Didedikasikan untuk d
"Kamu yang membuat rasaku semakin tidak karuan. Kamu yang membuatnya menjadi lebih besar. Dan aku, semakin nyaman ketika bersama dan bertemu kamu. Kamu, iya kamu!"
*-*-*-*
Dear kamu, iya kamu
Telah beberapa bulan aku mengenalmu. Beberapa bulan juga aku menyimpan kagum terhadapmu. Aku tetap tidak mau bicara. Aku bungkam.
Aku hanya menyimpan rasa kagum itu sendiri . Hanya tuhan dan aku yang tau perasaanku. Aku senang melihatmu. Aku senang berada di dekatmu.
Sampai akhirnya temanku mengetahuinya. Karena tak sengaja aku mengungkapkannya. Aku memuji dia di depan temanku. Temanku hanya bertanya 'apakah kamu suka?' kamu suka?' tapi bodohnya aku menjawab iya. Disini memang aku yang salah.
Seketika itu juga. Aku menyuruhnya berjanji untuk tidak membocorkan perihal ini kepada siapa pun. Tapi pernyataan itu membuat overthingking.
Tapi akhirnya, setelah beberapa minggu, memang tidak ada yang tau. Dan aku merasa sedikit lega. Keadaan, melerai rasa risau yang ada di dalam dada.
Setelah beberapa bulan lagi. Periode pun berganti. Dari periode 2018-2019 menjadi periode 2019-2020. Dan dia, iya dia yang terpilih menjadi ketua umum organisasi.
Ketika lama aku menyimpan kagum. Dan kamu saat itu sudah semakin berkembang. Telah terpilih menjadi ketua organisasi. Aku ikut bangga, tapi aku berfikir. 'emang aku siapanya, kok ikut bangga?'.
Tapi benar adanya, aku bangga. Aku bangga terhadapmu dan terhadap pencapaianmu. Dan aku bangga terhadap perasaan kagum yang saat itu tetap aman tersimpan di hati. Hanya aku yang merasakannya.
Waktu terus berjalan. Aku sering sekali bertemu kamu. Hingga aku merindu ketika tak bersamamu. Parahnya aku, sampai merindukanmu, padahal kamu ada di dekatku.
Tapi rasa itu bukan sekedar rindu. Tanpa aku sadari, rasa itu berubah menjadi cinta. Iya, cinta. Rasa yang membuatku semakin ingin terus bersamamu. Yang saat itu aku tidak berfikir panjang bagaimana jika aku terus mencintaimu.
Dan berfikir 'mencintai itu enak ya' dan aku menilai, lebih suka mencintai dari pada dicintai. Mungkin saat itu aku belum mengerti, dan mungkin masih di nilai 'cinta monyet'.
Hati dan perasaan bersatu membentuk suatu keputusan. 'aku mencintainya. Dan aku benar-benar mencintainya'.
Dan saat itu logika belum kuat untuk menyampaikan pendapatnya. Hanya hati dan perasaan mulai mencua dan berkembang. Hingga rasa dan hati yang merasa 'ingin memiliki'.
Aku menginginkannya terus berada di dekatku. Aku menganggapnya lebih dari sekedar ketua. Tapi apalah daya. Dia menganggapku seorang kader saja. Hanya teman, tak lebih. Dan memang tak pantas untuk lebih.
Sebenarnya aku sudah bosan dan capek pada perasaan yang aku pendam sendiri. Akhirnya aku memilih untuk lebih fokus pada organisasi tersebut. Mengembangkan diriku agar bisa menjadi sepertinya. Iya, seperti dia, seperti dia yang sedang aku rindukan seperti dia yang namanya kini ada di dalam hati.
*-*-*-*
Dialog hati
"Hati, engkau boleh merasa capek. Engkau boleh berkeluh kesah. Tapi, jangan berhenti. Kamu masih memiliki kesempatan untuk menggapai semua imajinasi.
Hati, aku sangat membutuhkanmu. Tapi terkadang kamu membuatku kesal. Hati, kamu terlalu lemah. Kenapa kamu merasa tidak kuat untuk memendam?.
Aku telah membulatkan tekat. Aku akan kuat. Tapi kamu, hati. Kamu lelah di tengah jalan. Aku sangat menikmati rasa ini. Sangat sangat menikmati. Tapi hati, terlalu lemah. Terlalu mudah untuk mengidentifikasi rasa.
Ketika dia tidak mendengarkanku, hatiku sakit. Ketika dia mengacuhkanku, hatiku sakit. Ketika aku merindukannya, hatiku sakit. Hati, sakitmu juga sakitku. Ayo, ayo kita berkompromi.
Kamu jangan egois, hati. Kamu yang memulai perasaan ini. Dan kamu juga yang harus menyelesaikan. Aku belum siap menyelesaikan rasa ini. Tapi kamu lelah di tengah jalan. Kamu menyuruhku berhenti berharap. Padahal aku sangat menikmati masa-masa jatuh cinta ini.
Tapi sekali lagi, kamu menghancurkan perasaanku. Tapi rasaku padamu tak hilang. Masih menetap pada dasar hati yang curam. Aku takut, jika tidak lepas. Maka, hati ini akan jatuh menuju jurang yang paling dalam. Dan tak ada yang menolong untuk kembali ke permukaan.
Tapi mungkin cara dan sikapmu sendiri yang akan membuatku seperti itu.
Sampai mana aku kuat mencintaimu?. Aku tidak tahu. Yang aku tahu hanya sakit ketika mencintaimu. Perih ketika berharap padamu. Dan hancur ketika melihatmu bersama dengannya. Iya, dengannya. Dengan dia yang engkau cintai.
Sekali lagi, ini bukan epilog yang menggantung. Ini hanyalah bagian dari spoiler yang akan aku jabarkan dengan sedetail mungkin. Semangat untuk kalian yang sedang berada di faseku.
Semoga ending kisah kalian, lebih baik dariku".
*-*-*-*
Dear kamu, iya kamu
Kamu, aku harap kamu tidak tau. Tapi, tidak mungkin rasa yang terpaku ini akan menetap. Ia pasti akan ingin pergi mengungkapkan.
Jika kamu tau. Apakah kamu mau membantuku membujuk hati?. Kamu, tolong tau. Hati ini telah remuk redam karena kamu. Rasa ini kamu tumbuhkan tanpa tahu. Rasa ini engkau besarkan tanpa menyentuh.
Hey kamu, aku ingin jujur. Aku sangat mencintaimu. Tapi bagaimana juga, kamu tidak akan peduli.
Seperti tulisan yang takkan kau baca.
Seperti lukisan yang takkan kau lihat.
Seperti melodi yang takkan kau dengarkan.
Seperti soal fisika yang takkan kau kerjakan.
Dan seperti perintah yang kau acuhkan.
Tak ada gunanya aku merengek untuk mengungkap. Kau pun tak akan peduli.
Apakah kamu tau. Hatiku sekarang sedang remuk redam. Sakit, tapi tak tau apa obatnya. Akhirnya aku mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan perasaanku menjadi lebih baik ketika itu. Tapi kamu, kamu yang membuat perasaan ini semakin menggebu.
Aku mencintaimu, aku kagum padamu. Sangat wajar jika kamu menolaknya. Tapi caramu menolak, sangat menyakitanku.
Cobalah sekali saja menjadi diriku. Ketika kamu mencintaiku, dan aku menolakmu dengan cara membencimu. Bernada tinggi ketika berbicara denganku. Enggan menatapku. Dan menyindirmu melalui story media sosial ku.
Apakah kau yakin akan kuat ketika menjadi aku?. Aku sih tidak. Sangat tidak.
Sudahlah, aku terlalu sakit mencintaimu. Aku capek menangis karenamu. Dan aku benci ketika kamu berubah sikap padaku, tidak seperti dulu ketika aku masih bungkam dan kau yang tak tau apa-apa mengenai perasaanku.
-edisi suara hati-
-aku bingung bagaimana cara hati ini mengungkap kebenaran. Jika aku boleh dan di segankan. Aku akan mengatakan sejujur-jujurnya perasaanku.
-sangat susah, logika telah bangkit. Dia telah mengadu untuk menyuarakan rasa hati. Tapi aku, aku yang menahannya.
-karena aku rasa, sekarang bukan waktu yang tepat. Aku takut pengungkapan itu menjadi penghancur segalanya.
-dengan sekuat tenaga aku mengajak hati dan logika berkompromi. Dan akhirnya, hujan risau telah sedikit mereda. Dan aku berharap, tak ada lagi risau yang dengan sengaja menghantam benak yang sekarang sedang 'tuli' tak mau mendengarkan apapun.
-ysmn
SURABAYA
3 NOVEMBER 2020
---------------------------------------------------------------------------