Dokter kemudian memeriksa Dina Baskoro dan setelah memastikan bahwa dia sudah cukup sehat untuk pulang, Dokter mengizinkannya.
Kemudian, Mbak Tiwi mengurus administrasi rumah sakit dan mereka pulang.
Karena demam tinggi dan kelelahan, Dina Baskoro tidak ke kampus hari itu. Dan yang dia tidak tahu adalah bahwa kampus hari itu benar-benar kacau.
_ _ _ _ _ _
Pagi-pagi sekali, di depan papan buletin kampus, ada kerumunan orang yang sangat ramai.
Situasinya sangat kacau, orang-orang saling mendorong satu sama lain. Semua orang menjulurkan leher mereka, mencoba membaca berita baru di papan buletin kampus itu.
Di papan buletin saat itu, hasil makalah Dina Baskoro telah diumumkan.
Nilai makalah Dina Baskoro sangat buruk dan bahkan mencetak rekor terendah baru dalam sejarah fakultas keuangan.
Isi makalah itu bahkan terang-terangan ditempelkan di papan buletin agar bisa disaksikan oleh seluruh guru dan siswa kampus.
Lalu kemudian ada seorang siswa yang berteriak dengan menghina, "Aku sudah tahu apa yang akan terjadi! Memang dia tidak akan bisa menulis makalah yang bagus itu!"
"Iya betul, dia memang curang dan busuk!"
"Dina Baskoro ini benar-benar memalukan. Tidak masalah sebenarnnya jika kamu memang curang dan tidak mengakuinya. Tapi kamu berani melebih-lebihkan dan mencoba untuk membuktikan ketidakbersalahan mu di depan umum? Heh, ini senjata makan tuan namanya."
"Menulis esai semacam ini, tapi berani mengatakan bahwa tidak curang? Siapa yang percaya."
Situasi sangat ramai dengan ucapan-ucapan negatif dan menghina, sangat tidak kondusif.
Beberapa orang bahkan mengeluarkan telepon genggam mereka untuk mengambil gambar lalu menertawakannya, "Apa yang tertulis disini? Ini seperti sampah?"
"Kalimatnya semua tidak lancar. Bahkan seorang anak sekolah dasar pun bisa menulis lebih baik daripada dia?"
"Aku benar-benar tidak tahu bagaimana dia bisa diterima di kampus ini."
"Aku benar-benar tidak tahu apa yang bisa dia banggakan tentangnya selain penampilannya, dia tidak memiliki apa-apa lagi."
" Hanya saja ... "
Hinaan dan cacian orang-orang disitu tidak ada habisnya.
Renata Sanjaya dan Indah Permata yang sedang berdiri di luar kerumunan tapi tidak jauh dari situ, menutupi mulut mereka dan tertawa.
Melihat kesan semua orang terhadap Dina Baskoro sangat buruk, mereka merasa bahagia, mereka akhirnya bisa memberi pelajaran pada Dina Baskoro.
Saat ini, Indah Permata tiba-tiba berkata, "Ngomong-ngomong Renata, Dina Baskoro seharusnya tidak tahu tentang ini, kan?" Renata Sanjaya memikirkan hal ini dan tersenyum penuh kemenangan, "Dia tidak datang ke kampus hari ini. Aku tidak tahu kenapa, tapi jangan khawatir, aku akan mencoba menghubunginya nanti. "
Setelah itu, Renata Sanjaya menjauh dari kerumunan. Setelah menemukan tempat yang agak sepi, Renata Sanjaya menelepon Dina Baskoro.
"Dina Baskoro, dimana kamu? Kenapa kamu tidak datang ke kampus hari ini?" Suara Renata Sanjaya terdengar semanis madu.
Dina Baskoro tahu ada yang tidak beres dan menduga bahwa Renata Sanjaya sedang mencoba untuk mencari perhatian lagi.
Namun, Dina hanya menjawab dengan cuel, "Aku sakit dua hari ini dan diam di rumah saja."
Renata Sanjaya langsung menjadi gugup saat mendengarnya, "Sakit? Dina Baskoro, kamu baik-baik saja saat kita bertemu terakhir? Kenapa kamu tiba-tiba sakit?"
Dina Baskoro terlalu malas untuk menjelaskan, dan berkata, "Tidak apa-apa, hanya kelelahan."
Renata Sanjaya masih sangat gugup, "Hei, Dina Baskoro, mengapa kamu tidak memberitahuku kalau kamu sakit? Aku masih di kampus menunggumu dan kamu belum datang juga. Aku mengkhawatirkanmu sepanjang waktu."
"Khawatir tentang aku?" Dina Baskoro merasa konyol setelah mendengar kata-kata itu.
Memikirkan hal itu, Dina Baskoro sengaja berpura-pura berkata dengan lembut, "Aku hanya demam, aku tidak mau kamu khawatir, jadi aku tidak memberitahumu."
"Omong kosong! Dina Baskoro, kita sudah seperti saudara, bukankah aku memang seharusnya khawatir padamu? Kenapa kamu begitu sopan padaku? Mungkinkah kamu tidak menganggapku sebagai saudara lagi?" Renata Sanjaya tiba-tiba emosi.
Dina Baskoro tersenyum memutar matanya, tetapi berkata, "Oh tidak, kita adalah saudara perempuan selamanya."
Renata Sanjaya merasa puas sekarang, "Tunggu di rumah, aku akan datang dan menjengukmu sekarang."
"Tidak, aku baik-baik saja." Dina Baskoro langsung menolak.
Renata Sanjaya tidak mau menyerah, "Oh, aku ingin menjengukmu Dina Baskoro, kamu sengaja menolakku, bukan? Aku katakan, jika aku tidak dapat melihatmu hari ini, aku akan merasa tidak nyaman, jadi aku harus menjengukmu hari ini!"
Renata Sanjaya menutup telepon tanpa menunggu balasan dari Dina Baskoro.
"Sengaja?"
Dina Baskoro melihat ke telepon genggamnya dan berkata dalam hatinya "Renata Sanjaya, ucapan macam apa itu?"
Setengah jam kemudian, Renata Sanjaya benar-benar datang dan kemudian mengetuk pintu.
Mbak Tiwi yang mendengar suara pintu diketuk kemudian membuka pintu dan melihat ada seorang wanita yang tidak dikenalnya lalu bertanya, "Maaf mau cari siapa?"
Renata Sanjaya tidak bisa menahan senyum genitnya dan berkata, "Halo, Aku Renata Sanjaya, teman baik Dina Baskoro. "
Setelah mendengar jawaban kalau dia teman baik Dina Baskoro, Mbak Tiwi dengan cepat mempersilahkan orang itu untuk masuk dan berkata, "Oh, kalau begitu silahkan masuk!"
Renata Sanjaya kemudian berjalan masuk ke rumah.
Lalu menatap Mbak Tiwi, Renata Sanjaya bertanya dengan sopan dan hati-hati, "Maaf, apakah Teddy Permana ada dirumah?"
Mbak Tiwi berpikir sejenak, dan dengan jujur berkata, "Tidak ada."
Tetapi Mbak Tiwi berpikir dengan waspada di dalam hatinya. "Orang ini sedang mencari Bu Dina atau Pak Teddy sebenarnya?"
Ketika Renata Sanjaya mendengar bahwa Teddy Permana tidak ada di sana, dia tersenyum, "Oke, terima kasih."
Lalu mulai melangkah ke atas menuju kamar.
Saat berjalan, Renata terlihat sangat bahagia, karena dalam keadaan normal jika Dina Baskoro sakit, Teddy Permana pasti akan merawatnya. Tapi ternyata hari ini Teddy Permana tidak ada di sini, sepertinya dia sudah kecewa dengan Dina Baskoro!
Memikirkan hal itu, Renata Sanjaya sangat senang.
Kemudian Renata Sanjaya menemukan kamar Dina Baskoro.
Dina Baskoro yang sedang berbaring di tempat tidur dan membaca majalah, terkejut ketika Renata Sanjaya masuk.
"Dina Baskoro, kamu baik-baik saja? Aku sangat mengkhawatirkanmu, kamu terlalu berlebihan! Kenapa kamu tidak mengatakan apa-apa kepadaku saat kamu sakit." Ketika Renata Sanjaya masuk, dia langsung marah dan melempar pertanyaan.
Dina Baskoro saat itu masih terlihat sangat pucat dan ketika dia melihat Renata Sanjaya, dia tiba-tiba merasakan sakit kepala.
Tapi Renata Sanjaya sangat munafik, dan Dina juga tidak mau bekerja sama, jadi dia hanya tersenyum pura-pura. "Aku baik-baik saja. Kemarin hujan, jadi aku demam di tengah malam. Sekarang aku jauh lebih baik. Jangan khawatir."
Renata Sanjaya mengangguk, berpikir bahwa penyakit Dina Baskoro hanya berpura-pura, tetapi dia tidak berharap itu benar.
Namun, Renata Sanjaya tidak melupakan urusan datang ke sini. Tiba-tiba topik percakapan berubah dan dia berkata, "Dina Baskoro, hasil makalahmu telah keluar."
"Oh ya?" Dina Baskoro tiba-tiba teringat bahwa hari ini memang hari untuk menerbitkan hasil tesisnya.
"Bagaimana nilaiku?" Dina Baskoro bertanya dengan rasa ingin tahu.
Dia berpikir dengan keyakinan bahwa dia telah menulis dengan hati-hati, nilai tesisnya seharusnya tidak terlalu buruk.
Namun, Renata Sanjaya menunjukkan ekspresi muram yang tidak bisa dijelaskan, "Oh, Dina Baskoro, aku tidak bisa mengatakannya, kamu harus pergi ke forum kampus untuk melihatnya sendiri."
Melihat ekspresi Renata Sanjaya, Dina Baskoro merasa tidak enak. Jadi, Dina Baskoro segera mengeluarkan telepon genggamnya dan masuk ke forum kampus.
Di forum itu, semua artikel mengejeknya, segala macam bahasa kotor, tak terhitung jumlahnya.
Area komentar telah menjadi area yang paling buruk, begitu banyak cacian dan hinaan negatif disana.