"Brengsek…" Entah untuk keberapa kalinya Dani mengumpat semenjak hilangnya Dya. Sudah lebih dari dua minggu Dya menghilang bagai di telan bumi. Seluruh orang terbaik telah ia kerahkan namun tak satu pun yang membawa kabar baik untuknya. Ia bagai kehilangan arah bahkan untuk menyentuh makanan yang disediakan untuknya saja rasanya ia tak punya waktu, semua waktunya ia habiskan untuk mencari Dya. Di semua wilayah di Jepang telah ia tugaskan orang-orang kepercayaannya namun belum ada sedikitpun titik terang.
"Bangsat…di mana sebenarnya dia membawa Dya." Umpatnya seraya terus menghubungi orang-orang kepercayaannya dengan frustasi.
Sementara itu di tempat persembunyian Rosaline ibu Dya tak dapat menyembunyikan kecemasannya air mata terus menetes dari mata tuanya.
"Wan adikmu akan baik-baik saja kan?" Tanyanya dengan air mata kesedihan yang terus menetes.
Tanpa menjawab pertanyaan sang ibu Irwan menarik wanita cinta pertamanya itu ke dalam pelukannya."Dya pasti baik-baik saja bun, dia gadis yang kuat Irwan yakin dia bisa menjaga dirinya. Bunda juga harus kuat demi Dya mari kita doakan biar Dani secepatnya bisa menemukannya, lagi pula Bryan dan Arman juga ikut mencarinya mari kita percayakan saja pada mereka." Irwan berusaha menenangkan sang bunda.
Jika harus jujur sebagai anak pertama saat ini ia merasa gagal karena tak dapat melindungi sang adik namun demi sang bunda dan adik-adiknya yang lain ia harus tetap kuat.
Disaat tengah menenangkan sang bunda Bryan, Arman dan Dani serta beberapa orang lainnya masuk di waktu yang hampir bersamaan hingga tatapan semua orang yang ada di ruangan itu langsung menuju kearah pintu.
"Bagaimana?" Sam ayah Dani yang tengah menenangkan sang istri langsung bertanya.
Tak ada jawaban hanya gelengan kepala yang membuat menghela nafas kekecewaan sementara para ibu kembali larut dengan air matanya.
"Tapi....."
Belum selesai Bryan berucap semua tatapan sudah tertuju padanya. "Tapi apa?" Tanya Dani tidak sabaran.
"Tenangkan dirimu Dan..!" Sam mengingatkan Dani yang tampak mulai tidak sabaran.
"Benar yang diucapkan daddy mu sebaiknya kita duduk dulu agar dapat memikirkan jalan terbaik." Bryan berusaha menenangkan setiap orang di ruangan itu. "Keadaan kak Dya saat ini baik-baik saja tapi…"
"Tapi apa jangan membuatku memukulmu Bryan." Dani memotong ucapan Bryan dengan emosi.
"Bagaimana aku akan melanjutkan ucapanku kalau kau selalu memotongnya. Dan emosimu yang menggebu itu membuatku berpikir mungkin hilangnya kak Dya adalah yang terbaik."
"Brengsek…." Umpat Dani kemudian melompat dan memukul Bryan sehingga aksi saling pukul tak terhindarkan lagi.
Para wanita yang melihat kejadian itu berteriak histeris sementara para pria berusaha memisahkan dua orang yang sudah diliputi emosi itu. beruntung pekikan histeris Angel yang menggema membuat keduanya tersadar dan segera menghentikan perkelahian mereka.
"Malang benar adik-adikku mencitai orang-orang brengsek seperti kalian." Hardik Irwan sambil menatap keduanya penuh rasa kecewa.
"Maafkan aku Wan." Bryan meminta maaf sambil membersihkan darah yang keluar dari sudut bibirnya.
"Aku juga minta maaf Wan tapi mendengar ucapannya barusan membuatku berpikir jangan-jangan hilangnya Dya adalah hasil persekongkolannya dengan orang-orang brengsek itu." Dani berucap sambil menunjuk Bryan dan menatapnya penuh kebencian.
"Dani jaga ucapan mu." Sam mengingatkan sang putra.
"Dad aku sangat yakin kalau dia adalah salah satu dari penghian…"
"Tuan Daniel Kim, sebaiknya anda berpikir sebelum menuduh suamiku mengkhianati kami." Potong Melda penuh emosi.
"Mel…." Tegur Irwan.
Mendengar teguran Irwan, Melda terdiam namun tatapannya penuh dengan kebencian. Melihat hal itu Bryan berusaha menenangkan sang istri dengan membelai lembut punggungnya.
Pertengkaran itu sudah berakhir sejak beberapa waktu yang lalu namun kecanggungan dan aksi saling tatap penuh kebencian masih saja terjadi.
"Baiklah, daripada kesalah fahaman ini terus meruncing dan tak ada penyelesaian maka saya harap agar Bryan dapat melanjutkan ceritanya yang sempat tertunda tadi." Sam memecah kecanggungan yang ada.
Bryan menghela nafasnya berat. Sebenarnya ia sangat malas jika harus menjelaskannya di hadapan Dani namun melihat tatapan dan anggukan dari Irwan membuatnya mau tidak mau menjelaskan semuanya.
"Keadaan kak Dya saat ini baik-baik saja tapi secara hukum di beberapa Negara dia adalah nyonya Greco…"
"Brengsek kau pasti berbohong.." Umpat Dani sambil kembali menerjang Bryan.
Bryan yang sudah mampu membaca pergerakan Dani bergeser beberapa langkah dan menyebabkan Dani hanya menerjang angin.
"Dani jaga emosimu" Bentak Sam sambil menahan sang putra yang kembali diliputi emosi.
"Maaf kalau aku menyela tapi jika Dani terus seperti ini sepertinya sampai kapan pun masalah ini tidak akan pernah selesai. Saat ini yang harus kita pikirkan adalah keselamatan kak Dya bukannya emosi bodoh yang membuat semuanya semakin runyam." Arman berujar tidak sabaran.
Mendengar ucapan Arman bahu Dani meluruh penuh penyesalan. Benar yang dikatakan oleh Arman ia benar-benar bodoh disaat harus memikirkan Dya. Ia malah terbawa emosi yang membuat semuanya semakin runyam.
"Maaf…" Ucapnya sambil menunduk penuh penyesalan.
Sam menepuk-nepuk punggung sang putra ia mengerti bagaimana perasaan sang putra saat ini tapi benar yang dicapkan oleh Arman bahwa keselamatan Dya lebih utama. Lagipula penjelasan Bryan barusan belum selesai. "Baiklah Bryan lanjutkan penjelasanmu barusan." Pinta Sam.
"Anda yakin dia tidak akan kembali meggila menyerang saya?" Bryan bertanya dengan bahasa formal menandakan kemarahannya.
"Aku jamin kali ini Dani pasti bisa mengendalikan emosinya. Sam berucap sambil terus menepuk-nepuk punggung sang putra berusaha memberikan ketenangan.
"Seperti yang aku katakan tadi entah bagaimana caranya beberapa hari yang lalu kak Dya telah sah menjadi nyonya Greco menurut hukum beberapa Negara dan seperti yang kita tahu bukan hal yang mudah untuk membatalkannya."
"Apa kau yakin dengan informasi yang kau terima itu?"
"Sangat yakin silahkan kalian buka pesan yang baru saja aku kirimkan itu adalah copyan bukti pernikahan kak Dya."
"Setan…, bagaimana ia bisa membuat surat ini dengan tanggal yang berbeda sementara di tanggal-tanggal ini Dya masih bersama kita begitu pun dengan semua kartu identitasnya."
"Itulah yang membuatku semakin bingung. Semenjak menerima kabar ini beberapa waktu yang lalu aku terus berpikir hal ini tidak mungkin direncanakan dalam waktu yang singkat dan tidak mungkin dilakukan oleh orang luar seseorang pasti membantunya sejak lama.."
"Lalu bagaimana denganmu?" Ketus Dani.
"Setelah mendengar semua ini kau masih mencurigaiku? Aku baru tahu ternyata kau bukan hanya diperbudak oleh emosimu tapi juga berotak dangkal." Sinis Bryan.
"Cukup kalian berdua!" Irwan dengan cepat melerai sebelum para wanita dan anak balita kembali disuguhi pertunjukan adu jotos ronde ketiga.
"Lalu bagaimana selanjutnya, rencana apa yang harus kita lakukan?" Tanya Arman memecah kebekuan yang ada.
"Maaf kalau Linda ikut campur tapi menurutku pertama-tama yang harus dilakukan adalah mencari tahu apakah dokumen yang dikirimkan oleh kak Bryan barusan asli atau tidak." Arlinda menyuarakan pendapatnya.
"Kalau itu aku sudah meminta orang-orangku untuk melakukannya." Tegas Bryan.