Chereads / Senja Kian Memudar / Chapter 18 - Episode 18

Chapter 18 - Episode 18

Gimana caranya gue bisa mengkorek informasi dari bang Adi kalau dari tadi semua langkahku diawasi oleh Viana. Memang sih, Mustika, bilang untuk dibiarkan saja tetapi gue juga enggak enak sama Viana enggak bisa nepati janji.

"Kenapa sih Lay kok gelisah begitu?" tanya Mustika sudah selesai packing gamis.

Di butiknya tante Adel selain menjual secara offline juga menjual online, persiangan bisnis yang gila-gilain membuat para pengusaha memutar otaknya memikirkan biar bisnisnya tidak kalah saing dengan yang lain.

Memang, Viana, sangat cocok ditaruh live streaming selain memiliki wajah yang cantik dia juga goodlucking yang membuat orang betah menatap wajahnya. Namun gerak geriknya sesekali mengawasiku, pasti dia takut kalau gue dekat dengan bang Adi.

"Ini gue mau tanya sama bang Adi tapi takut jika Viana salah paham, Tik." Ucapku gelisah.

Mustika tertawa. "ngapain juga sih lo harus takut. Lagipula bang Adi masih jomblo wajar jika didekati banyak perempuan, Lay."

"Termasuk lo kan?" candaku tetapi gue melihat perubahan dari diri Mustika.

Ada segurat wajah tak terbantahkan, sepertinya gue tahu Mustika ada rasa terhadap bang Adi. Namun, gue tahu dia masih malu mengakuinya, enggak seperti Viana yang terang-terangan meminta gue agar tidak terlalu dekat dengan bang Adi.

"Enggak kok, Lay. Eh gue mau ke toilet dulu ya?" Mustika langsung ngibrit meninggalkan gue begitu saja.

Sikapnya yang begini membuat gue yakin hatinya memang untuk bang Adi, dan sepertinya bang Adi memang cocok terhadap perempuan seperti Mustika. Gue rasa tante Adel juga akan setuju memiliki calon menantu yang baik seperti Mustika.

***

Huft! Gue bisa juga melalui kerja yang lumayan menguras waktu. Enggak ada orang lain di sini kecuali gue, bang Adi dan Anisa, sedang yang lain sudah pulang sesuai dengan jamnya. Gue sengaja pulang paling akhir karena ada yang mau dibicarakan sama bang Adi.

"Harusnya, Kakak, enggak usah pulang paling akhir begini loh." Ucap Anisa segan.

Gue nyengir. "enggak apa-apa kok Nis, lagipula saya emang ada yang dibicarakan sama bang Adi."

"Eh gitu ya Kak?" tanya Anisa terkejut. "kenapa, Kak Lay, enggak bicara saat istirahat saja?"

"Dia takut, Nis. Tiga perempuan rese itu sudah bertindak sama Lay." sambung Bang Adi.

"Kok, Abang, bisa tahu? Pasti nguping pembicaraan saya sama Viana ya?" tuduhku.

Bang Adi menahan tawanya. "enggaklah, Lay! Kurang kerjaan gue nguping pembicaraan ciwi-ciwi seperti kalian."

"Terus kenapa, Abang, bisa tahu saya habis dilabrak sama mereka?" tanyaku bingung.

"Jelas saja, Abang, tahu, Kak. Kak Viana sudah biasa bersikap begitu sama semua karyawan baru yang ada di sini, Kak." jelas Anisa sambil memantau bagian gamis yang tadi diserbu oleh pembeli sebab tante Adel dadakan memberika diskon untuk semua membernya.

"Apa salah satunya Mustika juga pernah dibegitukan sama Viana, Nis?" tanyaku lagi.

Anisa menggeleng. "enggak, Kak. Kalau, kak Mustika, lebih dulu kerja di sini, jadi kak Viana enggak berani sama kak Mustika."

Oke! Sekarang gue paham kenapa Mustika terlihat biasa saja melihat Viana mencecar gue dengan tuduhannya. Rupanya, Mustika, kerja lebih dulu di sini ketimbang Viana. Namun kenapa Mustika enggak berani bilang kalau suka sama Bang Adi ya? Ini semua membuat gue pusing.

"Apa dari sekian banyaknya karyawan tante Adel enggak ada yang menarik buat Abang?" tanyaku melirik Bang Adi pura-pura sibuk dengan ponselnya.

"E-eh, sepertinya enggak ada kok, Lay." sanggahnya.

"Dih, bohong banget si Abang!" tegur Anisa. "ada yang disukai sama Abang kok Kak."

Kakak dan adik ini kalau ketemu sering banget berantem, mengingatkan gue sama Andra. Walau kami berdua bukan saudara kandung tetapi setiap kali bertemu ada saja yang diperdebatkan. Dan, gue pun terkadang memang menikmati moment debat dengan Andra.

"Eh seriusan? Siapa itu, Nis? Apa saya kenal orangnya?" tanyaku gemas.

Enggak bisa gua bayangkan jika perempuan yang disukai oleh Bang Adi adalah Viana. Akan menjadi seperti apa nasib percintaan mereka? Gue saja bisa langsung sekali tebak orang seperti Viana enggak akan mau jika diajak hidup susah.

Namanya pengusaha ada pasang surutnya gimana kalau suatu saat usaha Bang Adi jatuh bangkrut. Dia bisa ditinggalkan oleh Viana begitu saja. Kalau bisa sih Bang Adi jangan ada rasa sama Viana. Jika perlu gue sendiri yang akan menggagalkan perasaan Bang Adi terhadap Viana.

"Jelas saja Kak Lay kenal karena orangnya ada disekitar Kakak sendiri." jawab Anisa jahil. Dia sengaja membuat gue semakin penasaran.

"Ayo dong kasih tahu sama, Kakak, siapa perempuan yang beruntung bisa mendapatkan hatinya Abang?" desakku. "Bukan, Viana, kan?"

Anisa menatap Bang Adi, sedang yang ditatap hanya cuek.

"Tentu bukan kok, Kak. Perempuan itu namanya kak Mustika, orang yang sudah menjadi sahabat barunya Kakak." jawab Anisa jujur.

Waw! Sungguh di luar prediksi sekali, kenapa bisa berkaitan begini ya? Mungkin memang ini yang dinamakan jodoh, gue harus membantu mereka berdua agar bisa bersama. Dan sepertinya, Gita, harus menelan pil pahit karena gagal menjodohkan gue sama Bang Adi.

"Eh seriusan Bang Adi suka sama Mustika?" tanyaku kembali bersemangat.

Bang Adi mengangguk malu-malu. "iya, Lay, tapi sepertinya Mustika enggak suka sama gue."

Lagi! Gue berada diposisi yang lumayan sulit jika gue jujur tentang isi hati Mustika nanti dikira gue berbohong karena belum ada klarifikasi dari Mustika sendiri. Tetapi kalau gue enggak jujur kasihan Bang Adi sudah sangat berharap dengan Mustika.

"Kalau misalkan Mustikanya suka juga sama Abang gimana?" gue masih berusaha memancing Bang Adi agar bisa membuka kedua matanya untuk memperjuangkan hatinya.

"Impossible, Lay. Gue tahu betul selera Mustika seperti apa." tunduk Bang Adi

"Enggak ada yang enggak mungkin di dunia ini kecuali kematian, Bang. Kenapa enggak dicoba dulu sih, Bang?" tanyaku geregetan.

"Tuh kan, aku bilang juga apa, Bang." Anisa memilih duduk di samping gue. "bukan cuma aku yang minta, Abang, berjuang. Gimana, kak Mustika, bisa tahu kalau, Abang, sendiri enggak mengatakan perasaannya."

"Dicoba saja, Bang. Gue sebenarnya juga malas jika berhadapan dengan Viana yang menuduhku ada rasa sama Abang." gue masih kesal mengingat kejadian tadi siang. Baru juga datang eh sudah main dilabrak sama Viana.

"Tapi kalau misalkan gue ditolak gimana? Jujur nih gue sama kalian, hati gue belum siap disakiti untuk yang kedua kalinya." Bang Adi terlihat sangat frustasi.

Kenapa ada laki-laki yang takut ditolak ya? Kalau perempuan menembak laki-laki duluan, wajar jika takut ditolak. Ini kan Bang Adi laki-laki justru harus siap ditolak oleh perempuan. Kalau dia begini terus selamanya juga enggak bisa dapat pasangan yang dia cintai.

"Maju saja sih, Bang. Gue percaya kok cinta lo pasti diterima sama Mustika." gue menggenggam tangan seakan memberinya semangat.

"Emangnya lo yakin Mustika akan menerima gue?" tanya Bang Adi ragu.

Gue mengendikkan bahu. "makanya, Abang, coba saja dulu. Kalaupun ditolak gampang tinggal cari laki-laki lain, Bang."

Susah sekali membujuk Bang Adi buat berjuang, gue sampai bingung sendiri. Apa gue harus turun tangan juga membantu kelancaran hubungan mereka berdua? Sedang gue saja masih betah sendiri, eh lebih tepatnya masih belum bisa membuka hati.

"Sudah biarin saja Kak Lay. Aku saja yang adiknya sampai berbusa membujuknya setengah mati tapi harus gagal di tengah jalan." keluh Anisa.

"Nah ini yang salah, Bang. Masa iya, Abang, sudah didukung sama adiknya sendiri masih enggak punya semangat yang tinggi?" bujukku. "begini saja deh, Bang. Sekarang ini kan saya sudah resmi jadi sahabatnya Mustika, gimana kalau saya bantuin, Abang, buat dapatin hatinya Mustika?" saranku semoga dipikirkan matang-matang oleh Bang Adi.

"Lo beneran mau bantuin gue buat dapatin hatinya Mustika? Enggak cuma bohong kan?" tanya Bang Adi memastikan.

"Tentu dong, Bang. Ngapain juga saya bohong, walau enggak punya pacar tapi saya juga ingin orang disekeliling saya punya tambatan hati. Jadi gimana, Bang, apa tawaran saya diterima?"

Gue sudah sejauh ini membantu sekuat tenaga agar Mustika dan Bang Adi bisa bersama. Jika masih ada penolakan maka gue akan angkat tangan saat itu juga.