Chereads / AYAT-AYAT TAKDIR / Chapter 2 - LELAH

Chapter 2 - LELAH

"Manusia kuat terbentuk dari hantaman dan terpaan kehidupan yang keras."

_Ayat-ayat Takdir_

•••••

Aku mencoba menguatkan diri, menjalani hari-hari yang bukan kehendakku. Kucoba menciptakan argumen-argumen positif dalam diriku sendiri, untuk menguatkan diri bahwa Aku tak sendiri. Semua orang yang berada di pesantren ini, kini adalah saudara, merekalah keluargaku sekarang.

"Ey Ghazi makan ko..!." Seseorang mengajakku untuk pergi makan.

"Astaga, ini orang ngajak makan apa ngajak berantem sih?" Gumamku dalam hati sembari melangkahkan kaki menuju warung makan di sebrang pesantren.

Mungkin bagiku masih asing mendengar logat bicara orang-orang disini. Aku hanya perlu membiasakan diri saja kan? Pasti tak akan sulit.

Selepas makan siang, Aku kembali pada rutinitas di pesantren Tahfidz Imam Asy-Syathibi. Disini Aku belajar Al-Qur'an benar-benar dari nol seperti anak TPA. Diajarkan huruf-huruf hijaiyyah dan makhrojnya.

"Ghazi sering-sering dengarkan murottal supaya terlatih bacaan Al-Qur'annya ya!, Soal nada itu nanti menyesuaikan." Saran Ustadz Rohman selepas mengajar.

"Baik Ustadz." Balasku kemudian berbalik undur diri

Fakta bahwa di pesantren ini membolehkan membawa musik box, maka Aku tak lagi perlu berfikir panjang. Aku langsung membelinya dan meminta untuk mengisi musik box itu dengan murottal full tiga puluh juz.

Murottal yang pertama kali kudengar adalah murottal dari Syaikh Mishary. Aku mendengarkannya setiap hari dan seiring berjalannya waktu, Aku mulai bisa membaca Al-Qur'an kemudian mencoba menghafalkannya. Selama setengah tahun di Pesantren ini aku bisa menghafal satu, dua, tiga, empat, yah kira-kira satu juz lebih sedikit lah. Haha...

•••••

Hari-hari yang melelahkan untuk kulalui.

"Oh, Aku harus segera istirahat." Gumamku seorang diri menyusuri teras kamarku sambil memijat tengkuk leherku dengan pelan.

"Woy, elu yang di pojokan ambilin gua minum!." Seseorang berteriak memberi perintah seperti seorang raja yang bersantai di ranjang minta dilayani.

Mentang-mentang ranjang tidurnya di atas, lalu bisa memandang rendah kita yang di bawah? Tidak, itu tidak benar. Dengan santai Aku menghentikan penindasan itu.

"Tunggu!. Elu kalo mau jadi anak mama jangan disini. Nyuruh pembantu aja pake Tolong, lah Elu sama temen sendiri kaya nyuruh babu. Ambil sendiri sana!"

"Terserah Gua lah, Elu ngapain ngatur-ngatur Gua?!" Sergahnya tak terima dengan ucapanku.

"Nah, kalo Elu nggak mau di atur-atur, nggak usah nyuruh-nyuruh orang lain juga buat kepentingan pribadi!." Timpalku membalas.

"Ih, Elu siapa sih? Resek banget, awas aja Gua panggilin temen-temen geng motor Gua, baru Lu tau rasa!." Ancamnya membela diri.

"Oke, siapa takut!. Orang Gua nggak salah, panggil aja semua temen-temen geng motor Lu, Gua nggak takut!." Entah benar atau tidak gertakan itu, tapi Aku stay cool saja lah.

Akhirnya Dia bungkam seribu bahasa dan tidak jadi minum. Aku tak peduli dengan ancamannya, karena ini masih lingkungan Pesantren, jadi Aku akan tetap aman. Nggak mungkin kan anak-anak geng motor masuk Pesantren lalu menghajarku.

•••••

Selepas sholat jamaah Dzuhur Aku melihat kerumunan santri-santri di ujung pagar Pesantren. Aku penasaran dan memutuskan untuk melihatnya. Di belakang gerombolan santri Aku bertanya pada salah satu santri yang tidak Aku kenal.

"Ada apa Akhi? Kenapa ramai disini?."

"Itu ada anak-anak geng motor nyariin santri yang namanya Ghazi, Akhi tau?." Jawabnya mengagetkanku.

"Oh, coba Aku cek ke depan ya!." Balasku sembari berjalan ke penghujung keramaian dan benar di luar pagar sudah ada anak-anak geng motor.

Tamatlah riwayatku...