Chereads / Something with you / Chapter 7 - di hukum

Chapter 7 - di hukum

Tak selang lama dari pembicaraan unfaedah kami, bel istirahat pun berbunyi. Gue yang kini semakin kesal pun hanya bisa mendegus.

Tiba tiba ketiga kerucul kerucul itu datang dengan tingkah yang mengejek dan menjengkelkan.

"Hei" itulah kata kata yang keluar dari mulut mereka bertiga saat datang menemui gue dan atala. Atala pun langsung tersenyum melihat mereka bertiga,sedangkan gue terus mengerutkan alis gue kesal dan memutar bola mata malas gue.

"Ehh, suami istri lagi di hukum" tito dengan cara bicara yang menggoda. Setelah mendengar perkataan tito gue langsung membulatkan mata gue.

"Ciaaaaaa" mereka bertiga tertawa bersama.

"Gimana cocok kan" atala kembali bertanya dengan pertannya unfaedah.

"Cocok" mereka bertiga dengan semangatnya sembari mengacungkan kedua jempol mereka.

"Apaan sih" gue mengerutkan alis gue sembari menjalankan hukuman gue. "Lo lo pada, kalau mau becanda jangan di sini, jauh jauh dari gue" gue dengan nada marah setelahnya gue langsung memutar bola mata malas gue.

Mereka tertawa mendengar perkataan gue. Gue kembali mengerutkan alis gue karena tawaan mereka. Mereka bertiga tiba tiba bertingkah seperti anak anak. Tito berlagak seperti memegang sebuah kamera dan ingin merekam kami. Zaki berlagak seperti wartawan yang ingin meliput kami. Zaki menggulung sebuah kertas yang ada di tangannya dan memposisikannya seperti sedang memegang sebuah mikrofon.

"Bagaimana rasanya saat suami istri seperti kalian di hukum bersamaan" zaki bertanya dengan wajah serius dan sedikit menahan tawa. Setelah bicara zaki lalu menyodorkan kertas yang di gulung ke hadapan atala.

"Seru" atala menjeda nya sebentar lalu atala bicara sembari tersenyum,Dan melihat gue. "Kaya lagi bulan madu" atala terus melihat gue dengan senyuman nya itu.

"Ooooooo" bereka bertiga serentak karena terkejut dengan penuturan atala.

"Mcek" gue berdecek dengan posisi hukuman. "Kalian apa apaan sih, kalau mau becanda jangan disini" gue dengan nada marah dan memutar bola mata malas gue.

"Jangan marah gitu dong" isa dengan nada menggoda. Gue yang mendengar pun memutar bola mata malas gue.

"Tau nih ntar cepet tua baru tau rasa" isa dengan nada meledek.

"Gue gak peduli" gue dengan nada dingin datar dan menatap tajam mereka berempat.

"Oh ataya kan belum kita tanya" tito dengan mengangkat satu telunjuknya karena ingat sesuatu. 

"Ataya, bagaimana rasanya di hukum bareng sama suami" tito dengan logat bertanya. Gue sontak membulatkan mata gue dan  menunjukkan wajah kesal gue.

"Rese ya, pergi gak" gue menurunkan kaki gue dengan kesal  dan membentak mereka bertiga. Mereka yang kaget langsung kabur dari tempat hukuman kami sembari tertawa lepas. Gue menghentak kan kaki kanan gue karena kesal.

Atala yang masih dalam posisi hukuman,terus menerus melihat gue dengan senyuman dan pandangan kagum. 

Tak lama bu marta datang dengan kedua tangannya di belakang dan menatap kami dengan tatapan dingin nan tajam. Bu marta berjalan dengan perlahan namun penuh degan kekesalan.

"Gimana?enak di hukum" bu marta dengan datar. Gue yang di posisi itu langsung menatap me arah atala dengan tajam.

"Lain kali, jangan baju ibu aja yang di siram, baju guru yang lain juga ya" bu marta dengan serius. Atala yang mendengar perkataan bu marta pun sedikit menahan.

Saat bu marta ingin pergi, terlintas di otak gue untuk mengerjai atala, gue tersenyum smirk karena ide gue itu. Bu marta masih berjalan satu langkah, dan gue langsung menjatuhkan diri gue sendiri.

"Awwsss" gue agak teriak dan memasang wajah kesakitan. Bu marta yang masih berjalan satu langsung berbalik karena teriakan gue.

"Kenapa ya?" Bu marta langsung menghampiri gue karena melihat gue udah tergulai di lantai.

"Bu, atala dorong saya sampai saya jatuh" gue dengan nada sedikit marah tapi agak sedikit tersenyum. Karena melihat perkataan gue bua marta langsung membulatkan matanya kepada atala.

"Buk, saya gak apa apain ataya" atala dengan nada tak bersalah dan langsung membulatkan matanya karena perkataan gue.

"Jangan mengelak atala" bu marta dengan nada tegas. "Kalau kamu gak apa apain ataya, kenapa ataya bisa ada di bawah" bu marta dengan tegas.

"Enggak buk" atala kembali membela dirinya dengan wajah tak bersalah.

"Sudah" bu marta membentak kepada atala. Atala pun tersentak karena bentakan dari bu marta itu.

Di sepanjang pembicaraan mereka, gue selalu menunjukkan senyum smirk. Dan atala berkali kali melihat gue karena tuduhan tak beralasan gue.

"Ayo ataya, kita ke uks" bu marta mengangkat gue dengan sangat berhati hati. Gue pun bangkit dengan sangat perlahan juga.

Setelah kami berdua berdiri bu marta kembali melototi atala. "Hukuman kamu saya tambah sampai pulang" bu marta pun membawa gue pergi dari lapangan.

Saat masih beberapa langkah gue memutar kepala gue kebelakang dan melihat atala dengan tatapan tajam. Gue menunjukkan senyum smirk gue dan sedikit menjulurkan lidah, karena ingin meledek atala. Setelahnya gue kembali memutar kepala gue ke hadapan depan.

Atala yang melihat gue dengan heran sepanjang gue melihat nya. Setelah gue membalikkan kepala gue, atala pun tersenyum kagum dan sedikit tertawa karena tingkah gue.

Gue lalu di tidur kan di bankar uks. "Ataya, kamu istirahat aja dulu disini ya" bu marta dengan lembutnya sembari tersenyum. Gue tak membalas, hanya mengangguk sembari tersenyum.

Bu marta pun pergi keluar. Gue menarik nafas dengan senyuman dan tiba tiba darah keluar dari hidung gue lagi. Gue langsung mengambil tisu di meja samping bankar. Tak di duga bu marta kembali datang membawa minyak kayu putih.

Saat melihat gue, bu matra pun terkejut dan agak berlari dan langsung mengambil alih tisu di tangan gue. "Ataya, kok bisa kayak gini sih" bu marta panik.

"Engak bu,mungkin karena capek di hukum tadi" gue dengan datar.

"Ibu minta maaf ya, ibu gak tau" bu marta dengan nada bersalah sembari mengelap darah yang tak junjung berhenti dari hidung gue. 

"Gak papa bu, ini kan emang salah saya" gue dengan tersenyum. Setelah selesai bu marta pun membereskan tisu bekas darah gue.

"Ini minyak kayu putih, seandainya aja perlu" bu marta sembari menyodorkan minyak kayu putih ke tangan gue. Bu marta lalu pergi dengan senyuman.

Gue pun berbaring di bankar dan mencoba untuk tidur. Tak lama tiba tiba pulang. Gue yang terdengar suara bel langsung bangun dan menelfon bang rean, untuk mengambilkan tas gue di kelas dan menjemput gue di uks.

Bang rean datang dengan tas ku menuju uks. Dengan penuh kekesalan bang rean melempar tas gue dari kejauhan. Gue yang terkejut refleks menangkap tas itu.

"Apaan sih gak ikhlas banget" gue dengan nada kesal.

"Elo sih, gara gara lo gue gak jadi nganter tara tau gak" bang rean juga ikut dengan nada kesal.

"Ooo jadi lebih milih tara" gue menatap bang rean dengan tajam.

"Ya enggak"bang rean memelankan suaranya.

"Tara aja terus, tara terus, tara terus" gue turun dari banlkar dengan emosi. Gue pun pergi meninggalkan bang rean sembari menyebutkan kata  kata yang sama.

Sampai di ambang pintu gue bertemu dengan tara yang baru saja ingin melewati uks. Gue gak peduli dan tetap menyebut kata kata itu. Bang rean pun keluar dari uks dan mendapati tara yang melongo melihat gue menyebut namanya.

"Ataya kenapa?" Tara dengan nada bingung dan masih dalam keadaan melongo.

"Gak papa, tadi cuman berantem eh bawa bawa kamu deh" bang rean dengan sembari tersenyum.

"Ya udah aku duluan ya, payah ni ntar  yang ada tambah marah" bang rean sembari tersenyum geli.

"Ya udah iya" tara tertawa melihat tingkah laku pacarnya itu. Bang rean pun pergi menyusul gue. Tara terua melihat bang rean hingga bang rean hilang dari pandangannya.

"Andai lo tau re" tara menjeda perkataannya dan sedikit menarik nafas. "Ataya tu benci sama gue" tara menunduk karena merasa dialah yang bersalah. "Kalau tau, Mungkin lo udah gak mau lagi sama gue" tara menarik nafas sembari menunduk dan pergi dari tempat ia berdiri.

Di sisi lain, setelah sampai rumah, gue langsung pergi ke kamar dengan wajah dingin dan raut datar. Gue mengganti baju gue dan turun ke bawah untuk bersantai.

Saat di bawah gue bertemu dengan bang rean yang duduk di depan televisi dengan gaya santainya. Karena menyadari adanya gue dekatnya iya pun langsung melihat gue dengan pandangan tak bersalah.

"Eh ada ataya ya" abang rean menyapa gur dengan nada tak bersalah sama sekali. Gur yang mendengar perkataan bang rean hanya memutar bola mata malas gue.

"Adek abang masih marah sama abang ya" bang rean  cengengesan sendiri.

"Apa sih" gue sedikit membentak bang rean.

"Jangan marah dong adiknya abang" bang rean dengan nada membujuk. Gur gak peduli dan tetap memasang wajah datar gue.

Dengan gampangnya bang raen  menggelitiki gue agar gue gak marah lagi sama abang. Sontak gur ketawa karena gelitikan nya.

"Jadi masih mau amarah sama abang ya"bang rean sembari menggelitiki gue.

"Bang jangan main gelitik dong" gue sembari tertawa karena gelitikannya. 

Setelah selesai menggelitiki gue, gue yang tadinya marah kini tak bisa berkutik dan hanya bisa tersenyum setiap melihat bang rean yang juga tersenyum.

"rese" gue dengan tersenyum melihat bang rean.

Tiba tiba mama datang dan memanggil kami berdua. "Re,ya, makan ayo" mama dengan ramah nya. Kami mengangguk bersama dan pergi ke meja makan bersama.  

Saat di meja makan gue terpikir sesuatu yang pastinya membuat bang rean repot.

"Bang" gue dengan datar sembari menunggu makanan yang diambilkan  mama.

"Hemm" bang ream berdehem.

"Taya bakalan gak marah lagi sama abang, kalau abang mau ngelakuin suatu hal untuk taya" gue dengan senyuman.

"Hah? Apa?" Bang rean menunjukkan wajah bingung nya.

"Taya mau di masakin nasi goreng yang enak sama abang" gue dengan tersenyum.

"Hah? Kalau gak enak" bang rean masih menunjukkan wajah bingung ya. 

"Kalau gak enak, ya harus buat lagi sampai bisa enak" gue dengan nada yang masih menggoda bang rean.

"Hah?" Bang rean terkejut dengan kata kata gue. "ade gue gila kali ya" bang rean dengan wajah jiji dan bingung.

"Kalau gak mau ya taya bakalan marah sama abang" gue melipat kedua tangan gue menjadi bersila.

"Iya iya" bang rean pun beranjak dari meja makan dengan penuh kekesalan.

Gue tersenyum kepada mama gue saat bang rean sudah beranjak dari tempat makan kami. Dan menyusul bang rean ke dapur untuk menyaksikan secara langsung abang tersayang gue masak.

Gue duduk di samping kompor untuk melihat dengan jarak dekat. Selama memasak kami bercanda bersama, tertawa bersama, hingga saat tangan gue kecipratan minyak bukannya menolong, dia malah tertawa dengan sangat kerasnya.

Saat selesai gue dan abang gue kembali untuk menduduki meja makan kami masing masing. Setelah sampai mama langsung menyambut kami dengan senyuman. Gue melihat mama dan menaikkan kedua alis gue dan tersenyum smirk.

"Gimana berhasil?" Mama bertanya dengan nada meledek dan wajah tak percaya.

Bang rean hanya tersenyum smirk dan langsung menyodorkan makanan itu ke hadapan gue. Gue melihat ke arah bang dengan tatapan tajam. Setelahnya gue mulai mengambil sendok dan mulai melahap makanan itu.

Saat masih satu suapan gue udah terdiam dan menunjukkan wajah datar gue.

"Kagum, gue bisa masak" bang rean menatap gue dengan senyuman smirk.

Gue menggeleng dengan wajah datar dan menurunkan alis gue. "Enggak" gue sembari menggeleng.

"Halah pake acara ngelak lagi" bang rean sembari membenarkan posisi tubuhnya menghadap makanannya kembali.

"Emang enggak kok" gue dengan nada merengek.

"Heran aja sejak kapan abang bisa masak" gue dengan menunduk dan menikmati basi goreng buatannya.

"Nah kan, itu artinya kamu kagum" bang rean melihat gue dan tertawa.

"Eh enggak, itu tu bukan kagum namanya" gue mengelak. 

"Siapa yang bilang?" Bang rean memajukan wajah ke gue.

"Ha? Eeee" gue pun berfikir. Belum lagi sempat terpikir udah di potong oleh mama.

"Udah ah, makan aja gak perlu berantem gitu" mama dengan nada lemah lembutnya. "Dan taya,bilang makasih ke abang kamu,udah di masakin juga" mama juga dengan nada yang lembut sembari melahap makanannya.

"Makasih abangnya taya, udah masakin nasi goreng buat ataya" gue dengan memiringkan wajah gue sembari tersenyum namun di paksa. Setelah bicara seperti itu, gue langsung merubah wajah gue menjadi datar.

"Puas" gue dengan bentakan.

"Enggak, enggak, salah" bang rean teringat sesuatu. "Apa?" Gue yang mendengar juga ikutan panik dan memajukan wajah gue sedikit.

"Ganteng nya gak ada" setelah bicara bang rean tertawa lepas.

"Mcekk...Issss" gue sembari memukul punggung abang gur karena kesal. Bang rean meringis kesakitan sembari memegangi tangannya yang sakit dan tertawa lepas.

"Udah buruan" bang rean masih dalam posisi yang sama dan tersenyum.

"Makasih abang taya yang ganteng, udah masakin taya nasi goreng" gue kembali memiringkan kepala gue sembari tersenyum paksa. Setelahnya gue membuang muka dengan wajah yang datar. Dan melanjutkan makan kami.

Setelah selesai kami pun kembali untuk masuk ke dalam kamar kami masing masing. Tak lama pagi tiba dan gue bergegas membersihkan diri untuk pergi ke sekolah.  

Setelah sampai sekolah, gue kembali menyusuri koridor sekolah dan sampai di kelas. Di sana sudah ada tara dan atala di sampingnya.

Gue mendekati mereka dan mulai menatap tajam atala.

"Gue mau duduk" datar gue dengan tak melihat atala.

"Gak mau" atala singkat dengan senyuman nya.

"Mau lo tu apaan sih" gue menunjukkan wajah kesal gue dengannya.

"Gue cuman mau lo" atala dengan wajah serius dan senyuman nya.

"Minggir gak" gue dengan melototinnya. Atala hanya tersenyum dan memandangi gue.

"Emang kurang ya yang semalem" gue dengan nada naik satu oktav dan melihat atala dengan tajam.

Tak lama bu marta masuk dengan gaya sangarnya. Gue pun terpikir sesuatu lagi untuk membuatnya semakin jera. "Bu atala mau dorong saya lagi buk" gue agak teriak menghadap bu marta.

"Atala" bu marta teriak dengan tatapan tajam bu marta. "Mau saya hukum lagi, atau balik duduk di tempat duduk kamu"  bu marta dengan mata yang melotot.

"I_iya_iya bu"atala dengan nada gugup dan balik ke bangku nya dengan nada takut. 

Gue pun duduk dengan senyuman smirk gue. Atala yang duduk di bangku nya memandang gue dan tersenyum.

Waktu begitu cepat berlalu, dan waktu pulang tiba. Saat keluar dari sekolah, gue melihat atala yang bersandar di mobilnya menunggu sesuatu. Gue gak peduli dan tetap berjalan, saat masih beberapa langkah menjauhi atala,atala memanggil gue.

"Ataya" atala memanggil dengan senyuman.

"Mcekkk" gue berdecek dan memutar bola mata malas ke arah dia sembari membalikkan badan gue.

"Bareng yuk" atala mengajak gue.

"Lo tau kan gue pulang sama siapa" gue dengan nada dingin dan datar.

"Jadi gak mau ni" atala merubah wajahnya menjadi wajah kecewa.

Gue memutar bola mata malas gue dan pergi menjauhi dia. Atala melihat gue dengan datar.

"Hati hati taya" atala sedikit menjinjit karena melihat gue yang mulai menjauh dari dia.

"Bodo" gue yang masih bisa mendengar pun teriak kepada atala.

Atala yang mendengar hanya menggeleng dengan senyuman. Atala masuk ke dalam mobil dan mulai menancapkan gas mobilnya dengan kecepatan medium.