Chereads / Laga Eksekutor / Chapter 10 - 10 - Ancaman dari Seorang Polisi

Chapter 10 - 10 - Ancaman dari Seorang Polisi

Linda berlari keluar dari ruang interogasi dengan marah. Setelah menemukan sebuah ruangan tanpa siapa pun, diam-diam dia bersandar di dinding. Dia mengingat kejadian barusan. Jantungnya masih berdebar, dan wajahnya bahkan lebih panas. "Sialan, pria itu sangat kurang ajar." Linda mengutuk dengan suara rendah.

Linda awalnya berencana untuk memperbaiki hal buruk itu, tetapi dia tidak berharap dia akan gagal melakukannya. Dia juga tidak menyangka bahwa dirinya membiarkan Mahesa memanfaatkannya. Untungnya, tidak ada orang lain yang melihatnya, jika tidak, bagaimana dia akan menghadapi mereka?

Untuk soal Akbar, Linda benar-benar percaya diri bahwa dia bisa menghadapinya. Dia tidak akan membiarkan Akbar berbicara omong kosong. Lagipula Akbar telah diintimidasi oleh Linda sejak pertama kali bergabung di polisi. Akbar pasti takut padanya. Satu-satunya hal yang harus dilakukan sekarang adalah menutup mulut Mahesa, sehingga dia tidak akan berbicara omong kosong di mana-mana. Tetapi Linda tidak tahu bagaimana caranya. Dia akan menunggu kesempatan yang tepat untuk menemukan tempat yang tepat, lalu membalas perbuatan Mahesa.

"Mahesa, mari kita tunggu dan lihat." Setelah mendengus dingin, Linda mengatur emosinya sebelum dia meninggalkan ruangan. Tetapi dia berhenti setelah berjalan dua langkah, dan tiba-tiba menunjukkan senyuman aneh karena dia tiba-tiba memikirkan sebuah cara di benaknya. "Aku akan memberitahu semua orang bahwa kamu telah memanfaatkanku."

Setelah Linda pergi, Mahesa mengobrol dengan Akbar di ruang interogasi. Akbar berjanji untuk tidak mengatakan apa-apa tentang apa yang baru saja dia lihat. Selain itu, Akbar mengagumi keberanian Mahesa yang telah mengganggu Linda. Kini Akbar dan Mahesa menjadi seperti saudara.

Mahesa juga mengetahui bahwa Akbar ternyata adalah putra Pak Wijaya, kepala di Polsek Gubeng. Putra Pak Wijaya yang lainnya, Luthfan, juga bekerja di tempat yang sama.

Tentang Linda, Akbar selalu takut pada wanita itu. Dia tidak pernah memenangkan pertarungan melawan Linda. "Mahesa, wanita itu sangat kuat. Aku selalu dipukuli. Mahesa, jangan biarkan dia tahu kalau aku melihat kalian, ya? Atau aku akan dipukuli lagi."

"Oke, apa kamu kira aku suka bergosip? Ngomong-ngomong, berapa lama aku harus tinggal di kantor polisi ini?" Mahesa duduk dan menghela napas.

"Jangan khawatir, kalian akan baik-baik saja. Paling-paling kalian hanya diberi nasihat atau denda." Akbar ragu-ragu dan memandang Mahesa sambil tersenyum.

Mahesa tercengang, lalu dia berkata dengan marah, "Ada apa? Kenapa kamu tersenyum seperti itu?"

"Kamu benar-benar tidak mengerti?" Akbar tidak bisa menahan senyum.

"Aku tidak mengerti, ayolah." Sebenarnya menurut Mahesa, Akbar agak tidak cocok menjadi polisi karena kepribadiannya yang sangat baik.

"Linda pasti akan memberatkan hukumanmu, jadi kamu harus bicara sendiri padanya." Akbar berkata dengan gembira.

"Apa? Tapi aku hanya menyentuh dadanya dan menciumnya secara tidak sengaja." Mahesa berkata dengan ringan. Tapi dia punya firasat buruk di hatinya. Cepat atau lambat wanita itu pasti akan mendatanginya untuk menyelesaikan dendamnya pada Mahesa.

"Seorang pria dari keluarga kaya biasa mengganggu Linda. Setelah itu, pria itu langsung dipukuli hingga harus dirawat di rumah sakit selama dua bulan. Tapi sekarang kamu baik-baik saja. Namun, kamu harus waspada, wanita itu pasti tidak akan menyerah." Akbar tersenyum.

Mahesa mengulurkan tangannya untuk memegangi kepalanya dan mulai merasa khawatir. Pada saat yang sama, Linda masuk dengan marah dan melihat keduanya duduk bersama. Dia berkata dengan nada menyindir, "Hubungan antara kalian berdua cukup erat ternyata."

"Duduk dulu, Mahesa akan menjelaskannya." Akbar tersenyum lemah seperti tikus yang melihat kucing. Dia bergegas keluar dari ruang interogasi. Sebelum pergi, dia mengedipkan mata pada Mahesa.

Linda pun memindahkan kursi di depan Mahesa, dan kemudian duduk di sana. Dia memiringkan kepalanya, dan menatap Mahesa.

"Cantik, aku akan luluh jika kamu melihatku seperti ini." Mahesa tersenyum malu-malu.

"Panggil aku polisi!" Linda menendang kaki Mahesa.

Mahesa kesakitan. Wanita ini benar-benar mengerikan. "Bu polisi, bisakah Anda melepaskan saya? Akbar baru saja berkata bahwa saya seharus-"

Sebelum Mahesa selesai berbicara, Linda menyela, "Jika kamu ingin pergi, mimpi saja. Orang lain bisa pergi, tetapi kamu tidak bisa. Siapa yang menyuruhmu memperlakukanku seperti itu?"

Persis dengan yang dikatakan Akbar, wanita ini tidak berniat untuk melepaskan Mahesa dengan mudah. Kenapa wanita ini mengungkitnya lagi? Bukankah itu hanya kecelakaan? Lagipula, jika tadi Linda tidak menendang Mahesa, mereka tidak akan jatuh bersama. Jika mereka tidak jatuh bersama, Mahesa tidak akan menyentuh dada Linda, apalagi mencium bibirnya.

"Tidak ada yang perlu dikatakan." Linda tiba-tiba merasa sedikit senang melihat Mahesa tidak berdaya.

"Baiklah, maafkan aku karena membuat kesalahan." Mahesa berkata dengan sedih. "Lalu apa yang kamu inginkan?" Mahesa mengangkat kepalanya dan mengeluarkan sebatang rokok.

Ketika Mahesa akan menyalakannya, Linda menyambarnya, lalu mematahkannya menjadi dua bagian dan meletakkannya di asbak. Dia mengerutkan kening, "Tidakkah kamu tahu bahwa merokok di depan seorang wanita tidak sopan? Terutama wanita cantik."

Mahesa ingin tertawa. Wanita itu akhirnya mengakui bahwa dia adalah seorang wanita. "Baiklah, kamu wanita cantik. Ayo, mari kita bicara tentang ini, wanita cantik. Jika kamu melihatku seperti ini, itu akan membuatku merasa tidak nyaman." Mahesa berkata dengan hati-hati.

"Mahesa, haruskah kita membicarakan sesuatu?" Linda berkata sambil tersenyum. Ekspresinya berubah. Ini adalah perubahan besar. Mahesa benar-benar merasa gugup di dalam hatinya. Dia masih ragu tentang wanita ini. Ini terlalu dibuat-buat. Pasti ada konspirasi di sini, jadi Mahesa tidak boleh lengah. "Bu polisi, mari berbicara dengan serius. Saya hanya seorang penjaga keamanan biasa. Anda baru saja salah memahami semuanya. Dan, jangan khawatir, saya tidak akan bicara omong kosong."

"Benar-benar tidak mau bekerja sama?" Wajah Linda memancarkan ekspresi marah lagi.

Mahesa menggelengkan kepalanya dengan penuh semangat, "Bu polisi, apa yang saya katakan itu benar. Anda bisa melepaskan saya sekarang."

"Tidak, kamu akan berada di sini malam ini. Itu karena kamu dicurigai telah melakukan prostitusi. Aku berhak menahanmu selama 24 jam, dan mengawasi dirimu. Jika kamu tidak bisa diatur, itu artinya kamu ingin kamu sekarang juga." Setelah berbicara dengan ganas, Linda keluar dari ruang interogasi dengan tenang. Dia meninggalkan Mahesa yang duduk di sana dengan tatapan tidak percaya.

"Tunggu!" Mahesa buru-buru menghentikan Linda.

Linda menoleh. Alisnya berkerut. Lalu, dia menunjukkan senyuman menawan, "Kenapa? Kamu sudah mengerti sekarang? Izinkan aku mengatakan ini. Selama kamu bisa berjanji untuk memenuhi satu syarat dariku, mungkin kita masih bisa berteman."

"Tidak, tidak, bu polisi. Saya hanya ingin bertanya apakah tidak ada cara lain? Ini bukan tempat yang baik. Akbar berkata saya bisa pergi setelah saya membayar dendanya." Mahesa bertanya sambil tersenyum.

Wajah Linda tiba-tiba berubah. Dia mendengus dingin. Alisnya tiba-tiba bergetar, dan dia mencibir, "Ya, bayar lima puluh juta." Dalam hatinya, Linda begitu bangga. Mahesa tidak akan baik-baik saja jika harus membayar denda yang begitu banyak.

Benar saja, ketika mendengar perkataan Linda, ekspresi Mahesa menjadi sangat tidak berdaya. Dia tidak punya banyak uang, dan sekarang dia harus membayar denda sebanyak itu. Dia sudah tidak punya cadangan lagi karena semua uangnya di ATM sudah diambil.

"Tidak bisa? Kalau begitu, tetaplah di sini dengan patuh." Linda tertawa penuh kemenangan, seperti seseorang yang menang dalam pertempuran. Setelah itu, dia pergi tanpa melihat ke belakang.

"Bisakah aku menggesek kartu kreditku untuk membayar denda?"

Terdengar suara ketus dari Linda lagi, "Gesek kartu kreditmu? Gesek saja dengan kepalamu!"