Chereads / Dance Of The Red Peacock.Ind / Chapter 48 - Pria Di Balik Tirai

Chapter 48 - Pria Di Balik Tirai

--------------

FeiEr keluar dari ruang tengah rumah besar dengan mata yang masih menatap tajam ke arah GuiSe. SongEr menahan tangan Fei.

"Fei ayo kita lihat HongEr, menurut tuan Jie benar, tidak ada bukti kalau pemuda itu menaruh racun di dalam minuman Hong, ia juga tidak mengaku itu miliknya, ia mengatakan minuman itu sudah ada di sana untuk diambil Hong sebelum ia mendekat"

Fei menatap SongEr tajam.

"Kau percaya padanya? Kau tahu dia siapa? Mereka dari klan Bulan Merah, kemungkinan besar orang-orang yang dulu menyerang penginapan juga berasal dari klan Bulan Merah, mereka mungkin datang lagi untuk melukai HongEr"

TingTing mendekat.

"Tapi Fei, Hong itu hanya anak kecil, tidak ada musuh siapa yang begitu ingin melukainya? Kurasa masalah ini tidak semudah itu"

Fei menghempas tangan teman-temannya yang memegangnya, menghentikan jalannya menatap mereka dengan kesal.

"Kalian! Hong diracuni, ini masalah besar, dan kalian pikir pelakunya bisa pergi begitu saja, aku tidak bisa biarkan ini terjadi, walau harus membunuh akan kulakukan demi HongEr!" Suara Fei keras sengaja tertuju pada GuiSe yang berjalan keluar bersama beberapa anggota klannya, mereka sepertinya siap melawan kalau Fei kembali menyerang.

BaiHu berhenti di depan Fei, menatap Fei tajam.

"Fei kembali ke kamar"

Fei gagap, ia begitu kesal tapi Ayahandanya hanya bicara seperti itu dan bergerak ke arah gerbang keluar.

"Ayahanda!"

Song menepuk pundak Fei.

"Fei kita tidak ada bukti saat ini, maksud tuan Jie juga benar, lebih baik kita buka mata lebar-lebar mulai detik ini"

Ia mengandeng tangan Fei mengikuti BaiHu.

"Ta tapi, Ayahanda, bukti apa lagi yang kurang kuat? Hong bisa membenarkan ucapanku saat ia sadar nanti, aku tidak berbohong!"

Di sisi GuiSe.

Pemuda itu berdiri melihat Fei yang keluar gerbang rumah besar,

"Tuan muda, apa, tuan muda..." Tanya seorang anggota klan yang berdiri di samping GuiSe.

GuiSe menggelengkan kepalanya,

"Untuk apa aku melakukannya, melukai anak itu akan membuat kita semua celaka, sejak awal perintahnya adalah jangan sampai menyentuhnya sehelai rambut pun sampai perintah itu diturunkan, tapi sepertinya, ada yang mendahului kita"

...................

Tak jauh dari kediaman SangGuan, di sebuah penginapan mewah khusus untuk tamu pejabat tinggi dan orang sangat kaya.

Seorang pria berpakaian hitam baru saja masuk ke dalam sebuah kamar VIP di lantai tiga, beberapa pria bertubuh besar berdiri di depan pintu seperti penjaga, wajah mereka asing, kemungkinan memang bukan rakyat Tang.

"Salam Yang Mulia"

Pria yang masuk ke dalam kamar langsung menurunkan lututnya memberi hormat seseorang yang duduk membelakangi pintu, menikmati teh hangatnya, seseorang dengan pakaian luar biasa indah berkilauan seakan berlapis emas murni, mahkota kecil di atas cepol rambutnya yang kecoklatan, ada emblem giok berukir tergantung di pinggangnya, menyerupai lambang negara Hua, wajahnya tidak tampak jelas di balik tirai yang perlahan tertiup angin tapi dilihat dari banyaknya orang yang melayani di sekitarnya itu sepertinya bukan orang biasa.

"Klek" suara cangkir perlahan turun kembali ke atas meja.

"Bagaimana? Sudah bisa pastikan?" Suara orang itu berat dan dalam, dari suaranya saja bisa terdengar begitu mendominasi, bukan orang biasa.

Pria itu mengepalkan tangan di depan kepalanya yang masih tertunduk dalam.

"Sudah Yang Mulia, tapi, tidak ada reaksi seperti yang penasehat utarakan, anak itu, bahkan hampir kehilangan nyawanya"

Pria itu menunggu suara tuannya yang diam tak langsung menjawab, ia bergetar saat pria itu menghentak permukaan meja dengan tangannya keras.

"Kurang ajar! Siapa yang memerintahkan kalian untuk melukainya? Anak itu begitu berharga kalau sampai ia terluka sedikit saja nyawa kalian taruhannya!"

Pria itu menundukkan kepalanya makin dalam dan gentar.

"Ampun Yang Mulia kami hanya memberikan obat itu sesuai instruksi penasehat, jumlahnya bahkan sangat sedikit, mohon ampuni kami"

Pria di balik kursi terdengar menarik napas panjang, ia masih mengepalkan tangannya di atas meja.

"Jangan lakukan hal bodoh, panggil semuanya mundur, orang-orang tidak becus"

Pria itu mengangguk.

"Siap Yang Mulia"

Tak lama setelah pria itu keluar pintu.

Seorang pria berwajah serius mendekat, mata berbentuk panjang segaris dengan bola mata yang kecil namun memiliki tatapan sangat tajam, postur tubuh kurus tinggi dengan kulit agak gelap, sebuah kipas besar di tangannya dan wajah datar yang hampir tidak menunjukkan ekspresinya, ia PaoTu, salah satu sastrawan dan negarawan terkenal yang sempat menghilang dari dunia persilatan selama beberapa waktu, kini baru menunjukkan wajahnya, ia mendekat dan memberi hormat pada pria yang duduk di kursi besarnya.

"Yang Mulia, anak itu mungkin bukan seperti yang kita pikirkan selama ini, kalau ia benar keturunan Pendeta sakti ia tidak akan terpengaruh atau bahkan bereaksi dengan serbuk bunga HueYang, apa mungkin hanya kebetulan ia bisa menarik belati itu dengan mudah"

***Bunga HueYang sejenis bunga menyerupai lili air berwarna ungu, bahkan sedikit saja serbuknya terhirup bisa menyebabkan lumpuh hingga kematian, bunga yang hanya tumbuh liar di daerah dingin dan penuh salju di atas gunung tinggi negara perbatasan Hua.

Sosok yang duduk di balik kursi tak langsung menjawab, ia mengangkat cangkir tehnya meneguknya pelan.

"Guru harusnya mendiskusinya terlebih dahulu, anak itu tidak bisa ilmu tenaga dalam, serbuk bunga HueYang bisa menjadi sangat berbahaya untuknya, kita tidak bisa mengambil resiko itu"

PaoTu menurunkan kepalanya.

"Maafkan hamba tidak mendiskusinya terlebih dulu Yang Mulia, hamba pastikan serbuk itu diberikan dalam takaran yang sangat kecil, hanya melumpuhkan saja"

Dari suaranya sepertinya emosi orang duduk di kursi perlahan mereda.

"Heh, bisa jadi ada kemungkinan lain guru, bagaimanapun di dunia ini tidak ada yang bisa menarik belati itu selain keturunan langsung Pendeta Sakti yang kini sudah tidak ada, apa kemungkinan paling besarnya selain itu?"

PaoTu mengelus janggut pendek di dagunya, ia mengerutkan dahinya berpikir.

"Hmh"

------------------