Chereads / Something with you / Chapter 6 - kelakuan absurt ataya

Chapter 6 - kelakuan absurt ataya

Gue pulang bersama bang rean. Setelah sampai rumah gue duduk di sofa untuk istirahat sebentar. Hingga gue tertidur di sofa. Tak lama kemudian abang rean bangunin gue buat ganti baju.

"Ya, taya, bangun ganti baju dulu baru tidur lagi" bang rean sembari menggoyang goyangkan badan gue.

"Hah, iya iya" gue bangkit dengan setengah sadar. Gue mengambil tas di samping gue dan mulai jalan dengan kesadaran yang belum penuh.

"Heh heh heh" bang rean agak membentak. "Lo mau kemana?" Bang rean dengan nada tanya.

"Ya mau sholat habis itu tidur deh" gue yang  masih dalam keadaan setengah sadar. Bang rean seketika langsung memasang wajah bingung dia mendengar penuturan dari gue.

"Ataya, ini masih jam berapa" bang penuh dengan kebingungan sekaligus heran.

"Oh belom ya, ya udah kalau gitu taya tidur aja ya" gue dengan nada membujuk dan juga dengan kesadaran yang belum juga penuh. Saat gue mau jalan bang rean kembali bicara.

"Lo mau tidur di kamar mandi" bang rean menjadi kesal karena gue masih saja membandel.

"Isssss, iya iya" gue pun berjalan berlawanan arah dengan kamar mandi.

"Heh heh" bang kembali membentak gue untuk kedua kalinya. "Lo mau kemana lagi hah?" Bang rean dengan nada yang mulai putus asa.

"Lah mau tidur, katanya tadi di situ kamar mandi" gue dengan nada orang yang super super ngantuk.

"Ataya, lo mau tidur di toilet"

"Kok salah lagi" gue dengan lemas nya.

"Ya memang salah" bang rean agak kesal.

"Bodo ah" gue kesal dan mata yang agak terpejam.

"Di kasih tau juga, ya udah sana, noh rebahan di toilet noh, kalau bisa tenggelemin aja tu sekalian kepalanya di toilet" bang bicara dengan kekesalan yang meluap. Bang rean menghentakkan kakinya saat melangkah pertanda kesal.

"Dih, malah marah" gue dengan lemas dan mata tertutup, Gue kembali berjalan. "Eeh" gue melihat lagi ke sekeliling dan ternyata gue kembali berjalan ke toilet. Setelah sadar gue pun langsung melangkah ke arah kamar gue.

Setelah di kamar gue langsung tidur tanpa ganti baju dulu karena udah luar biasa mengantuk. Gue tidur dengan keadaan telungkup.

Tiba tiba mama datang dan langsung terkejut. "Ya allah, ataya" mama langsung agak teriak karena gue.

"Kamu masih tidur ternyata ya, belum ganti baju lagi" mama mengomel sembari jalan ke arah gue.

Gue pun juga ikut tersadar walau belum sepenuhnya karena teriakan mama. "Ha, iya ma ntar taya turun" gue dengan setengah terpejam.

"Entar, entar, sekarang ataya"

"Iya ma" gue menaikkan 1 oktav  suara gue.

"Ya" panggil mama datar.

"Hemmm"gue melihat mama dengan mata yang sipit.

"Kamu lagi datang bulan ya" mama bertanya dengan nada heran.

"Hah" gue langsung membulatkan mata gue. "Engga taya lagi gak datang bulan".

"Terus itu darah apa yang di kamar" mama menunjuk kasur yang ada darahnya.

"Hah" gue langsung panik dan mencoba mencari alasan yang tepat untuk hal ini.

"Eeeeee, taya tadi pake jibab, terus tangan ke tusuk jarum, eh gak tau kalau darahnya netes"  gue dengan wajah yang super super panik.

"Ohhh ya udah" mama dengan datar. " ganti baju gih, habis itu turun makan malam, itu nanti biar bibi yang beresin"

"Yang penting bukan datang bulan kan"

"Enggak ma" gue dengan datar.

"Ya udah" mama sembari jalan ke luar  dari kamar gue.

Gue terus melihat mama sampai mama hilang dari pandangan gue. Setelah mama keluar dari kamar gue, gue membuang nafas gue lega karena mama tak curiga.

"Bodoh,bodoh,bodoh,bodoh" gue sembari memukul kepala gue pelan dan dengan suara yang kecil.

"Masa mimisan pas tidur bisa gak tau sih" gue dengan nada sedikit geram dengan diri gue sendiri.

Gue pun langsung pergi ke kamar mandi untuk ganti baju. Setelah selesai gue turun dan sudah dihadapkan dengan mama dan bang rean di meja makan.

"Kebo lo" bang rean dengan nada mengejek ketika gue masih jalan di tangga.

"Bodo" gue dengan datar. Dan langsung duduk di meja tempat biasa gue.

"Gimana udah selesai sholat nya" bang rean tersenyum geli.

"Apaan sih, ini udah jam berapa" gue dengan sedikit kesal.

"Ya engga, tadi aja, masih jam 2 udah kesibukan mau sholat" bang rean tersenyum sembari melihat mama. Mama yang mendengar pun ikut ikutan tersenyum geli.

"Efek ngantuk" gue datar dan langsung melahap makanan yang sudah di siapkan mama.

"Ya gak gitu juga kali" bang rean tersenyum.

"Udah udah, di depan kalian makanan lo" mama mencela pembicaraan kami yang ada unsur perkelahian nya.

Gue lalu melihat abang dan menjulurkan lidah gue tatapan tajam. Setelahnya gue memutar bola malas gue. Mama yang melihat gue pun ikut tersenyum. Dan abang hanya bisa menggeleng sembari tersenyum.

Setelah selesai makan kami pun masuk ke kamar kami masing masing. Tak lama ternyata pagi telah tiba, gue pun langsung bergegas untuk pergi ke sekolah.

Gue pergi dengan bang rean dengan mobil. Setelah sampai sekolah, gue kembali menyusuri koridor menuju kelas gue. Setelah sampai di kelas gue langsung dihadapkan dengan atala yang duduk di samping bangku gue sembari melihat gue dan tersenyum.

Gue hanya memutar bola mata malas gue. Gue pun berjalan menuju bangku gue dengan wajah datar. Setelah duduk, gue mengeluarkan buku untuk melanjutkan catatan dari pak bandi.

"Ataya" atala sembari tersenyum. Gue tak menjawab dan terus menulis.

"Ataya" atala kembali memanggil.

"Hemmmm" gue dengan nada geram tapi tak melihat dan terus menulis.

"Belajar bareng ya"

Gue seketika menghentikan kegiatan menulis gue dan melihat ke araha atala dengan tajam. "Kalau lo mau belajar belajar aja kali" gue dengan geram dan setelahnya gue kembali menulis.

"Ya, ini gimana ya cara nya?" atala menunjuk buku yang tak iya mengerti. Gue dengan geram melihat ke arah buku yang di tunjuk atala. Setelah melihat gue kaget. "Lo pura pura bodoh atau memang beneran bodoh sih" gue melihat atala dengan kekesalan. 

"Masa cuman perkalian akar doang gak bisa" gue geram.

"Setiap aku lihat kamu, pelajaran matematika yang tadinya mudah jadi susah" atala dengan senyum senyum melihat gue. Gue terus memasang wajah datar.

"Norak" dengan menaikkan nada bicara gue sembari melihat atala.

"Serius, aku jadi seketika bodoh, karena natap kamu" atala dengan nada serius dan tersenyum.

Gue yang melihat atala bicara pun memasang wajah jiji. Dan memutar bola mata malas gue.

"Dih" gue memasang wajah jiji. "Pergi gak" gue dengan kesal tapi atala hanya tersenyum dan tak memperdulikan kata kata gue. "Pergi"  gue masih dengan nada yang sama. Tiba tiba tara datang dengan senyuman.

"Hai atala,taya" tara menyapa dengan senyuman.

"Hai tara" atala membalas sapaan tara juga dengan senyuman. Gue tak menjawab dan tetap memasang wajah datar dan dingin.

"La, gue mau duduk" tara dengan datar.

"Oh iya iya" atala langsung bergegas untuk kembali ke tempat duduknya.

Tara duduk dengan wajah yang ragu. Tak lama guru masuk dan kami kembali belajar. Gue terus memperhatikan guru dengan sangat serius.

Tak terasa bel istirahat berbunyi dan gue memilih untuk ke kantin untuk membeli minuman. Gue tak meminumnya di tempat, melainkan gur bawa ke kelas.

Saat di perjalan gue bertemu dengan orang sangat menjengkelkan. Gue berusaha untuk menghindarinya, tapi, setiap gue mencoba mencari celah dari jegatannya, gue terus terusan di hadang oleh atala.

"Mau lo tu apaan sih" gue dengan geram yang meluap karena atala menghadang setiap langkah gue.

"Pulang bareng nanti yuk" atala tersenyum senyum.

"Enggak" gue dengan datar dan memutar bola mata malas gue.

"Kok enggak" atala dengan nada heran.

"Gak mau gue di bonceng cowo kaya lo" datar nya gue.

"Hah?" Atala heran sekaligus bingung. Gue memutar bola mata malas gue dan berjalan maju. Tapi saat masih jalan datu langkah tangan gue kembali di hentikan atala.

"Tunggu,tunggu,tunggu, maksudnya cowo kaya gue?" Atala bertanya bingung sembari memegang tangan gue. 

"Isss" gue sembari melepaskan tangan atala dengan kasar. "Mikir lah punya otak kan?" Gue bicara kesal sembari menunjuk otak gue sendiri. Gue pun akan pergi lagi, tapi masih satu langkah atala kembali menghentikan gue.

"Ya, buruan kasih tau, apa maksudnya?" Atala masih memasang wajah yang cukup bingung.

"Jangan sampek gue ngelakiun hal yang gak lo mau ya ta" gue dengan nada serius dan kesal.

"Cobak" atala tersenyum miring melihat gue. Gue pun langsung melihat minuman yang ada di tangan gue.

Dengan wajah geram gue melemparkan minuman gue ke badan atala. Berharap tepat sasaran, tetapi gue salah. Minuman yang gue lempar itu bukannya mengenai atala malah mengenai bu marta. Kenapa? Karena atala mengelak dengan refleks nya.

Dengan keadaan kaku masih memegang gelas minuman itu, mulut sedikit terbuka, wajah gue yang memanik. Atala pun yang tadinya. Mengelak kini ikut mematung.

"Atala, ataya" buk marta dengan teriakan yang menggelegar dan wajah yang memerah akibat marah. 

"Eh bu ini bukan salah saya, ini salah atala" gue mencoba membela diri gue.

"Lah kok aku sih, kan kamu yang menyiram"  atala dengan senyum menggoda dan meledek.

"Isss, mau lo tu apaan sih, lo tadi kan yang gangguin gue" gue dengan emosi meluap memarahi atala. Bukannya takut, atala malah tersenyum memandang gue.

"Udah cukup" bu marta kembali angkat bicara dengan nada yang naik beberapa oktav.

"Sekarang, kalian saya hukum berdiri di di tengah lapangan" bu marta dengan mata melotot.

"Bu___" gue mencoba membela diri. Tapi di potong kembali dengan bu marta.

"Dengan satu kaki" bu marta dengan nada horor dan dingin.

"Tapi bu___" bu marta kembali memotong pembicaraan gue.

"Kalian menjewer kuping kalian masing masing" bu marta masih dengan nada dingin dan horor.

Setelahnya bu marta pun pergi dengan memasang wajah sedih sembari menggerutu pelan. "Aduh, ini baju kesayangan dan baju termahal saya lagi" bu marta menggerutu sembari berjalan dan mencoba membersihkan noda dengan tangannya.

Gue dan atala melihat bu marta yng menggerutu sendiri. Gue langsung memandang atala dengan tajam.

"Ini semua gara gara lo ya" gue bicara dengan nada kesal dan menunjuk atala.

"Heh" bentak bu marta dari kejauhan yang masih melihat kami belum menjalankan hukuman kami.

"Buruan" teriak bu narta dengan mata melotot.

"Iya bu " gue dan atala bicara serentak. Bu marta pun meneruskan jalannya untuk menganti baju. Gue yang masih geram dengan atala hanya mendengus dan melangkahkan kaki dengan banting, lalu pergi mendahului atala.

Di kelas saat bu marta masuk, bu marta masih memasang kesal, marah, sekaligus sedihnya.

"Pagi anak anak" bu marta dengan kalem nya menutupi emosi yang kini bergejolak.

"Pagi bu" semua murid membalas sapaan bu marta dengan serentak.

"Maaf ibu telat karena ada anak murid yang bandel nya gak ketulungan" bu marta mulai meluapkan emisonya. 

"Siapa buk" tito dengan celotehnya.

"Itu tu, si atala sama ataya" bu marta dengan wajah yang masih marah. Isa, zaki, tito, dan tara pun sontak memasang wajah heran nan bingung mereka.

Ya sudah buka buku pelajaran kalian. Kita akan memasuki bab yang baru. Saat bu marta menjelaskan di samping itu tara terus berfikir. Memangnya apa yang dilakukan atala dan ataya hingga di huku oleh bu marta.

Di sisi lain ada gue dan atala yang melaksanakan hukuman dari bu marta. Sepanjang hukuman yang berdiri dengan satu kaki dan menjewer kuping gue, gue terus menggerutu tak karuan.

"Ya" atala memanggil dengan senyuman dan nada tak bersalah.

Gue gak menjawab dan memutar bola mata malas gue. Gue tetep stay dengan tatapan tajam dan wajah dingin gue.

"Taya" atala kembali memanggil gue dengan senyuman dan nada menggoda.

"Issss,apa" gue dengan agak membentak dan dengan tatapan tajam.    

"Kamu kok gitu" atala mendatarkan wajahnya karena kata kata gue yang membentak.

"Ahhh bodo" gue kembali membentak atala.

Tak selang lama dari pembicaraan unfaedah kami, bel istirahat pun berbunyi. Gue yang kini semakin kesal pun hanya bisa mendegus.