Suasana kota Surabaya pagi itu tampak cerah dan berawan. Sesekali burung pipit terlihat melayang melintasi awan.
Terlihat seorang mahasiswi sebuah kampus ternama di Surabaya sedang duduk cantik di halte lengkap dengan balutan pakaian muslimah rapi serta tak lupa tas ransel yang selalu dibawa kemanapun ia pergi.Â
Mata indahnya sedang fokus menatap nanar pada dua ekor burung pipit didepannya.
"Adakah yang benar-benar peduli padaku seperti apa yang dilakukan oleh burung tersebut kepada pasangannya? " . Monolognya dalam hati.
" Zahira, kamu bengong terus, busnya udah mau brangkat tuh" ujar Dina sahabat karib Zahira yang sejak tadi berada disampingnya.
"Astaghfirullah,,, maaf Din"
Dalam perjalanan Zahira tak henti-hentinya mengucap ishtighfar, dia teringat dengan kalimat "Innallah ma'a Ash-Shabirin" bukankah Allah akan selalu bersama orang-orang yang sabar.
Setibanya di kampus, Zahira segera berlari memasuki kelas bersama Dina, mengingat sepuluh menit lagi kelas pertamanya akan mulai.
"Hey, Zahira gimana tugas dari Bu Rina?" tanya Reza.
Reza adalah orang yang selalu berusaha untuk dekat dengan Zahira, sudah tak terhitung berapa kali Reza mengungkapkan perasaannya pada Zahira, walaupun Zahira sudah dengan terang-terangan menolak dan bersikap acuh tak acuh padanya. "Udah" ucap Zahira datar.Â
"Sepulang kuliah nanti aku mampir kerumahmu ya?" ucap Reza.Â
Zahira tetap bergeming dan dia lebih memilih meninggalkan Reza yang sedang mematung menunggu jawaban darinya.
Bukan apa-apa, sebenarnya Zahira juga kasihan jika harus berperilaku seperti itu kepada Reza, hanya saja Zahira tak mau Reza berharap lebih padanya. Reza baik, hanya saja Zahira memang menganggap Reza hanya sebatas teman.
Zahira berjalan menghampiri Dina yang sudah lebih dulu duduk.
"Din, entar pulang kuliah aku mampir rumahmu ya!"Ujar Zahira sambil nyengir kuda.Â
"Oke, ada masalah ya?, kelihatan banget dari mukamu yang kayak ga ada semangat hidup gitu, yah walaupun kamu nggk pernah mau cerita ke aku, tapi rumahku selalu terbuka buat kamu dan kamu harus ingat jika kau membutuhkan teman untuk bercerita atau apapun itu, aku akan selalu siap untukmu." Dina tersenyum memberikan kepercayaan pada gadis yang terlihat menyimpan sebuah masalah besar. Saat ini ia memang membutuhkan ketenangan.
"Terimakasih Din, kamu memang sahabat yang pengertian." Balas Zahira sambil memeluk erat sahabatnya.
Sesampainya mereka berdua dirumah Dina, mereka berdua disambut oleh Tante Risa yang notabennya adalah Ibu Dina.
"Eh Zahira, masuk-masuk tante udah masakin tempe bacem kesukaan Zahira dan cah kangkung kesukaan Dina, soalnya tadi Dina udah ngabarin kalo Zahira bakalan bertapa di sini seperti biasa." Sambut Ibu Dina dengan senyum merekah di wajahnya.
Mendapat sambutan seperti itu Zahira hanya bisa tersenyum malu sedangkan Dina sudah hilang dengan sendirinya, "Mungkin Dina sudah kekamar lebih dulu" batin Zahira.
Seperti biasa setiap Zahira punya masalah, Zahira akan lari kerumah Dina untuk menenangkan diri walaupun Zahira sama sekali tidak pernah bercerita atau sekedar membagi sedikit keluh kesahnya kepada Dina dan siapapun, rasa tak enak terhadap Dina dan ibunya sering menghinggapi fikiran Zahira, karena di rumah Dina dia hanya akan berdiam diri didalam kamar Dina ditemani oleh laptop yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi. Laptop itulah tempat Zahira berkeluh kesah selain kepada Allah tentunya, dia mengungkapkan seluruh isi hatinya lewat quotes-quotes bahkan puisi yang ia buat.
"HIDUP BUKAN HANYA TENTANG BAGAIMANA KITA MENCARAI UANG DAN BAGAIMANA KITA MEMPERTAHANKAN HIDUP, TAPI HIDUP JUGA TENTANG BAGAIMANA CARA KITA UNTUK BERTANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG TELAH KITA LAKUKAN SELAMA HIDUP KITA."