" Namaku sekarang Aisyah Rayya Prameswari "
Ujarnya sambil merapikan jilbab putih yang kini menjuntai di kepala sebagai penutup rambutnya. Sesekali jilbab putihnya tertiup angin, nampak lucu namun tak menghilangkan kesan ayu.
"Saat itu aku demikian lemah,Wid. Ketika aku menyadari bahwa aku telah berada di Sebuah Klinik yang aku lupa namanya. Untung saja petugas jaga hotel malam itu demikian cekatan, mencarikan mobil, juga membawa ku ke klinik terdekat, itupun menempuh perjalanan sekitar 1.5 jam. " tutur Rayya menerawang.
Angga, guntur, juga wiwin adalah orang-orang yang menemaniku saat itu, itupun karena mereka sedang dalam perjalanan menuju kotabaru.
Aku tidak ingat lagi berapa lama aku pingsan yang aku tahu saat itu saat aku sadar aku telah berada di klinik tersebut.
Wiwin memelukku begitu tahu aku siuman,dia sampai terisak-isak, ah mereka benar-benar sahabat yang baik.
Sesaat Rayya menghela nafas ada bening di pelupuk matanya, berusaha ia tahan namun tak urung bening itupun mengalir meninggalkan tempat dia berdiam.
Sesaat kemudian.... hening, sebelum aku bertanya dimana suamiku, guntur yang rupanya menangkap isyarat pertanyaan ku memberikan secarik kertas untuk ku.
Diantara letupan-letupan dendam kisah yang ia hadirkan surat ini mampu membuatku terus hidup. Aku merasa masih dicintai setiap aku selesai membaca surat ini.
"Ini suratnya wid." Ujar Rayya sambil
memberikan secarik kertas pada Widya, bacalah.
Sebelum membaca kami saling menatap, surat itulah satu – satunya yang tersisa dari kisah kami.
Keadaan saat itu demikian memukul ku,saat aku tahu Ryan benar-benar "hanya"menitipkan secarik surat untukku.
Rayya istri ku, sampai hari ini aku masih sangat mencintai mu terimakasih telah melayani aku sebagai suami dengan baik. menjauh lah dari kehidupan ku Ray, pergilah sejauh mungkin, lahirkan anak kita di tempat yang baik, aku sadar aku salah dan aku semakin menjadi salah ketika aku tidak mampu berbuat apapun bahkan sekedar untuk menyelamatkan mu.
Istriku terlanjur meng'kaya'kan dirinya, menganggap seluruh kemewahan adalah miliknya, hingga diapun bisa melakukan apapun atas kemewahan tersebut.
Sepeningalmu dari hotel tadi aku tetap disini dan menulis surat ini.
Maaf Ray, aku tidak bisa menemani petugas hotel untuk menyelamatkan mu semoga kamu dan anak kita mau memaafkan ku.
Maaf juga karena mobil hadiah ulang tahun mu yang masih diatas namakan namaku harus juga diambilnya begitu juga dengan rumah kita, buatnya harta ku adalah harta nya, tidak ada yang tersisa dari hubungan kita Ray, tidak ada.
Ini ada ATM beserta pinnya, di dalamnya ada berisi uang 50 juta. Pakailah untuk bekal mu hidup, pesan ku menyingkir lah secepat mungkin demi kebaikanmu dan anak kita.
dari
aku laki laki bodoh
Ryan, suamimu
Dilipat surat itu oleh Widya keduanya terisak lirih, sesekali angin dengan sangat sombongnya menyentuh pelipis mereka.
" Sejak hari itu aku memutuskan untuk menjauh dari kehidupan Ryan, suamiku. " Tutur Rayya sedikit terisak.
Kebencian ku pada Ryan semakin menjadi ketika aku ingat bahwa dia sama sekali tidak mengingat janji nya.
Dia hanya menyenangkan ku saja hari itu Ray, namun untung saja aku menjadi demikian kuat terlebih saat aku memandang wajah Rasya kecil ku, Rasya yang imut, Rasya yang menjadi pintar.
"Sungguh Wid, perjalanan itu demikian berat, hanya dengan menyandang nama Rayya aku mengingat terus tentang Ryan. Kesakitan itu menelisik ku Wid hingga aku tak pernah tahan. Itu sebabnya aku meminta ustadz Rubi menambahkan nama Aisyah didepan namaku."
" Meskipun suatu hari nanti aku tidak secerdas ibunda Aisyah, tidak setegar beliau, tidak sepiawai beliau aku mampu mengingat dalam hatiku bahwa ada nama ibunda Aisyah dalam nama ku."Rayya tersenyum tipis sangat manis.
"Memiliki suami yang meskipun tidak kaya raya sungguh jauh lebih baik dari pada kaya raya namun harus berbagi, andai hidup boleh memilih ya Wid " Keduanya terkekeh.
" Ucapanmu itu menyentil Tuhan, Ray " Jawab
Widya yang sedari tadi menemani Ray bercerita.
Sesekali beberapa acil di pehumaan menyapa mereka sambil mengulum senyum.
Hingga Rayya menerawang berkejaran dengan bayangannya sendiri, bayangan yang ditenunnya dua tahun yang lalu hingga dirinya menemukan muara hari ini.
Dan tak ada lagi ratapan Ketika hati beraroma melati Bila suatu hari engkau datang
Ijinkan ku berujar ' maaf ' Hati ini telah kau porak-porandakan..
Inginku sekarang, hanya menunggu sukses menjelang Tuhan…
Dekap aku karena ku rindu tenang.