...…..
Malam gelap di istana Gao yang sunyi.
Istana peristirahatan milik Putra Mahkota yang megah dengan pemandangan alam dan beberapa paviliun yang indah, termasuk salah satu pavilion di mana Hong tidur begitu lelap di atas ranjangnya, dua pelayan kecil duduk hingga tertidur di dekat ranjang, dua pengawal di depan pintu, dan beberapa di depan gerbang.
NuMa masuk ke kamar memeriksa keadaan, ia selalu melakukannya memastikan keamanan tuannya.
"NuMa" dua pelayan muda langsung menegakkan tubuhnya melihat NuMa mendekat ke ranjang.
"Kalian tetap waspada yah"
Hong tidur hingga selimutnya berceceran hingga ke bawah ranjang, ia mengingau.
"Ayo Loh kejar layangan itu, jangan sampai hilang"
NuMa menaikkan selimut hingga ke atas dada Hong, wanita yang usianya diatas lima puluhan itu tersenyum melihat wajah manis Hong yang terus mengingau dengan penuh semangat.
"Hehehe Yang Mulia ini"
Tak lama NuMa dan dua pelayan kecil yang selalu mengikutinya keluar kamar, menutup pintu rapat dan berbicara sesuatu pada pengawal di depan pintu, saat tanpa siapapun sadari ada bayangan hitam melesat di atas atap pavilion.
......
Burung malam bernyanyi, angin malam berhembus agak kencang hingga menggoyang kumpulan batang bambu kuning di depan halaman paviliun.
Hong bermimpi, ia berdiri di tengah padang rumput di mana tempat itu asing baginya tapi memiliki perasaan yang sangat akrab, ia berputar melihat sekelilingnya, perasaan yang sangat nyaman tak bisa berhenti tersenyum hanya dengan berdiri melihat keindahan padang rumput dengan berbagai bentuk dan warna bunga yang cantik, pohon tinggi lebat yang melambai seolah ikut menari saat dibelai angin yang datang berhembus.
Kupu-kupu yang indah, kelinci putih yang berlarian, burung-burung cantik, seekor burung berwarna kuning yang kerap terbang di depan wajahnya seolah berusaha menarik perhatiannya.
"Hehehe kau cantik sekali"
Saat burung itu hinggap di tangannya seseorang seolah mendekat padanya, diam berdiri tak jauh di depannya memanggil namanya.
"Hong, adik Hong"
Tapi, Hong tidak bisa melihat wajahnya, orang itu, mungkin sosok pemuda dengan tubuh tinggi tegap dan rambut hitam panjang yang melambai bersama angin, pakaian sutra halus dominan putih dan biru langit yang ringan, bau yang samar tercium saat hembusan angin melewatinya, pemuda itu bergerak mendekati Hong, Hong berusaha melihat wajah sosok itu tapi ia tidak bisa, hanya bentuk kosong yang sekuat apapun ia berusaha tetap tidak bisa membentuknya dengan jelas.
"Adik Hong, ayo kita pulang"
Tangan orang itu berusaha menggapainya, tapi, suara keras membangunkannya.
"Yang Mulia!" teriakan samar, lama-lama menjadi semakin jelas.
Hawa panas yang membakar, Hong membuka matanya lebar melihat sekelilingnya sudah dilahap api.
"Kak apa yang terjadi?" Hong menarik kakinya, hampir semua dinding kamarnya sudah dijalar api merah yang menyala dengan liar, begitu cepat merambat semua pintu dan tirai yang mudah terbakar api.
NuEr berdiri di dekat ranjang berusaha mengibas api dengan kipas besarnya.
"Yang Mulia ayo kita harus segera keluar, uhuk uhuk"
Hong bingung bagaimana malam yang tenang tiba-tiba kamarnya terbakar, suhu panasnya membuat kulitnya hampir terbakar.
Beberapa pelayan berusaha memadamkan api yang menutupi jalan keluar, semua tempat hampir habis dilahap api kecuali ranjangnya karena sejak tadi NuEr dan Sun berusaha memadamkan api dengan segala cara.
"Yang Mulia cepat keluar" seru Sun.
Dari arah pintu tampak samar NuMa dan beberapa pengawal yang berusaha merangsek masuk.
"Yang Mulia!"
Hong turun dari ranjangnya tapi mereka tidak bisa kemana-mana, Hong melirik selimut tebal sutra berkualitas tinggi miliknya yang terkenal tahan api, ia menariknya dan memakaikannya pada dua pelayan kecil di depannya lalu mendorong mereka ke arah jalan keluar terlebih dahulu.
"Kakak cepat keluar" Sun dan NuEr terkejut karena Hong tiba-tiba mendorong mereka hingga keluar pintu, dan saat Hong hendak melewati api kobarannya semakin besar, Hong menghindar tapi ia tidak punya banyak tempat untuk pergi saat ini, sekelilingnya sudah dikepung api yang semakin panas.
"Uhuk uhuk"
"Tidak Yang Mulia" NuMa berusaha masuk menyongsong kamar di mana Hong masih terjebak di dalamnya,
Hong berusaha mencari jalan tapi semua jalan sudah ditutup api yang membara.
"Uhuk uhuk, bibi!"
Para pengawal dan pekerja istana berlari ke sana kemari berusaha memadamkan api dengan air dalam ember, tapi kobaran api yang sangat besar hampir tak bisa dipadamkan dengan air sedikit saja.
NuMa semakin cemas, wanita itu berusaha melewati api yang semakin besar, ini sangat bahaya karena pangeran kecilnya masih terkepung di dalam, tanpa pikir lebih lama wanita itu mempertaruhkan nyawanya menerjang api.
"Tidak bibi Nu!"
Balok kayu jatuh saat wanita itu melewati kobaran api yang semakin lebat mengenai tangannya dan membakar sebagian lengan bajunya, Hong segera memadamkannya.
"Bibi apa yang bibi lakukan?"
NuMa merintih kesakitan, tapi wanita itu memeluk Hong dengan tubuhnya saat api mengepung semakin dekat.
Hong tak bisa melakukan apapun, pavilion itu hampir runtuh karena api sudah membakar hampir semua tiang besar, napaspun semakin sesak karena udara sudah hampir tidak ada, suara teriakan para pelayan dan pengawal di depan pintu masih terdengar jelas, semua berusaha memadamkan api yang datang entah darimana.
"Uhuk uhuk bibi Nu" Hong lemas, tenaganya habis dan sepertinya ia tidak punya tenaga lagi untuk berlari menerjang api.
NuMa melindungi kepala Hong dengan tubuhnya saat pasak dekat ranjang hendak runtuh, seharusnya ia melindungi tuannya dan keluar tapi semua jalan sudah tertutup api, hampir tidak mungkin bagi mereka untuk keluar.
"Yang Mulia maafkan hamba karena tidak bisa melindungi Yang Mulia, hamba akan mati melindungi Yang Mulia uhuk uhuk"
"Krekk krekkk"
NuMa memejamkan matanya tepat saat pasak itu runtuh, Hong sudah lemas karena udara yang semakin sesak, ia setengah sadar saat melihat bayangan seseorang yang kini ada di depan mereka, seolah mimpi, tepat saat pasak itu runtuh sosok itu menahannya dengan punggungnya hingga tidak mengenai dirinya dan NuMa.
"Ekh adik Hong"
Suara itu, menyadarkan Hong kembali, setengah sadar Hong masih bisa melihat seseorang yang sudah berada dekat di depannya dan tersenyum padanya.
"He adik, kau tidak apa-apa?"
Hong seperti mendengar suara yang sangat akrab, sesaat ia berpikir mungkin itu orang yang sangat dirindukannya, dan, sosok itu ternyata adalah YangLe yang kini tersenyum walau pasak begitu berat tertahan di punggungnya.
"Kak" sepasang mata Hong yang sayu melihat YangLe yang kini justru tersenyum dan mengangkat tangannya membelai pipi Hong.
"He tidak apa-apa dik, kau akan baik-baik saja, ekh"
Hong memejamkan matanya, walau masih sempat mendengar suara keributan seperti beberapa orang yang merangsek masuk ke kobaran api dengan cepat dan mematikan api dengan ilmu tenaga dalam mereka.
Brukkk!! BuAn datang dan menghempas pasak kayu besar di punggung YangLe dengan tenaga dalamnya, seketika YangLe jatuh terduduk sambil memegang Hong yang sudah terkulai tak sadarkan diri.
"Yang Mulia! Anda tidak apa-apa?" seru BuAn, YangLe menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak apa-apa Bu, cepat bawa bibi NuMa keluar dari sini"
BuAn mengangguk.
"Siap Yang Mulia"
Beberapa pengawal merangsek masuk ke kamar dan memadamkan sisa api dengan tenaga dalam mereka.
Sambil menggendong tubuh HongEr keluar bangunan yang sudah habis terbakar YangLe mengeretakkan giginya, bagaimana istana dengan pengawalan tingkat tinggi seperti ini masih kecolongan, punggungnya sakit bukan main, tapi ia lega, karena Hong sepertinya tidak terluka parah.
"Heh adik"
#####################