Chereads / Kepingan Sayap Memori Penuh Dendam / Chapter 13 - Niat Belajar Itu Berubah Dengan Cepat 

Chapter 13 - Niat Belajar Itu Berubah Dengan Cepat 

Setelah mengatakan itu, Teddy Permana melihat buku Dina Baskoro dan semua bahan yang sudah Dewi Indriyani lingkari sebelumnya. Dina lalu bertanya dengan lemah, "Yang ini, aku tidak memahaminya dengan baik, bisakah kamu mengajariku?"

Teddy Permana tidak membaca materi di buku itu, tetapi menatap dalam-dalam ke mata Dina Baskoro, samar-samar merasa bahwa Dina tidak seharusnya berbohong lalu akhirnya mengangguk pelan.

Dina Baskoro melonjak kegirangan dalam sekejap, "Apa kamu berjanji untuk mengajariku? Hebat!" Dina Baskoro tidak bisa menahan kegembiraannya lalu merangkul leher Teddy Permana, dan mencium wajahnya dengan semangat.

"Teddy Permana, aku tahu, kamu yang terbaik bagiku!"

_ _ _ _ _ _

Dicium tiba-tiba seperti itu, Teddy Permana sedikit bingung, dan kemudian mengerutkan keningnya menatap Dina.

Tenggorokannya menegang karena sebenarnya ingin menegurnya, tetapi Teddy tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Dina Baskoro kembali melihat bukunya, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Teddy Permana melihat Dina yang duduk didepannya sangat fokus, seolah-olah dia sedang menghadapi musuh, memeras otaknya untuk menghadapi setiap musuh itu.

Teddy Permana belum pernah melihat Dina seperti itu.

Dina Baskoro sebelumnya adalah wanita yang terkenal bandel, ceroboh dan sembrono dan itu membuat sakit kepala setiap orang, kemanapun dia pergi.

Sekarang perubahan besar telah terjadi, Teddy tidak tahu apa yang Dina pikirkan, apakah ini hanya iseng atau sebuah tipuan baru?

Teddy Permana berpikir sejenak, sebenarnya Teddy tidak peduli apa yang ingin Dina lakukan, hasilnya akan tetap sama - Teddy tidak akan pernah membiarkan Dina meninggalkannya!

Jadi Teddy tidak mengatakan apa-apa, hanya melihat Dina yang sedang serius belajar.

Untuk sementara, suasana ruangan itu sangat sunyi dan mereka berdua sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing, tidak saling mengganggu.

Tapi setelah beberapa saat, kesunyian itu pecah.

Dina Baskoro menggigit pena di mulutnya, menunjuk ke sebuah pertanyaan dan bertanya pada Teddy dengan bingung, "Teddy Permana, aku tidak mengerti ini, bisakah kamu menjelaskannya padaku?"

Teddy Permana tidak menolak, mengambil buku itu dan melihat pertanyaannya. Lalu mulai menjelaskan pertanyaan itu secara detail pada Dina Baskoro.

Meskipun Dina Baskoro biasanya tidak mampu menangkap materi dengan cepat, tapi Dina berharap otaknya berputar lebih cepat dan akan segera mengerti apa yang dikatakan Teddy Permana.

Selama itu adalah bagian yang dia pahami, Dina Baskoro akan langsung mencatat di bukunya, dengan tulisan yang rapi, imut dan indah, sangat cocok dengan dirinya.

Teddy Permana mengesampingkan pekerjaannya dan mengamati Dina dalam diam untuk beberapa saat dan menemukan bahwa Dina Baskoro benar-benar jauh lebih pintar dari yang dibayangkan.

Teddy sangat menyayangkan bahwa otaknya yang pintar tidak digunakan selama ini.

Keduanya lalu diam lagi, tapi diamnya kali ini adalah diam seperti ketenangan sebelum badai.

Karena dalam waktu singkat, Dina Baskoro terus bertanya hampir setiap satu menit, Dina benar-benar harus menghajar telinga Teddy Permana dengan pertanyaannya.

"Teddy Permana, bisakah kamu membantuku melihat di sini, poin finansial apa yang kacau, aku tidak mengerti…"

"Teddy Permana, bagaimana kamu melihat grafik tren saham?"

"Teddy Permana, apakah ini pertanyaan pilihan ganda? Apakah semua jawaban benar?"

"Teddy Permana..."

"... "

Pekerjaan Teddy Permana benar-benar sampai berhenti.

Awalnya, Teddy bisa menahannya, tetapi lama-lama Dina Baskoro benar-benar sudah mengganggu.

Teddy Permana bari sadar bahwa pertanyaan Dina sebenarnya adalah pertanyaan tingkat awal di pelajaran Keuangan. Seorang mahasiswa keuangan akan mendapatkan jawaban itu dengan benar, bahkan dengan mata tertutup. Tetapi Dina Baskoro tidak...

Sampai pada akhirnya, Teddy Permana mulai tidak tahan, dan bertanya dengan sedikit emosi, "Dina Baskoro, apa yang sebenarnya kamu lakukan di kelas?" Teddy Permana sedikit kesal.

Dina Baskoro tahu kalau dirinya memang memiliki terlalu banyak masalah, jadi dia menundukkan wajahnya karena malu, menggigit bibirnya ke atas dan ke bawah dan berkata dengan pelan, "aku biasanya tidur, berfoto selfie, menonton TV, dan chatting... Hanya... Hanya... Itu saja. "

Dina Baskoro mulai menjelaskan, tapi semakin Dina berbicara, semakin dia merasa bersalah, kepalanya semakin menunduk, hanya sepasang mata yang menatap Teddy Permana dengan diam-diam.

Melihat wajah Teddy Permana, Dina hanya bisa diam. Dina Baskoro segera mengangkat wajahnya lalu memasang ekspresi menyedihkan.

"Teddy Permana, jangan marah, aku pasti tidak akan seperti ini di masa depan, tidak akan pernah lagi! Aku berjanji mulai sekarang, aku pasti akan rajin belajar dan akan membaca buku"

Teddy Permana menatap Dina untuk waktu yang lama, lalu menghela nafasnya. Benar-benar cari masalah saja.

Teddy Permana harus menghentikan sementara pekerjaannya, memindahkan kursi dan pindah ke samping Dina Baskoro.

Keduanya duduk bersebelahan. Teddy Permana tidak memikirkan hal lain, jadi dia mengambil buku teks dan mulai dengan sabar mengajari Dina Baskoro.

Suara Teddy Permana yang rendah dan dalam membuat Dina tidak memperhatikan dan tidak bisa berpikir. Dan ruangan tiba-tiba menjadi terasa sunyi.

Dina Baskoro pada awalnya memperhatikan apa yang dijelaskan oleh Teddy, tetapi setelah beberapa saat Dina tertarik dengan suara Teddy Permana, dan matanya tertuju pada wajahnya.

Teddy Permana yang sangat tampan membuat Dina Baskoro berpikir bahkan seorang model pria yang populer pun tidak sampai setengahnya. Dina tampak terobsesi dengan mata Teddy.

" Jadi begitulah cara menjawab pertanyaan ini, apakah kamu mengerti?"

Teddy Permana menyelesaikan pertanyaan dengan sabar, lalu menoleh untuk menatap Dina dan kemudian menyadari bahwa Dina Baskoro tidak memperhatikannya saat itu.

Teddy Permana bertanya dengan sedikit emosi, "Kamu sama sekali tidak ada niat untuk belajar dengan serius!"

Kemudian Dina tersadar dari lamunannya.

Dina Baskoro menjadi cemas seketika, melingkarkan lengannya di leher dan membalikkan badannya, "Aku ingin belajar... Tentu saja aku ingin belajar, tapi sebelum ini..."

Tiba-tiba Dina Baskoro tersenyum, dan tiba-tiba Dina mencondongkan tubuh ke depan, mendekatkan bibirnya, lalu menempelkannya di bibir Teddy Permana.

Teddy Permana merasa seluruh tubuhnya kaku seperti disambar petir!

Wajah Dina Baskoro sedikit memerah. Seorang gadis yang mengambil inisiatif seperti ini pasti pemalu.

Namun, Dina ternyata cukup berani untuk mencium bibirnya lagi dan membuat wajah Teddy Permana cukup dingin saat itu. Beberapa saat kemudian, Teddy Permana menyadari situasi yang terjadi, dan untuk sesaat nafasnya mulai tidak teratur, dan mengulurkan tangannya untuk mendorong Dina Baskoro dengan susah payah, lengan Dina benar-benar menempel di lehernya dengan erat, tidak ingin melepaskan, seolah terjebak dalam ciuman.

Sampai akhirnya, Teddy Permana melepasnya dengan paksa, dan nada bicaranya mengikuti dengan tajam, "Dina Baskoro, apa kamu tahu apa yang kamu lakukan!"

Dina Baskoro dengan tenang menatapnya, "Tentu saja aku tahu."

Suara Dina Baskoro benar-benar membangkitkan semangat yang berapi-api di hati Teddy Permana, "Ini yang kamu minta?"

Setelah mengatakan itu, nafsu Teddy Permana yang mendominasi sangat berlebihan dibandingkan dengan hati-hati. Ciumannya sedikit kasar, sangat kuat.

Dina Baskoro tidak punya waktu untuk bereaksi, jadi dia berbalik dan Teddy Permana menekan Dina dengan sangat keras di meja, dan nafas yang penuh nafsu itu terdengar naik turun.

Meskipun Dina Baskoro bingung, dia tidak menolaknya dan mulai menanggapi dengan antusias.

Tanpa sadar tangan Teddy Permana sudah menempel di dada Dina Baskoro. Pegangannya tidak keras atau pelan, tetapi cukup untuk merangsang Dina Baskoro. Dina Baskoro tidak bisa menahannya lagi, lalu dia mendesah dengan suara pelan.