Pada hari Minggu, 1 November 2020, Hari Segala Yang Suci atau disebut juga sebagai Hari Semua Orang Kudus....
Kukuruyuk....!
Suara ayam jago yang berteriak berkokok - kokok bahkan sebelum matahari telah terbit membuat Vivadhi Ranata yang sedang tertidur dengan begitu lelap kembali terjaga.
Dilihatnya jam dinding yang tergantung di atas dinding yang tepat menghadap tempat tidurnya yang besar dan nyaman di sebuah kamar yang luas.
Baru jam lima subuh....
Masih satu jam lagi hingga matahari terbit....
Namun Vivadhi Ranata yang sudah terlanjur bangun gara – gara suara ayam jago yang bernama si Borokokok yang tinggal di rumah tetangga terdekatnya di ujung kampung tidak bisa kembali lagi untuk melanjutkan tidurnya yang lelap.
Akhirnya dia pun beranjak pergi dari ranjangnya dan dengan perlahan -lahan menyeret langkahnya ke kamar mandi untuk mencuci mukanya dengan air dingin yang segar setelah mengendap semalaman di bak mandi.
Dengan wajah yang segar berseri, dia memasuki kamar suci yang terletak di bagian timur rumahnya untuk bermeditasi hingga matahari terbit sambil menunggu cooldown Divine Crest Dice yang dimilikinya.
Namun mungkin karena rasa penasaran bercampur dengan perasaan semangat penuh rasa ingin tahu seperti seorang anak kecil yang sedang tidak sabar untuk ingin mencoba mainan barunya, Vivadhi Ranata tidak sanggup untuk terlalu lama menenggelamkan dirinya dalam meditasi yang khidmat.
Akhirnya, setelah satu muhurta telah berlalu dan tinggal sekitar setengah jam hingga matahari terbit, Vivadhi Ranata memutuskan untuk berjalan – jalan keluar di pekarangan rumahnya sambil melihat tumbuh – tumbuhan yang dia tanam di halaman rumahnya.
Ahhh.... Nikmatnya udara pagi nan sejuk khas pedesaan, walaupun Vivadhi Ranata harus mengenakan jaket agar tidak menggigil kedinginan.
"Ah, sambil ngopi dulu ah, minum yang anget – anget sambil ngemil enak nih." Begitu lah pikir Vivadhi Ranata.
Tanpa ba – bi – bu – be – bo lagi, maka dicarinya lah sebungkus cemilan berupa sale pisang kering yang manis di lemari dapurnya, plus sebungkus kopi Toraja instan merek ternama se-nasional untuk diseduh menjadi secangkir minuman hitam nan hangat yang terasa begitu nikmat dinikmati di pagi yang dingin sambil ditemani oleh kudapan manis yang cukup mengisi perut dengan kandungan gula dan karbohidrat nya yang tinggi.
Tanpa disadari, waktu yang nikmat pun berlalu dan secercah cahaya mulai terlihat di ufuk timur yang telah memperlihatkan garis putih pertanda matahari akan terbit.
Vivadhi Ranata mengamati terbitnya sang surya sambil menyeruput kopi Toraja di cangkirnya dan menghabiskan lembaran terakhir sale pisang yang tersisa di bungkusnya.
"Hm hm hmm.... Sudah waktunya kurasa...." Vivadhi Ranata pun membereskan mejanya, membuang bungkus pisang sale yang telah kosong hingga tak tersisa remahnya satu pun ke dalam tong sampah, mencuci cangkir kopinya dan beranjak masuk ke dalam rumahnya, menuju kamar sucinya sebelum menutup pintu dan duduk bersila di atas lantai beralaskan tikar rumput alang - alang.
Dengan kehendak niatnya, sebuah dadu secara ajaib pun telah muncul kembali di tangannya.
Diamatinya dadu tersebut dengan penuh perhatian dan didapatinya ada sesuatu yang berbeda dari dadu tersebut jika dibandingkan dengan saat tengah malam kemarin.
Pada sisi biru yang kemarin memiliki gambar sebuah gunung yang dikelilingi oleh empat permata berbentuk wajik, kini telah berganti dengan gambar sebuah bintang bersudut lima.
"Hm? Gambarnya bisa berubah? Dadu ini semakin ajaib saja kelihatannya...." Gumam Ranata sambil melihat detail lain dari dadu tersebut yang mungkin telah dilewatkan olehnya.
Tapi tidak ada yang berubah selain gambar yang berada di sisi yang berwarna biru.
Ya sudah, setelah puas melihat – lihat dadu tersebut, dengan penuh khidmat, maka dengan segera diputarnya lah dadu itu seperti sebuah gasing, sebuah teknik yang terinspirasi olehnya saat melihat bagaimana dadu itu berputar kemarin malam di hadapan matanya.
Serrrr.... Serrr.... Serrr....
Dadu tersebut pun berputar dengan sangat cepat bagaikan sebuah gasing, berkeliling membentuk tiga setengah putaran di lantai sebelum akhirnya berhenti dan menunjukkan sisi yang berwarna jingga atau oranye, yang bergambarkan sepasang cakar binatang.
Cakar Beruang, mungkin?
Swwiiissssshhhh....
Setelah menampilkan gambar tersebut, sang dadu kembali berubah menjadi seberkas cahaya yang masuk ke dalam diri Ranata, kali ini menyelimuti seluruh tubuhnya dengan aura oranye keemasan.
Ranata merasakan dirinya mengalami sebuah epiphany atau enlightenment, didapatinya juga bahwa dirinya secara holistik sedang mengalami sebuah perubahan yang sangat signifikan.
"Perasaan ini.... Rasanya seperti aku sedang berevolusi untuk menjadi makhluk yang lebih tinggi lagi tingkatannya...." Itu lah hal terakhir yang dipikirkan oleh Ranata sebelum dirinya tenggelam dalam sebuah tingkat kesadaran yang mendalam sementara tubuhnya seolah sedang terbungkus oleh sebuah kepompong aura berwarna oranye keemasan....
Tanpa sadar, satu muhurta telah berlalu, Ranata mendapatkan kembali kesadarannya dan dia dapati dirinya telah menjadi manusia yang baru.
Dia merasa lebih bugar, seperti kembali muda...., seolah umurnya telah dipotong setengah.
(Catatan Penulis: Maksudnya umur dipotong setengah itu dari umur 69 tahun jadi umur 34 tahun gitu ya, bukan sisa umurnya yang dipotong setengah jadi tambah cepat mati loh ya :p)
Seberkas informasi kembali mengalir menerangi batin dan mengisi pikirannya yang jernih cemerlang seperti saat masih muda.
[Hadiah Tingkat Dua! Evolusi dan Naik Tingkat Tahap Inisisasi]
[Selamat! Anda kini telah memulai tahap evolusi untuk menjadi makhluk yang lebih tinggi lagi tingkatannya, menuju Ranah Kedewataan dan Keabadian. Anda saat ini telah menjadi seorang Evolver Tahap Rookie Tingkat Satu.]
"Ah? Evolver? Rookie? Tingkat Satu? Watafak is dis?" Ranata kembali bertanya – tanya di dalam hatinya setelah menerima pesan tersebut.
Maksudnya gimana nih?
Sebagai seorang manusia matah (mortal) yang tidak tahu apa – apa soal fenomena kegaiban apalagi yang menyangkut tahapan keilahian seperti ini, Ranata benar – benar gak ada ide soal hal seperti ini.
Untung saja tiba – tiba smartphone miliknya berdering melantunkan irama bagpipe khas budaya Norse diiringii oleh lagu salah satu opening anime favoritnya yang memiliki irama penuh semangat nan syahdu menyentuh hati.
(Buat yang penasaran lagunya apa, cek aja lagu openingnya "Ah! My Goddess! Sorezore no Tsubasa" yang berjudul "Shiawase no Iro" atau "The Color of Joy".)
Dibukanya smartphone miliknya dan dibacanya pesan masuk yang membuat pikirannya kosong sesaat.
[Dari: GOD]
[Yo, Mortal, Selamat karena anda telah memulai tahap awal dalam Evolusi menuju Ranah Kedewataan dan Keabadian. Anda pasti bingung soal istilah Tahap dan Tingkat, bukan?
Jadi begini, untuk menyederhanakan Tingkat Evolusi sebuah Makhluk, Saya menciptakan sebuah Sistem Evolusi tersendiri, bisa dibilang ini seperti Metode Kultivasi Ilahi kayak di Novel – Novel Cina yang sering kamu baca itu lah.
Mulai dari Tahap paling awal, yaitu Tahap Rookie, lalu berlanjut ke Tahap Elite, kemudian ke Tahap Champion, lalu ke Tahap Perfect, setelah itu adalah Tahap Ultimate dan kemudian Tahap Divine, lalu akhirnya Tahap True God.
Setiap Tahap terdiri dari Sepuluh Tingkat, dimana setelah melewati Tingkat Sepuluh di sebuah Tahapan, maka anda akan berevolusi ke Tahap berikutnya.
Gimana, sederhana dan mudah untuk dimengerti kan?]
"Ini.... Gua baru saja nerima pesan dari Tuhan nih? Bahasanya gaul amat, kukira bahasanya bakal sangat formal kalau perlu pakai istilah – istilah archaic ke- Latin – Latin -an atau ke- Sansekerta – Sansekerta –an...." Gumam Ranata sebelum kemudian smartphone nya kembali berdering.
Dilihatnya lagi kalau ada pesan baru yang masuk dari pengirim yang sama.
[Dari: GOD]
[Yo, Mortal, By the way, apa anda kira Saya ini Orang Tua Bangka Bongkotan yang sukanya ngomong dengan logat ke- Kuno – Kuno –an supaya terkesan Misterius?
Mungkin itu GOD yang lain kali yang kamu pikirin.
Anyway, Saya termasuk sebagai seorang GOD yang lain dari yang lain.
Oh, iya, satu lagi, masih ada lagi Tahapan – Tahapan selanjutnya di atas Tahap True God, tapi tentu saja, kamu tidak usah mikirin soal hal yang berada jauh di awang – awang begitu.
Sudah dulu ya, see you later!
Saya tunggu anda mencapai Tahap True God!
Bye!]
Ranata pun menutup pesan dari sang Dewa tersebut dengan perasaan yang penuh campur aduk.....
Sementara itu di Alam Para Dewa, Asmadhi menutup Geniusphone (Versi Dewa dari Smartphone) miliknya sambil tersenyum menatap horizon, atau lebih tepatnya, pinggiran alam semesta yang membentang menembus Tiga Puluh Tiga Lapisan Surga maha luas dan Delapan Belas Lapis Neraka tak berujung.....