Chereads / PONZ crew / Chapter 19 - [17] Hentikan Saja Waktu [2]

Chapter 19 - [17] Hentikan Saja Waktu [2]

Berdy mengetuk pintu rumah bercat putih. Kami berlima menunggu didepan teras .

"assalamualaikum buk? "

" walaikum salam, iya? "Terdengar suara dari dalam rumah, sesaat pintu terbuka.

" iya. Oalah Berdy to, Sama siapa, Ayo masuk dulu " Seorang perempuan tua menyambut nya dengan ramah. Berdy memberi tanda pada kami untuk masuk. Kami pun bergegas.

" iya bu. Sama temen temen " Berdy menjawab. Aku dan yang lain maju memperkenalkan diri.

" silahkan duduk dulu! "beliau mempersilahkan dan kami duduk.

" didik ada bu? " lanjut Berdy.

" ada sih ber, cuma barusan keluar, ke rumah Heri, katanya sebentar kok" jawab ibu Didik." sebentar ibu buatkan minum " lanjut beliau.

" ndak usah repot bu, Udah tadi dirumah ike" jawabku basa basi. Gatot menyenggol kakiku sambil mengerutkan alisnya. Aku senyum.

Namun ibunya didik tak menghiraukan ucapanku dan berlalu ke dalam.

Rencananya malam ini kami mau tidur di rumah Didik. Dia ini teman Berdy waktu masih sekolah di Tuban. Teman akrab sepertinya. Terlihat dari ibunya Didik yang nampak sangat senang dengan kedatangan Berdy.

Kamipun mulai mengumpulkan tas dan gitar disudut ruang tamu. Nanang melepas jaket dan slayer hitam, dilempar ke lantai. Penat pasti dia. Begitu juga yang lain. Setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan hampir tiga jam.

Aku merebahkan tubuh dikursi dan berusaha menutup mata. Otakku masih saja bergelut dengan hatiku atas pertemuan tadi. Masih terngiang dikepala canda dan senyum yang sudah sekian lama tak pernah mengisi bilik memori pikiranku, kini kubuka lagi dan masih akan kulanjutkan.

Tak kusadari, lamunanku itu membawa mataku pada kepenatan dan mulai terasa berat. Akupun tertidur walau sejenak.

---

Lepas sholat ashar aku dan yang lain berkumpul diteras rumah Didik sambil menyantap lagi hidangan dan es teh yang tersisa.

Didik keluar dari dalam sambil memasukkan kaos hitam dengan gambar grup band Dewa 19 kedalam celana jeans nya.

"udah? Ayo ber jadi kan?" tanya Didik pada Berdy yang sedang santai dilantai.

"sekarang? Ayo! " balas Berdy sambil melihat pada kami.

" nah itu ike, datang juga " ucap Didik melempar pandangan. Ike tersenyum diatas motornya yang baru diparkir.

Dia diajak Berdy kerumah Nita buat jadi teman nanti. Kan Nita cewek sendirian. Dan aku setuju.

" berangkat yok.. " sahut Sigit sambil melingkarkan gitar nilon merk Yamaha ke pundaknya.

Dan lima motor keluar halaman rumah Didik beriringan setelah berpamitan. Berdy membonceng ike, sekarang aku naik motor sendiri soalnya jok belakang jatah Nita.. Hehehe.

---------

TOK TOK TOK [suara kayu diketuk jari tangan]

" assalamualaikum?"

"iya, walaikum salam, sebentar " pasti suara ibu Nita dari dalam. Aku masih belum lupa. Jantung mulai berdegup.

" lohh.. Kamu aldo kan?. Kapan datang? " ibu Nita seperti terkejut tapi sepertinya beliau senang melihatku, beliau tersenyum. Alhamdulillah.

" iya bu,, tadi siang, sama temen temen " jawabku sambil melepas jabat tangan ibu Nita.

" ini siapa saja" tanya ibu Nita sambil mengulurkan tangan, dan teman teman bergantian menyebutkan namanya sambil menjabat tangan beliau.

"ini teman sekelas saya semua bu " jawab ku.

" iya, saya ibunya Nita... ayo duduk dulu,. Nita masih mandi.. Gimana sekolah mu al? "

" alhamdulillah bu, baik, kan masih sebulan! " sahut Gatot. Ibu Nita tersenyum.

Tak lama berselang setelah aku duduk, Nita muncul dari dalam. Dan aku kembali terpukau dengan wanita yang beranjak dewasa itu. Begitu cantik dan anggun dengan senyum tipis dihiasi lesung pipi yang terbawa diwajahnya. .

Berbajukan kaos putih gambar daun pohon waru warna merah muda. Sepertinya menggambarkan perasaan nya saat itu yang sedang bahagia. Rambutnya yang sedikit basah tersisir halus dibelah tengah.

"Sungguh bidadari surga!" Dalam Otakku berkata.

"ayo al" ajakan Nita mengusir imajinasiku. " udah ta. Pamit dulu sama ibu!"

" iya bu.. Maaf saya mau ajak Nita keluar kalo boleh? "

" iya..boleh al, wong anaknya udah dandan gitu kok,..Tapi jangan malam malam pulangnya, nanti ayahnya marah! " pesan ibu Nita sambil tersenyum mengiringi keberangkatan kami.

-----

Sabtu malam minggu ketika itu, dan motor kami melaju pelan menyusuri jalan Kota Tuban.

Berdy dan Ike didepan rombongan, memimpin. Didik dan teman teman yang lain berikutnya. Dan aku dibelakang.

"nita.." hatiku mulai berdebar merasakan tubuhku didekapnya.

"iya al,knapa? "

" kamu tahu kenapa motor ini jalannya pelan ?" tanya ku seraya menoleh kesamping sebentar.

" emm kenapa..? " Nita berbisik ditelinga kiriku.

" ya kusuruhlah biar gak cepat sampai "

Jawaban ku disambut tawa Nita. Tahu maksud ku.

" Nita? "

" ya al, apalagi? " Nita tertawa.

" jangan terlalu erat ya meluknya, Bisa nggak? " tanya ku lagi. Mimik muka berlagak serius.

"kenapa? " tanya Nita sedikit meregangkan pelukannya.

" ya kasihan kan hatiku, Terlalu kau kekang, nanti sakit dia hahahaha! " jawabku membuat Nita makin mempererat pelukannya seraya tersenyum lebar.

Begitulah tawa kami berdua mengiring  perjalanan senja itu. Aku dan Nita hanyut dalam kepasrahan hati masing-masing yang sedang ditimang rasa rindu.

Nita menyandarkan kepala di punggung ku.

"aldo, aku kangen! " ucapannya disamping wajahku. Aku tersenyum tanpa dia sadari.

Turun dari motor yang kuparkir sebelah warung bambu, Nita langsung menyeret tanganku, mengajakku menyusuri hamparan pasir putih.

Nanang dan yang lainpun berhamburan . Begitu juga Berdy dan ike yang mengikuti hatinya.

Nita menggandeng tanganku dan mengajak ku menjauh, berjalan menyisir pantai yang mulai senja. Ombak yang siang tadi begitu gagah, sore itu layu namun masih terlihat anggun. Nampak beberapa burung camar terbang menjauh menuju peraduan.

Aku menggenggam lima jari lentik Nita erat, seakan tak mau terlepas lagi meski sesaat.

Nita pun begitu, kami saling memahami kerinduan ini. Membiarkan raga memuaskan dahaga nya.

"aldo..kamu kangen kan? " Nita kembali mengulang pertanyaan diatas motor tadi.

"enggak " jawab ku. Nita sontak menoleh.

" kok gitu? " tanya Nita, alisnya sedikit terangkat.

" ya kangen sapa dulu? " godaku.

"kangen akulah" jawab Nita menegaskan.

"la itu sudah terjawab ! "candaku diikuti cubitan kecil dilenganku dan sejenak menyandarkan kepalanya dibahu.

Kami terus berjalan pelan sambil sesekali bermain pasir yang tertinggal ombak. Kaki kami tersentuh riak dipantai.

" Nita, lihat, senja itu! "pandangan kuarahkan.

" iya al, knapa?

"aku pengen jadi dia! "ucap ku. Nita memperhatikan.

" ya knapa? "

" saling percaya, percaya jika senja pergi, malam akan menggantikan. " aku melihat raut Nita, alis matanya keatas.

" he em! " Nita menganggukan kepala. Sepertinya dia paham.

Langkah kuhentikan, Nita mengikuti. " aku ingin kita saling percaya Nita, meski kita jauh! " aku memegang bahunya.

" iya aldo, aku mengerti! "

Aku melangkah lagi. Bayangan hitam mulai nampak menghitamkan langit diatas kami. Senja pun berlalu dan penguasa malam merajai langit.

Kami ber sembilan duduk melingkari api unggun kecil yang dibuat Sigit. Panasnya menghangatkan tubuh.

Gatot mengupas jagung manis yang tadi beli dipasar sama Didik dan mulai membakarnya.

Koko memasukkan kayu. Nanang mengambil gitar yang disandarkan di sebelah batu besar.

Nampak Koko datang membawa tas kresek hitam. Kopi nampaknya. Kopi dan teh panas.

"aku satu ko! " pinta Sigit.

" iya bentar git, kebagian kok tenang aja! " balas koko sambil membagi bungkusan kopi. Nita dan Ike teh panas.

" makasi ko! " Nita dan Ike menerima pesanannya.

Lengkap sudah hari itu. Api dan kayu. Gitar dan jagung. Berdy dan ide. Aku dan Nita. Sahabat dan kopinya. Begitu sempurna.

Nanang mulai memetik dawai ​ senar nilon gitarku dan melantunkan lagu. Anyer dari Slank. Ini salah satu lagu yang sering kami mainkan ketika sedang berkumpul di warung cak pon. Nampak Nanang begitu menghayati setiap liriknya.

... "MALAM INI DITEPI PANTAI AKU MELAYANG .. MALAM INI .. KATA HATI HARUS TERPENUHI.."

Ya, Malam ini, aku bagai melayang di sanjung pujian. Malam ini, aku dan Nita seperti dibawa malaikat kedunia yang lain. Dunia yang mempertemukan kami dua tahun lalu. Dunia yang memandu dua hati lewat Surat Bergaris.

Dunia kami berdua. Duniaku dan Rachma Yuanita.

Waktu hampir larut ketika aku mengajak Nita bergeser menjauh dari api unggun.

"knapa al? " tanya Nita.

Aku diam sejenak, menatap matanya. Memegang bahunya "Nita.. "

" iya aldo "Nita menatap mataku. Tapi kali ini tanpa senyum. Dia sepertinya tahu yang akan kuucapkan.

"besok aku harus kembali, Pulang!"

Belum usai aku berucap, matanya berkaca kaca."Nita.. Jangan menangis.. Lihat mataku. Tatap aku" kedua bahunya sedikit kugoyang.

"memang berat Nita, aku juga.. Tapi kita memiliki kehidupan masing-masing.. Dan aku tak mungkin meninggalkan bagian dari hidupku itu.. Kamu juga.. Kamu paham kan maksudku?? "

" iya al.. Aku mengerti " suara Nita berat." bukan itu yang membuatku sedih.. bukan aldo.. " lanjut nya. " aku menangis karena harus melepasmu lagi al.. Seperti dulu! "

Ucapan Nita membuatku tertunduk .Berat, teramat berat!

" dulu aku hampir tak mampu menerima nya,, aku takut sekarang pun begitu aldo, Kamu mengerti kan?"

" ya Nita aku paham.! Aku sangat memahaminya!" aku menatapnya lekat. Berusaha meyakinkannya.

Nita membenamkam wajahnya kedadaku, memaksa memelukku tanpa kata. Hanya menangis. Seperti berusaha meleburkan perasaan dan tubuhnya kedalam pelukanku. Tak ingin melepaskan.

Aku tak bisa menampik wajah terkasih itu.

Kudekap lebih erat dari waktu pertama aku memeluk nya dua tahun lalu, didepan pintu masuk bis, kala itu.

Perasaan takut akan kehilangan, ragu akan perpisahan, rindu akan pertemuan bercampur didadaku. Bergelut sengit tak ada yang tahu.

Karena ini perihal hati. Tak bisa ditakar.

Bahkan oleh seorang Kahlil gibran sekalipun.

Karena hanya aku dan Nita yang memahami nya. Memahami masing-masing hati.

"selamat ulang tahun Nita, maaf aku gak ngasih kamu hadiah boneka, ini saja, semoga kamu bahagia menerimanya! " aku mencium keningnya.

___________________

NITA,

AKU PAMIT,..LAGI.

AKU PULANG LAGI , MENGULANG KEPULANGANKU YANG DULU.

AKU PERGI NITA, MENINGGALKANMU.

TAPI TIDAK PERGI DARI HATIMU!

AKU MASIH DISINI NITA , MESKI TIDAK RAGAKU, TAPI RINDUKU!

TITIP YA, JAGALAH!

SIRAM SETIAP HARI DENGAN SENYUM ITU.

JANGAN LUPA KAU DOAKAN PADA TUHAN, AGAR BUNGANYA INDAH DAN HARUM!

AKU PAMIT NITA, SALAM RINDU SELALU.

Tuban-1994/agustus

_____________________

Aku memeluk Nita untuk yang terakhir di hari itu, di malam itu, di pantai itu. Tapi bukan yang terakhir dicatatan harian hidupku.

S  E  M   O  G  A  !

_____________________

17112o