Hanya ada satu baris di surat itu.
Fei, maafkan aku, aku pergi, jangan temukan aku, jaga baik-baik putri kita! Teratai es!
"Ibu ... Ibu ... mengapa, mengapa kamu pergi, mengapa kamu meninggalkan ayah dan anak perempuan kami ..." Widya bergumam, air mata mengalir lagi.
"Widya, maafkan aku, aku ... aku seharusnya memberitahumu."
"ayah···"
Widodo mengerutkan bibirnya, "Jika ibumu tahu bahwa kamu telah dewasa, dia pasti sangat bahagia."
"Ayah, apa kau tidak punya berita apapun tentang ibumu?" Widya bertanya dengan penuh semangat.
Widodo menggelengkan kepalanya, "Dalam dua puluh tahun terakhir, aku telah memikirkan semua yang dapat kupikirkan, tetapi ibumu seperti dunia telah menguap, dan aku tidak dapat menemukan petunjuk."
"Tapi aku percaya Tuhan tidak akan begitu tidak berperasaan. Suatu hari ibumu akan muncul lagi dan keluarga kita akan bersatu kembali." Mata Widodo menunjukkan ketegasan.
Widya tidak peduli, apakah hari itu benar-benar akan datang?