Saga mencibir, dan badai dahsyat melonjak di matanya yang hitam, "Apakah itu benar-benar terinspirasi, atau apakah wajahmu alergi? Hah? Katakan padaku!"
Dengan suara gemerincing, salep di tangan Stella jatuh ke atas meja, membuat suara yang keras. Pertanyaan itu terlalu mendadak dan membuatnya terkejut.
Stella melihat pantulan dirinya sendiri di cermin dengan panik. Bagaimana Saga tahu bahwa wajahnya alergi?
Apakah Saga sudah mengetahui sesuatu?
Keheningan singkat itu membuat Saga semakin marah, dan dia mengepalkan tinjunya dengan erat dan berderit.
Lift berhenti di lantai 22. Saga melangkah keluar. Pandangan matanya tertuju pada nomor rumah di depannya, dengan cibiran dingin terpancar di sana. Dia berkata, "Dera, buka pintunya."
Suara yang akrab itu tiba-tiba terdengar. Stella membelalakkan matanya sambil menahan napas. Wajahnya menjadi sangat pucat.
Tidak ada alasan lain, Saga memanggil Dera, bukan Stella.
Saga berlari ke arahnya dan memanggil Dera!
