Menurut situasi saat ini, dia masih belum bisa lepas dari Dina Baskoro.
Oleh karena itu, dia harus membuat janji terlebih dahulu dengan Dina Baskoro, berpura-pura meminta maaf, meminta maaf, dan meminta maaf pada Dina Baskoro sampai dia memaafkannya.
Tetapi jika dia datang sendiri, Dina Baskoro pasti akan marah dan tidak setuju.
Karena itu, lebih baik biarkan Budi Gumelar membantuku.
_ _ _ _ _ _
Setelah Renata Sanjaya pergi, Dina Baskoro tinggal di kampus karena masih ada dua kelas lagi. Bagaimanapun juga, dia harus menggantinya sekarang, jadi dia mengambil dua kelas ini dengan sangat serius.
...
Setelah kelas usai, Dina Baskoro membereskan barang-barangnya dan berencana untuk pergi ke kantor untuk bertemu dengan Teddy Permana.
Dina Baskoro bertemu Teddy Permana karena akan makan bersama, lalu pulang bersama.
Entah kenapa, hanya dengan memikirkan hal kecil seperti ini, Dina Baskoro merasakan sesuatu yang manis dan aneh di hatinya.
Tak heran jika sebagian orang mengatakan bahwa selama kamu bersama orang yang kamu sayang, setiap hari rasanya seperti Hari Valentine.
Tanpa diduga, baru saja Dina Baskoro berjalan keluar dari gerbang sekolah dengan hati yang gembira, seseorang tiba-tiba muncul dan menghalangi jalannya.
"Dina Baskoro, mau kemana?" Budi Gumelar tiba-tiba muncul dan bertanya.
Budi Gumelar memakai jaket berwarna hitam saat itu, dan mengenakan pakaian merk mahal di balik jaketnya, terlihat rapi dan stylish, membuatnya terlihat menarik.
Jika wanita yang melihatnya adalah wanita biasa, melihat Budi Gumelar seperti itu mungkin akan tertarik dan jatuh hati.
Sayangnya wanita itu adalah Dina Baskoro yang tidak memiliki perasaan sama sekali untuknya.
Bahkan ketika Dina Baskoro melihat Budi Gumelar saat itu, dia merasa sedikit jijik, jadi Dina Baskoro hanya bertanya dengan cuek, "Budi, apa yang kamu lakukan disini?"
"Dina Baskoro, apakah kamu berbicara denganku?"
Budi Gumelar mengerutkan kening tidak menyangka bahwa Dina Baskoro akan melihatnya disitu dan bertanya balik.
Jawaban Budi itu membuat Dina tidak senang.
"Lalu apa menurutmu yang akan aku katakan? Kamu tiba-tiba muncul di depanku dan membuatku takut. Aku belum mengatakan apa-apa tentangmu."
Dina Baskoro berkata dengan marah.
"Kamu?!" Budi Gumelar tiba-tiba menjadi dingin.
Namun, Budi Gumelar berpikir sejenak, karena tidak ingin mengkhawatirkan Dina Baskoro.
Kemudian Budi berkata dengan nada memerintah, "Dina Baskoro, ikutlah denganku untuk makan malam, malam ini."
Dina Baskoro hanya tersenyum dingin ketika mendengar permintaan Budi Gumelar, "Maaf, aku tidak ada waktu."
Setelah berbicara, Dina Baskoro berjalan melawati Budi gumelar. Dan hanya menatap lurus ke depan.
Perlakuan Dina baskoro itu membuat Budi Gumelar tiba-tiba merasa tidak puas.
"Ada apa dengan wanita ini?" Budi Gumelar membatin dalam hati.
Padahal sebelumnya, Dina Baskoro selalu mengikutinya setiap hari dan ingin terus menempel padanya sepanjang waktu. Tetapi sekarang, Dina Baskoro selalu mencoba menghindarinya dan selalu menunjukkan ekspresi yang tidak menyenangkan.
Memikirkan hal itu, Budi Gumelar tiba-tiba menoleh dan meraih lengan Dina Baskoro, dan bertanya dengan nada tidak senang.
"Dina Baskoro, apa yang terjadi denganmu?"
Dina Baskoro berusaha melepaskan tangannya, tetapi pegangan tangan Budi Gumelar terlalu kuat dan membuatnya tidak bisa melarikan diri.
Dina Baskoro bertanya dengan tegas, "Apa maumu? Lepaskan tanganku."
Melihat sikap Dina Baskoro , Budi Gumelar menjadi semakin tidak senang.
Jadi Budi Gumelar lalu berkata dengan dingin, "Bukankah kamu sebelumnya selalu mengejarku? Kenapa sekarang kamu mengabaikanku, apa kamu ingin mempermainkanku? Maaf, aku tidak suka cara seperti ini."
Dina Baskoro merasa jijik mendengar perkataan Budi Gumelar barusan, mengira pria ini benar-benar narsis.
"Aku tidak peduli kamu suka atau tidak, lepaskan!" Wajah Dina Baskoro tiba-tiba menjadi terlihat emosi.
Budi Gumelar sedikit terkejut saat melihat ekspresi Dina Baskoro, "Dia terlihat sangat serius sekarang, sepertinya dia tidak munafik dan benar-benar menolakku dan benar-benar ingin aku melepaskan tangannya."
Memikirkan hal itu, Budi Gumelar tiba-tiba merasa sedikit terkejut. Dia ingat dengan jelas bahwa Renata Sanjaya waktu itu mengatakan pada dirinya bahwa perasaan Dina Baskoro terhadapnya sudah gila! Sangat tergila-gila!
Tapi sekarang sepertinya sepertinya sudah tidak begitu.
Saat ini, Dina Baskoro jelas sudah tidak suka dan mencoba menghindar.
"Budi Gumelar, lepaskan! Jika kamu tidak melepaskan tanganku, aku akan berteriak!"
...
Pada saat kejadian itu berlangsung, Dina Baskoro tidak menyadari sama sekali, tidak jauh dari situ, ada sebuah mobil terparkir.
Orang-orang di dalam mobil itu melihat semua kejadian yang terjadi padanya.
Rahmi yang duduk di kursi depan mobil, melihat kejadian itu dengan jelas merasakan hawa di kursi belakang mobil menjadi tidak enak.
Rahmi berkata dalam hati, "Bu Dina, saya tidak tahu apakah anda pernah memikirkan tentang perasaan Pak Teddy selama ini. Setelah beberapa hari kemarin berusaha keras untuk Teddy Permana. Apakah semuanya itu hanya berpura-pura?"
"Di siang bolong seperti ini, berpegangan tangan dengan pria lain, bukankah hal itu akan menyakiti perasaan Teddy Permana?"
Memikirkan hal itu, Rahmi tidak berani keluar mobil dan mendekatinya.
Lalu orang yang duduk di kursi belakang mobil berkata dengan nada yang tidak enak, "Jalan!"
"Baik Pak!" Rahmi tidak berani mengabaikan dan segera menginjak pedal gas.
...
"Lepaskan!" Setelah berjuang untuk waktu yang lama, Dina Baskoro akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari Budi Gumelar.
Kemudian dengan tegas berkata ke Budi Gumelar, "Budi, kamu tidak menyukaiku kan? Bukankah kamu dulu membenciku, jadi jika kamu merasa baik-baik saja sekarang, silahkan menjauh dariku!"
Setelah itu, Dina Baskoro pergi tanpa melihat ke belakang.
Budi Gumelar memikirkan hal itu, merasa bingung dan kesal.
"Benar-benar wanita jalang, apa menurutmu aku tidak pantas untukmu?'
Kemudian Budi Gumelar menelepon Renata Sanjaya.
Setelah telepon terhubung, Budi Gumelar berkata, "Dina Baskoro tidak makan denganku dan sudah pergi sekarang."
"Apa?" Renata Sanjaya mendengar kata-kata itu, merasa aneh.
Renata Sanjaya juga keheranan dengan informasi dari Budi Gumelar, "apakah sekarang Budi Gumelar juga tidak berguna?"
Memikirkan hal itu, Renata Sanjaya merasa sangat aneh dengan Dina Baskoro akhir-akhir ini.
Tidak peduli itu kata-katanya atau tingkah lakunya. Dibandingkan dengan sebelumnya, sepertinya Dina Baskoro benar-benar telah menjadi orang lain.
Berpikir tentang itu, Renata Sanjaya tiba-tiba menyipitkan matanya merasa aneh.
"Mungkinkah Dina Baskoro menemukan bahwa aku telah memanfaatkannya? Apakah dia sadar sekarang?"
...
Dina Baskoro akhirnya berjalan pergi dari tempat itu merasa tidak beruntung di hatinya.
Tidak mau lama-lama memikirkan hal yang terjadi barusan Dina Baskoro berjalan ke sisi jalan dan menghentikan taksi untuk berangkat ke kantor Teddy Permana.
Dan tiba-tiba ponsel di sakunya berdering.
Dina Baskoro mengeluarkan ponselnya dan melihat di layar itu adalah panggilan dari Teddy Permana dan dengan cepat menjawabnya.
"Halo? Teddy Permana, kelasku baru saja berakhir dan aku akan menuju ke kantor." Kata Dina Baskoro.
"Tidak perlu." Suara rendah datang dari ujung telepon.
"Aku memarkir mobilku di salah sudut kampusmu. Ada kedai teh susu di dekat sini. Kamu seharusnya tahu di mana letaknya. Kemarilah, kita akan ke rumah orang tua ku untuk makan malam dengan kakek dan nenek."
Tetapi setelah mendengarkan itu, Dina Baskoro menjadi sangat bersemangat.
"Teddy Permana benar-benar datang untuk menjemputku sendiri untuk makan malam!"
Memikirkan hal itu, kejadian yang tidak mengenakkan barusan sepertinya telah tersapu habis.
Dina Baskoro berkata dengan gembira, "Baiklah, aku akan segera kesana."