Usai kejadian malam itu Amran belum pulang dari rumah Riana karena masih ada satu mobil lagi yang belum terbayar.
Mobil xenia DA 1754 XU warna hitam metalik. Sahabat Riana membelinya dengan pembayaran tempo dan Amran mengijinkan bukan karena Amran baik hati tapi karena semata mobil xenia itu tidak sempurna kondisinya. Ada beberapa yang sudah di modifikasi oleh Amran hingga ketidaksempurnaan nya tidak begitu nampak.
Untuk dikembalikan pada penjualnya sangat tidak mungkin karena akan memakan waktu dan biaya. Untuk di bawa ke Jawa akan memakan resiko yang tidak sedikit. Dan hari itu Riana baru tahu bahwa Amran bukan orang yang baik.
Riana berfikir keras bagaimana cara mengungkap semua kebohongan yang disimpan Amran selama menjadi suami sirri nya.
Sebenarnya hari itu adalah jadwal sahabat Riana membayar mobil yang ia beli namun atas permintaan Riana sahabatnya diminta untuk menunda pembayaran dan mengirim pesan singkat pada Amran dengan alasan uangnya belum siap.
Amran mengiyakan pesan tersebut karena Amran percaya pada sahabat Riana tersebut.
Malam itu diantara rasa sakit Riana kembali memuaskan Amran, laki laki yang masih sah menjadi suaminya di mata Tuhan.
Diantara rasa sakit itu juga ada handphone yang terus merekam aktifitas mereka.
Semua sudah dirancangnya. Riana mempersiapkan semuanya sejak siang tadi saat Amran masih di luar rumah. Riana sama sekali tidak menduga kalau Amran demikian tega padanya.
Amran yang lembut, Amran yang baik, Amran yang padanya ia serahkan seluruh jiwa raganya. Amran juga yang seketika menghancurkan harapannya.
"Terimakasih ya sayang,"
Amran me**e**p kening Riana lembut.
Riana hanya tersenyum datar. Pergulatan yang mereka lalui dengan buas telah menghabiskan seluruh tenaganya tanpa sisa.
Riana membiarkan Amran tertidur lelap. Selalu begitu, bila berada di rumahnya Amran tidak pernah diijinkannya lelah.
Riana selalu bersedia melayani semua kebutuhan suaminya, Riana hanya ingin jadi istri yang baik. Meski ia baru tahu ia tidak diperlakukan dengan baik.
Riana mengendap keluar menuju lantai bawah, duduk di kursi di beranda rumah agar ia mudah melihat siapa yang datang. Dua handphone berada dalam genggamannya.
Riana mengirimkan semua video bercintanya. Foto foto mesranya pada satu nama 'umik', nama yang dicurinya dari ponsel Amran. Riana ingin menghabisi Arman yang telah menamainya pelakor. Riana benar-benar marah. Malam panjang dalam kesendirian yang ia pertaruhkan ternyata telah di sia-siakan. Maka tak ada yang tersisa kecuali keinginan menghancurkan.
Ia sudah tidak perduli lagi. Ia meradang membaca semua tulisan Amran, ia telah siap berperang.
Sungguh, tidak sampai lima menit ponsel dengan nomer baru yang dipegangnya bergetar.
Ia berlari menuju anjungan depan rumah. Anjungan yang berada di sebrang rumahnya bentuknya tertutup. Gaun biru muda dengan celana legging warna senada membalut tubuhnya.
Ponsel baru Riana bergetar.
Riana mengangkat ponselnya .. muncul suara,
"Hey, kamu siapa."
"Hey, kamu siapa!"
Suara disebrang makin keras.
Riana mematikan ponsel dengan nomer yang baru dibelinya.
"Ibu tidak usah menghubungi saya, saya Farhat teman Riana. Saya mencintai Riana, tapi suami ibu mengambilnya dari saya. Saya sengaja melakukan ini semua agar Riana jadi milik saya."
"Sekarang ibu ikuti saran saya, jangan telp suami ibu apalagi marah marah. Ibu wa saja suruh suami ibu pulang. Setelah itu jangan perbolehkan suami ibu kemari lagi."
"Maksudnya bagaimana ?"
"Ibu telphon suami ibu dan suruh dia pulang karena dia sedang berada di rumah selingkuhannya."
"Bohong, suamiku tidak mungkin begitu. Wanita itu pelakor suamiku banyak cerita."
"Suami ibu berbohong bu, buktinya suami ibu bercinta..wkwkwk" tulis Riana yang sedang berpura-pura menjadi Farhat.
Wanita itu menghubunginya lagi, namun Riana mematikan ponselnya lagi.
"Kalau ibu tidak mengikuti saran saya terserah. Ibu akan kehilangan suami ibu selamanya. Wanita yang sedang bersetubuh dengan suami ibu sangat cantik. Tidak seperti ibu yang sudah tua dan buruk rupa hehehe"
Usai mengirimkan kata-kata itu, Riana mengirimkan foto dirinya dengan berbagai pose.
"Hancur kau !" pekik Riana dalam hati.
Ia tidak lagi memikirkan bagaimana ia dan hubungannya dengan Amran, yang ada dalam hatinya saat ini hanya dendam.
Benar, tanpa perlawanan istri Amran melakukan semua yg ditulis oleh Riana yang berpura pura menjadi Farhat.
Setengah terkejut mereka terlibat pertengkaran kata di WA.
Amran memutuskan untuk pulang meski ia resah.
"Uang pembayaran xenia, nanti orangnya suruh transfer ke aku saja ya" perintah Amran pada Riana. Riana mengangguk.
"Mas Amran tidak usah khawatir," jawab Riana sambil merapikan krah baju Amran.
Amran pulang tanpa tahu apa yang dirancang oleh Riana. Ia hanya berfikir bagaimana menjelaskan pada umik keadaan di Banjarmasin dan kenapa ia tidak segera pulang.
Ia harus membuat umik istrinya, percaya bahwa ia lama karena menunggu uang Xenia yang belum dibayar.
Namun sayang, sebelum pergi Amran terpeleset diujung tangga. Ia mengaduh dengan posisi terduduk. Saat ia mengangkat wajahnya. Ia melihat Riana berdiri di hadapannya, lidahnya terjulur, di tangannya tergenggam sebilah pisau, pisau yang siap dihujamkan ke jantung Amran.
Amran beringsut takut. Sesaat ia kerjapkan matanya. Riana sudah hilang dari kelopak matanya.
Ach... ,
Amran melenguh pelan
Ia tahu itu hanya halusinasinya saja.
Usai kejadian itu, satu pekan berjalan Amran tak ada kabar, rasa penasaran menari-nari di benak Amran, hingga suatu malam Riana memberanikan diri menulis pesan ...
"Kapan datang, aku kangen"
Pesan itu hanya terbaca tanpa jawaban hingga petang berganti terang.
Pukul 08.00 Wita...
"Rin.."
"Iya..."
"Yang beli xenia belum transfer ke mas Amran"
Amran membahas tentang Xenia, bukan tentang kabar dirinya yang ditinggalkan selama sepekan. Sudah makan atau belum, punya uang atau tidak, bahagia atau menderita. Bukan itu yang Amran tanyakan. Amran menanyakan perihal uang Xenia saja dalam chat nya.
"Lho, kok bisa" Riana berpura-pura terkejut.
"Tolong dihubungi ya Rin"
"Inggih"
"Mas Amran kapan datang" Riana mencoba menanyakan hal pribadi yang berhubungan dengan hubungan antara dirinya dan Amran.
Pertanyaan Riana tak terjawab, hening tanpa suara. Riana menangis. Dibalik bencinya ada rindu yang membuncah. Dadanya sesak. Tanyanya diabaikan begitu saja.
Harus begini kah nasib istri ke dua? tidakkah seorang laki-laki mestinya tahu tentang dosa dan hukuman akan pengingkaran janji suci di hadapan Tuhan. Mestinya para lelaki sadar, pernikahan ke dua tak ada bedanya dengan pernikahan pertama. Sama saja, sama-sama tentang janji di hadapan Allah. Yang membedakan hanya pandangan manusianya saja. Tapi sayang, manusia lebih takut pada hukuman dari manusia dari pada hukuman dari pencipta manusia.
Sehingga ketidak adilan dianggap hal biasa.
Hari selanjutnya, Amran mengirim pesan namun tetap berputar pada tanya tentang uang xenia.
Riana meradang,
Begitu hina nya istri ke dua bila demikian kenyataannya. Padahal agama tak mengajarkan demikian. Agama begitu kuat mengajarkan keadilan. Agama begitu kuat mengajarkan tentang keseimbangan, berlaku jujur dan berbuat baik.
"Rin, mas Amran minta nomer telp yang beli mobil ya"
"Iya"
"Kapan"
"Belum tahu."
"Kok belum tahu Rin,"
"Iya Riana belum tahu kapan bisa kesana mas,"
"Bukannya kamu punya nomer yang beli mobil ya?"
"Punya sih tapi nomernya sudah gak aktif lagi." Begitu alasan Riana setiap kali Amran menanyakan tentang uang xenia.
Riana terus mempermainkan Amran tanpa henti.
Amran marah. Riana bilang kalau mau Amran saja yang datang nanti diantar ke yang beli mobil.
"Seseorang telah melaporkan hubungan kita ke umik jadi sekarang ruang gerakku dibatasi, tolong Rin mengertilah aku juga rindu kamu. Tolong uangnya kamu kirim Mas Amran nggak punya uang Rin,"
Bajingan. Pekik Riana melawan batas kepercayaan. Uang satu koma tujuh milyar yang Riana lihat di struk atm Amran tidak mungkin habis.
"Rin, kok belum ada kejelasan tentang uang Xenia?"
"Riana kan bilang, mas Amran saja yang datang kesini nanti Riana antar ke yang beli xenia."
"Tolong lah Ri, mas belum bisa kesana."
Keesokan harinya ancaman demi ancaman datang.
Ada yang langsung dari Amran ada juga yang mengatasnamakan umik istri Amran.
"He, pelakor ! mana uang xenia aku umik istri Amran."
"Kalau kamu gak transfer uangnya mas khawatir umik akan menyuruh adiknya yang jadi TNI ke rumah mu lho, Ri."
Banyak sekali ancaman bernada serupa. Muncul hampir setiap hari. Diantara rasa sakitnya Riana hanya membaca tanpa membalas.
Ternyata Amran tahu dari anak buah Riana yang berkhianat bahwa uang xenia telah diambil oleh Riana. Bahwa uang xenia telah ditransfer ke rekening Riana sebanyak 22 juta.
Amran marah bukan kepalang. Setiap telp dan chat tidak pernah ditanggapi oleh Riana.
Riana makin kuat sejak ia datang ke tempat salah satu dosen fakultas hukum meminta pencerahan, beliau berkata "Tidak ada yang namanya hukum istri di tipu suami, atau suami melaporkan uangnya di habiskan oleh istri lalu istrinya dipenjara, nggak ada itu."
"Sudahlah, nggak perlu takut. santai saja. Kalau ada apa-apa hubungi saya." begitu kalimat sang dosen tampan dengan tubuh tegap dan kacamata minus itu.
Yang terjadi pada Riana selanjutnya,
Saat mandi, saat makan, saat mengajar, saat tiduran Riana selalu dikagetkan oleh suara bising di telinganya.
Pernah suatu malam Riana terasa sesak, nafasnya berat, ia terbatuk-batuk lalu kemudian muntah. Ada bercak darah tersembur dalam dahaknya.
Ada cacing kecil menggeliat diantara darah itu.
Riana menahan sakkittttt dalam dadanya yang membara.
Hingga, keputusannya tiba pada sebuah perlawanan. Semua anak buahnya harus pulang. Tempat kursus ditutup. Riana diam dikamar nya, ritual itu ia coba jalankan, ritual yang sudah 36 tahun tak pernah ia jamah.
Ia mencoba berbicara dengan kembarannya.
Wajah itu menatap tajam ke arah Riana, buas sekali ia melahap semua sesaji yang dihidangkan
Perjanjian itu mereka buat...
"Aku akan menolong mu, "ujarnya sambil tertawa nyaring, melengking.
Riana mengangguk.
Usai itu setiap malam Riana mengirimkan foto telanjang ke ponsel Amran suaminya. Setiap malam tanpa jeda.
Amran gelisah, ia mulai goyah, kelelakiannya bangkit, ia benar benar tergoda.
Berkali kali ia menghubungi Riana namun Riana tak menanggapinya. Riana marah. Foto foto itu hanya upaya. Memancing Singa keluar dari sarangnya, dan saat ia datang nanti Riana telah siap dengan bisa yang dimilikinya. Riana telah siap dengan racun di ujung lidah yang siap untuk di muntah kan. Riana akan melawan Amran, laki-laki yang dalam catatan Tuhan masih suaminya. Laki-laki yang harusnya menjadi imam bagi dirinya. Rasa sakit telah membuat Riana lupa segalanya.
Mendekatlah.. Amran ku sayang..
Suara Riana meremang...