"Istriku, kamu terlihat sangat cantik ketika kamu tersenyum," kata Mahesa sambil memandangi wajah Widya dengan tatapan genit.
"Cabul!" Widya menjawab dengan malu-malu.
Sementara Widya tidak memperhatikan, Mahesa memeluknya dan mencium pipinya yang putih, "Tidak, kamu memang wanita paling cantik. Jika kamu tidak bergerak, maka aku yang akan bergerak."
"Lepaskan aku!" Widya meronta dengan sekuat tenaga, tapi tetap saja tidak bisa bergerak.
"Peluk saja sebentar. Anggaplah ini hadiah untukku." Mahesa membawa Widya ke dinding. Dia membenamkan kepalanya di dada Widya yang menjulang tinggi, lalu menggosoknya dengan keras.
Widya mengatupkan bibirnya dan mencubit Mahesa dengan marah, "Mahesa, jangan terlalu berlebihan!"
"Hei, istriku, dadamu sangat lembut dan hangat." Mahesa tersenyum.
"Kamu… brengsek! Aku…" Wajah Widya memerah, lebih tepatnya membara untuk beberapa saat. Ketika dia diserang oleh Mahesa, dia benar-benar tidak tahu bagaimana harus melepaskan diri.