tinggal tidak jauh dari ruangan Biru. Rudd bahkan juga bertanya pada petugas kebersihan yang ada disekitar sana.
Semua orang yang dia tanya menjawab bahwa mereka belum melihat Biru sejak kemarin. Yang artinya, kalau anak itu belum pulang setelah seharian keluar dari asrama.
"Ck, kemana sih perginya anak itu, kenapa tidak pulang seharian? dan kenapa sih dia harus pergi disaat-saat penting seperti ini?"
Setelah tidak berhasil menemukan Biru, akhirnya Rudd menghela nafas pasrah "Haah.. ya sudah lah, mau bagaimana lagi?!. Lagi pula sudah terlambat juga kalau mau mendaftar sekarang".
"Ayah juga salah. Kenapa dia harus memberitahu hal penting seperti ini disaat mendadak? seharusnya dia memberitahukan beberapa hari sebelumnya. Biru pasti akan sangat menyesal waktu dia kembali nanti".
Rudd berjalan kembali ke rumahnya, sambil tak hentinya menggerutu. Rudd benar, Biru akan sangat menyesal begitu dia pulang. Namun yang tidak diketahui oleh Rudd adalah, bahwa Biru bukan menyesal karena tidak bisa mengikuti perekrutan, melainkan dia menyesal karena dia tidak bisa sembunyi lebih awal.
Setelah pengumuman oleh Guru besar kemarin, ada sembilan ratus enam puluhan yang mendaftar. Dan sa'at hari kedua, hanya tinggal ada lima puluh peserta yang tersisa. Lima puluh peserta ini akan dipertandingkan lagi, hingga terpilih beberapa orang yang terbaik.
Hari masih agak pagi, dan persiapan pertandingan masih dilakukan. Saat itu murid-murid yang tersisa masih belum berkumpul. Sebagian sedang berlatih keras untuk mempersiapkan diri. Sebagian lagi sedang bersantai di halaman, agar mereka tidak terlalu gugup saat pertandingan.
Tak jauh dari murid-murid yang sedang bersantai itu seorang pemuda sedang berlari, pemuda itu bergerak ke kiri dan ke kanan menghindari kerumunan para penonton yang ingin menyaksikan pertarungan. Anak muda itu baru berhenti ketika dia sampai dibawah pohon besar.
Rupanya di bawah pohon itu sedang duduk beberapa murid yang masuk ke babak berikutnya.
Sambil terengah-engah pemuda itu mencoba meluruskan kakinya di atas tanah.
"Kenapa denganmu, seperti habis melihat hantu saja? " tanya Dion.
"Bukannya baru saja melihat hantu, tapi aku baru saja mendapatkan informasi yang mengejutkan tentang perekrutan ini" jawab Teran sambil mengatur nafasnya.
"Gosip apa lagi yang kau dapatkan kali ini? " Harol bertanya. Bocah itu selalu kurang dalam hal belajar bela diri, tapi dia selalu yang terdepan kalau mengenai gosip. Itu sebabnya dia gagal dalam pertandingan kali ini.
Si tukang gosip yang dimaksud tersinggung dengan perkataan temannya. Seolah-olah dirinya hanya dikenal karena mulut ember nya.
"Jangan sembarangan bicara, ini bukan gosip, ini fakta" Teran terdiam sebentar memandangi mata ragu mereka. "Tapi kelihatannya kalian tidak tertarik. Kalau begitu lebih baik aku pergi saja"
Teran melangkah mantap meninggalkan teman-temannya. Dia yakin kalau dirinya pasti akan ditahan pergi karena mereka penasaran dengan berita yang dia dapatkan.
Beberapa pemuda itu saling memandang. Sebenarnya disaat seperti ini mereka sedang tidak berminat mendengarkan gosip apa pun. karena mereka sedang tegang menghadapi pertandingan yang akan datang.
Kalau dihari biasa mereka pasti dengan senang hati mendengarkan apa pun gosip yang dibawa Teran, lagi pula itu gratis. Tapi ada rasa penasaran di hati mereka yang tak bisa mereka tahan. Dari mana lagi mereka mendapatkan gosip terbaru kalau bukan dari temannya itu, apa lagi dia bilang gosip kali ini tentang perekrutan yang sedang mereka ikuti.
"Hei tunggu dulu, kau mau pergi kemana? tadi kau bilang berita kali ini tentang pertandingan ini"
'Asik. Aku menang' Teran merasa sangat senang dalam hatinya.
Sambil berbalik pemuda berkulit tembaga itu berkata "Tentu saja. Aku kan tidak pernah berbohong! "
"Apa kalian tau siapa orang yang mengadakan perekrutan kali ini? "
"Saudagar kaya? "
"Bukan! "
"Pasti seorang bangsawan! "
"Hampir, tapi kurang tepat" jawab Teran.
"Sudah katakan saja. Kami jadi penasaran"
"Orang itu bukan hanya seorang bangsawan, tapi juga anggota keluarga kerajaan".
" Uhuk.. " teman yang ada didepannya tersedak air yang baru saja di minumnya.
"Apa tadi kau bilang, keluarga kerajaan?? "
"Itu benar! " jawab Teran bangga.
"Apa kau juga tau siapa namanya? "
"Oh tentu saja aku tahu. Orang itu adalah Pangeran Yohan, Pangeran kedua kerajaan kita"
Teman-temannya terdiam mendengar perkataan Teran. Mereka tidak percaya dengan yang dikatakannya.
"Ah.. jangan bicara sembarangan. Bagaimana mungkin keluarga kerajaan datang ke tempat terpencil seperti ini?".
" Terlalu mengada-ada "
Teran yang dianggap berbohong merasa terluka dihatinya. "Hei aku bersungguh-sungguh. Aku tidak bohong! "
"Dari mana kamu tahu tentang berita ini? "
"Aku tidak sengaja mendengarnya dari para Tetua di aula tadi" jawab Teran.
Teran mengatakan yang sesungguhnya. Dia memang mendengarnya sendiri saat para Tetua sedang mengobrol. Adapun mengapa dia ada disana adalah karena dia sedang sedih karena kalah di babak pertama pertandingan.
Teran tidak menyangka kalau dia akan kalah di tahap awal. Padahal dia sudah sangat yakin dia pasti akan lolos seleksi.
Karena merasa kecewa sekaligus malu, dia bersembunyi di aula yang sepi agar bisa menangis sepuasnya. Siapa yang sangka saat sedang meratapi nasib, dia malah mendengar sesuatu yang mengejutkan.
"Kalau dia mendengarnya dari Tetua, berarti itu benar" kata Toni.
"Kalau di ingat-ingat lagi, bukankah Guru Gora yang datang tahun lalu adalah teman lama Guru Yon? Katanya dia adalah guru dari Pangeran kedua" kata Harol
"Pasti beliau datang kesini karena gurunya"