"No honey," bisiknya sambil terus mencium tengkuk Dya.
"Kalau kamu gak mau lepasin aku sekarang, aku benar-benar akan nikah sama orang lain." Ancam Dya.
Dani tertawa mendengar ancaman Dya"Emangnya siapa yang mau nikah sama kamu?"
Dya tersenyum miring mendengar nada remeh Dani."Radit…." satu nama yang langsung membuat Dani segera melepaskan pelukannya. Tatapannya begitu dingin dan menusuk hingga suasana seketika menjadi canggung. Dan Dya menyesali mulutnya mengapa diantara sekian banyak nama harus nama itu yang terucap dari bibirnya, Dya yang semula berniat bercanda malah membuat Dani salah faham dan cemburu . Dya mendekati Dani yang berjalan menjauh darinya untuk menjelaskan kesalah fahaman yang ada. "Dani….." Panggil Dya. Namun Dani tak menggubris panggilan itu malah ia semakin menjauh tanpa mau mendengar penjelasan Dya.
"Jangan pernah bawa-bawa nama pria lain saat kau berada di rumahku. Tadinya aku pikir kau berbeda tapi ternyata kau sama saja dengan yang lainnya. Sepertinya sekali lagi aku telah salah menjatuhkan pilihan hatiku. Sepertinya orang seperti kalian memang tidak pantas untuk dicintai." Hardiknya dengan dingin kemudian melangkah menuju ke kamarnya tanpa mau berbalik melihat Dya yang sudah jatuh tersungkur. Sekali lagi ia terluka, hubungan yang baru semur jagung itu harus berakhir dengan tragis hanya karena menyebutkan sebuah nama yang tak ada artinya lagi untuknya.
Dya tersenyum miris memikirkan nasib cintanya. Ia tahu ia bersalah tapi apakah kesalahannya begitu besar hingga ia harus dibuang dengan cara seperti ini. Benarkah ia memang tidak pantas untuk dicintai? Cinta ini baru saja ia rengkuh namun harus berakhir dengan cara seperti ini. Dya menangis dalam diamnya, dadanya terasa sesak ucapan dan tatapan dingin dari Dani terus terbayang di pelupuk matanya. Sekali lagi senyum miris tercipta dibibirnya. "Dya ingatlah selalu kalau kau bukanlah siapa-siapa dan kau tidak pantas untuk dicintai." Lirihnya diantara air mata yang telah membasahi pipinya.
Ditatapnya kamar itu sekali lagi hingga sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Setelah membaca pesan itu dan membalasnya lagi-lagi senyum miris tercipta dibibirnya, air matanya semakin berlinang "Sepertinya aku memang tidak pantas dicintai oleh siapapun. Hari ini untuk pertama kalinya aku mamasuki kamar ini tapi sepertinya ini juga akan menjadi hari terakhirku menginjakkan kaki di tempat ini."
Diraihnya kertas dan polpen yang berada di laci nakas kemudian menuliskannya semua yang ingin disampaikan pada Dani.
Dear Daku.
Maafkan aku dan ijinkan aku untuk terakhir kalinya tetap memanggilmu Daku, Daniku untuk pertama kali panggilan ini ku berikan padamu hari ini. Tapi sepertinya hari ini juga akan menjadi hari terakhir aku memanggilmu dengan panggilan itu. Miris bukan karena kebodohanku aku harus kehilanganmu yang kini telah menjadi separuh hidupku.
Daku…..apa yang kau katakan memang benar adanya aku tidak pantas dicintai olehmu ataupun orang lain. Sekali lagi maafkan aku karena melukaimu, tapi percayalah tak sedikitpun niatku menyakitimu saat menyebutkan nama itu. Aku hanya tidak ingin kedekatan kita yang terlalu intim akan membawa kita ke jurang dosa yang mungkin nanti akan kita sesali. Tapi sepertinya tindakanku salah dengan membawa nama itu diantara kita karena ternyata itu melukaimu.
Aku pergi dan maafkan aku harus pamit dengan cara seperti ini, entah kapan aku bisa melihatmu lagi. Terima kasih untuk semua kebaikan hati dan semua yang telah kau lakukan untuk aku dan keluargaku. Aku tidak akan pernah bisa melupakanmu karena kau adalah 'KEHIDUPAN DAN CINTAKU' meski aku tak akan pernah bisa meraihmu sampai kapanpun.
Semoga kau menemukan gadis yang tepat untuk cintamu dan berbahagialah selamanya Doaku akan selalu menyertaimu. Meski saat ini kita berpisah dengan cara seperti ini namun aku berharap bila kita bertemu lagi suatu saat nanti kita bisa saling menyapa layaknya seorang teman lama.
Dariku yang tak pantas untuk mencitaimu
ARINDYA PUSPITA
Setelah menulis surat itu Dya segera mengeluarkan simkard yang ada di ponselnya dan meletakkan ponsel itu bersamaan dengan dengan surat yang sudah ditulisnya di atas nakas. Dengan perlahan Dya meninggalkan kamar dan mansion itu meski harus berdebat dan bebohong pada bodyguard yang berjaga di mansion Dani. Beruntung Irwan yang datang menjemput bisa meyakinkan mereka. Dan malam itu menjadi malam terakhir keluarga Kusuma berada di kota itu. Tak ada seorangpun yang tahu alasan kepergian mereka dan yang lebih membuat Dani frustasi dan nyaris menjadi gila, orang-orang suruhannya yang ia tugaskan mencari keberadaan Dya tak ada seorangpun yang mampu melacak keberadaan keluarga gadis itu. Mereka benar-benar hilang bagai di telan bumi.
Dua tahun berlalu sejak hilangnya keluarga Kusuma, Dani menatap foto seorang gadis yang terlihat tersenyum sangat ceria. Seorang gadis yang telah ia lukai karena kecemburuannya. Seorang gadis yang pergi dengan hanya meninggalkan sejuta penyesalan di hati Dani. "Kamu ada di mana honey? Mengapa begitu sulit untukku mencarimu. Seperti inikah caramu menghukumku? Ini terlalu berat bagiku honey. Apakah kau tahu betapa menyesalnya aku melukaimu saat itu? Andaikan bisa kuulang waktu maka akan kudengarkan penjelasanmu saat itu. Kata-kataku pasti begitu menyakitkan bagimu hingga kau pergi hanya dengan meninggalkan sepucuk surat dan semua barang pemberianku. Aku memang bodoh dan egois hingga tak bisa melihat ketulusanmu. Kau ingin kita saling menyapa layaknya teman lama suatu saat nanti, tapi bagaimana aku bisa menjadikanmu teman kalau di dalam hati ku kau masih menempatinya." Lirih Dani seraya memeluk foto dan surat terakhir dari Dya.
Dani sedang menutup matanya sambil membayangkan senyum sumringah yang sering ditunjukkan Dya padanya ketika tiba-tiba pintu ruangannya dibuka tanpa diketuk.
"Kakak masih memikirkan kakak ipar?" Tanya Dinda adik Dani.
"Dinda…..sudah ulang kali kakak bilang kalau mau masuk ketuk pintu dulu. Ini di kantor bukannya bandara." Ketus Dani sambil meletakkan foto dan surat yang sejak tadi di tangannya ke tempat semula.
"Emang aku pikirin serah aku dong ini kan kantor kakak aku jadi siapa yang mau larang." Jawabnya sambil duduk di sofa yang ada di ruangan Dani.
"Ada apa kau kemari? Bagaimana kabar mom dan dad?" Tanya Dani.
"Justru aku kemari karena diminta mom dan dad untuk menjengukmu, sudah setahun kami kembali kemari tapi baru dua kali kau mengunjungi kami dimansion. Kakak malah memilih menyendiri di mansion kakak. Pulanglah mom dan dad sangat mengkhawatirkan kakak."
"Iya nanti kakak ke sana tapi saat ini kakak masih banyak kerjaan jadi lebih baik kau kembali saja ke butikmu."
"Idih sibuk, iya sih sibuk tapi bukan sibuk kerja tapi sibuk mengingat kakak ipar." Pungkasnya.
"Terserah aku dong ini kan kantorku jadi aku bebas mau berbuat apa saja." Ucap Dani tak mau kalah.
"Iya aku pergi tapi jangan lupa datang kemansion utama karena sepertinya mom dan dad merindukan kakak." Peringat Dinda. Kemudian melangkah meninggalkan ruangan Dani.
Baru saja ia akan membuka kenop pintu ia kembali berbalik dan menatap sang kakak. "Semoga kakak ipar segera kakak temukan agar jangan hanya fotonya saja yang menghiasi meja kerja kakak, tapi cintanya yang nyata juga menghiasi kehidupan kakak dan keluarga kita." Ucapnya kemudian berlalu meninggalkan Dani dengan rasa sesak yang menggrogoti hatinya.
"Semoga semua harapan dan doa kita segera terjawab." Gumamnya lalu kembali menekuni berkas-berkas di hadapannya yang sejak tadi ia abaikan.
***
Sementara itu di belahan bumi yang lain seorang gadis kecil sedang berjalan terseok-seok. Kaki kecilnya melangkah satu demi satu menuju seorang wanita yang sudah menjulurkan tangan meraihnya. "M..my,my…" Oceh gadis kecil itu dengan senyum yang menampakkan empat gigi depannya yang baru tumbuh.
Dengan jahil wanita yang dipanggilnya mommy itu menjulurkan tangannya ke depan namun langkahnya malah menjauh selangkah dari bayi mungil berusia setahun itu. Sekali lagi kaki bayi mungil itu melangkahkan kakinya namun selangkah pula wanita itu menjauh darinya. Semakin bayi mungil mendekat maka semakin wanita itu menjauh darinya. Mungkin karena merasa dipermainkan oleh sang mommy ataupun karena kelelahan melatih kakinya berjalan gadis kecil itupun merajuk dan mendudukkan dirinya ke atas lantai kemudian iris abunya tampak mulai berkaca-kaca dan bibirnya yang mungil mulai bergetar perlahan-lahan.
Melihat gelagat sang putri wanita itu segera meraih bayi mungilnya itu ke dalam gendongannya. "Cup,cup,cup….siapa yang udah bikin putri mommy nangis?" tanyanya sambil mengusap air mata sang putri yang mulai berjatuhan. "U.....sayang maafin mommy ya… udah bikin tuan putrinya mommy nangis." Bujuknya sambil membelai lembut rambut sang putri.
Seorang pria berstelan jas mendekati mereka dengan senyuman yang merekah dibibirnya. "Sudah lama menunggu sayang?" Tanyanya kemudian mencium kening sang wanita dan gadis kecil itu dengan penuh cinta.
Wanita itu menjawab dengan senyuman yang tersungging di bibirnya. "Belum lama kok dad, lagi pula tadi sekalian ngelatih princess kita jalan."
"O…..jadi princessnya daddy udah mulai jalan yah?" tanyanya sambil meraih sang putri ke dalam gendongannya.
Seakan mengerti dengan ucapan sang daddy gadis kecil itu tersenyum sumringah. Ditepuk-tepukkannya kedua tangannya ke wajah sang daddy sementara sang daddy yang memang ingin bercanda dengan sang putri dengan segera mencebikkan bibirnya berpura-pura marah. Melihat hal itu sang putri bukannya takut ataupun menangis, ia malah tertawa riang menampakkan keempat gigi-gigi kecilnya. Sungguh pemandangan yang tak pernah di duga wanita itu. Setelah begitu banyak luka dan penderitaan yang ia dan keluarganya lalui kini kebahagiaan benar-benar ada di depan matanya. Tanpa ia sadari setetes cairan mengalir di sudut matanya. Ia benar benar berharap semua kebahagiaan itu tidak akan pernah berakhir.
"Ada apa sayang? Kenapa kau menangis?" Tanya pria itu pada sang istri sambil mengusap air mata yang ada di sudut mata sang istri.
"Ah…tidak apa-apa sayang aku hanya bahagia dan tidak pernah menduga kalau kebahagiaan akhirnya datang juga padaku.
***