Chereads / UNTOUCHABLE MAN / Chapter 2 - BAB 1

Chapter 2 - BAB 1

Governor Alfred E. Smith Houses, Manhattan NYC 2018.

Seorang pemuda baru saja turun dari taxi yang ditumpanginya. Mengangkat koper berwarna hitam yang lumayan berat.

Pecinta salju, gumamnya.

Dia adalah Earth Anderson atau biasa dipanggil Earth. Laki-laki pemilik ekspresi dingin dan sukar tersenyum. Earth melangkahkan kaki menyusuri perumahan mewah yang cukup luas.

Beberapa wanita yang berpapasan dengan Earth langsung histeris, wajah Earth memang tampan menyeimbangi aktor-aktor Hollywood. Rambutnya tersisir rapi menjauhi jidat, kulitnya yang eksotis ditunjang postur tubuh yang atletis. Sangat enak dipandang dari segi manapun.

Kabar tentang salju yang turun dua hari lalu sudah sampai ke telinga Earth melalui orang kepercayaannya. Earth memang memiliki anak cabang perusahaan di Kota Manhattan, Kota kelahirannya. Perlu kalian tahu kalau Earth ini pria blasteran Manhattan-Beverly Hills. Earth sering bolak-balik keluar Kota untuk mengurus pekerjaannya.

Disepanjang jalan masih terdapat beberapa tumpukan salju. Untung saja kondisi Manhattan kembali stabil setelah badai salju menerjang Musim Semi selama kurang lebih 1 jam 30 menit.

Apakah dia yang membuat badai itu? Tanya Earth dalam hati.

Earth beranggapan kalau badai salju di Manhattan adalah salju kebencian dengan si pembuat salju yang tidak terlalu menambahkan efek kerusakan.

Tetap dalam langkah ringannya menapaki jalanan aspal, Earth merasa cuaca sedikit panas. Earth memperlambat langkah kakinya sembari menatap langit. Hawa dingin menguar dari dalam tubuh Earth.

Down slowly, the snow white smooth without injure and without damaging

Hingga tak berselang lama salju turun di Kota Manhattan. Orang-orang menjadi heboh melihat butiran putih jatuh menerpa kepala mereka. Earth baru berani mengundang salju setelah adanya badai kemarin, dia ingin memperbaiki suasana yang semula kacau menjadi lebih baik dengan cara yang indah.

"Badai salju datang lagii!" teriak seorang pemilik kedai yang mendapati salju kembali turun. Bergegas ingin menutup kedai karena takut kemungkinan buruk terjadi.

Para pelanggan yang sedang menyantap hidangan menjadi panik, tetapi ada juga yang tidak peduli dengan teriakkan pemilik kedai.

"Kami masih ingin menyantap hidangan, Tuan! Itu bukanlah badai salju, hanya butiran salju halus turun dari langit. Tuan ini tinggal dimana sebenarnya? Begitu saja nampak panik, padahal kita sudah sering merasakan musim dingin" ujar seorang wanita yang terlihat kesal.

"Bumi kita sudah tua dengan para penghuninya yang serakah. Jadi, wajar saja bila perkiraan cuaca menjadi labil atau sering berubah. Ini masih musim semi disertai salju, bisa saja hari selanjutnya musim dingin dengan kemarau panjang. Keadaan seperti ini mungkin... " sahut seorang pria berambut ikal

"Astaga! Kita harus sering ke Gereja! Mungkin Tuhan sedang memperingati kita sebelum hancurnya peradaban umat manusia!" balas pelanggan lain membuat Earth menatap dengan pandangan yang sulit diartikan.

Tidak berselang lama, Earth kembali ke mode datarnya dan mengalihkan pandangan ke beberapa anak kecil yang nampak bersemangat mengetahui ada hujan salju.

Mereka terlihat berlarian kesana kemari sambil melemparkan bola salju satu sama lain. Pemandangan yang membuat mood Earth sedikit naik hanya karena salju dan kebahagiaan yang terpancar.

Earth kemudian memperhatikan tumbuhan disekitarnya. Merasa lega mengetahui bahwa tanaman serta hewan tidak berdampak dari adanya guyuran salju, efek pelindung memang bekerja sempurna.

Kalau untuk manusia, salju ini akan sangat nyata dan terasa karena manusia memiliki akal pikiran yang didesain agar mampu beradaptasi dengan keadaan.

Berjalan dengan langkah yang lebih lebar untuk cepat sampai tujuan. Namun, dering ponsel membuat Earth memperlambat langkah kakinya.

Mengambil ponsel dan melihat nama yang tertera disana, menghela nafas gusar sebelum menggeser ikon hijau.

'...'

'Ya, aku sudah tiba'

'...'

'Tidak bisakah ditunda? Malam ini aku ingin istirahat'

'...'

'Shit! Aku baru tiba di Kota ini dan kau langsung menyuruhku melakukannya?!'

'...'

'Benar-benar keparat! Selalu menjadikan perkara itu sebagai umpan!'

'...'

'Sial! Aku sedang tak ingin melakukan itu, akan kupastikan dia tidak bisa menguasai diriku!'

'...'

'Brengsek! Ini kan yang kau mau, tunggu aku pukul 10 malam! Dan, jangan coba-coba mengirimkan sinyal itu padaku!'

Sambungan terputus secara sepihak. Earth meremat Handphonenya sebagai bentuk penyaluran emosi yang bergejolak.

Sial! Terjebak untuk kesekian kalinya, geramnya.

Earth mencoba mengontrol dirinya sendiri dan mengesampingkan apa yang baru saja dibahas, lebih memilih melanjutkan langkah kaki yang tertunda.

Setelah menghabiskan 7 menit untuk berjalan kaki, Earth akhirnya tiba di pekarangan rumah dengan kode Brownx GA 23. Membuka pintu utama dan Earth mendapati nuansa rumah yang masih sama seperti terakhir kali dia tinggali.

Terdapat beberapa lukisan abstrak pada dinding, miniatur dari pahatan kayu berbentuk hewan juga tersusun rapi diatas meja. Lantai rumah yang terlihat bersih karena memang Earth menyuruh orang kepercayaannya untuk menghadirkan pembantu yang membersihkan rumah selama dia pergi, kecuali kamar pribadinya.

Melangkahkan kaki menaiki anak tangga menuju lantai 2 tempat kamarnya berada. Earth harus mengistirahatkan tubuh untuk menghilangkan penat dari berbagai hal yang berkecamuk dikepalanya.

Merebahkan diri pada kasur king size empuk dan menatap langit-langit kamar. Kamar Earth didesain dengan corak dan nuansa hitam, berbeda dari ruangan lain yang bernuansa gold serta putih.

Ting!

Sebuah notifikasi pesan masuk, Earth mengambil ponselnya dengan malas karena kegiatannya sedikit terganggu.

Jika kau sudah sampai rumah,

jangan lupa untuk meminumnya!

Earth menghela nafas panjang setelah membaca deretan kata dalam pesan itu, matanya beralih pada sesuatu diatas nakas. Pikirannya melalang buana ke peristiwa yang telah ia lalui selama ini, meremas rambut dan mengusap wajahnya kasar.

Bahkan setelah meminum itu dia masih bisa muncul kapan saja, gumamnya miris.

🔜 TBC 🔜

Siapa Earth sebenarnya?