Chereads / Laga Eksekutor / Chapter 32 - 32 - Sosok Pria di Rumahnya

Chapter 32 - 32 - Sosok Pria di Rumahnya

"Jadi, kamu yang membunuh Sembilan Tembakan?" Dimas gemetar.

Sembilan Tembakan adalah salah satu subgrup dari organisasi pembunuh terkuat di dunia, Tengkorak Berdarah. Organisasi itu juga merupakan tempat bagi pembunuh terbaik di dunia, salah satunya Dwiky yang tergabung dalam subgrup Sembilang Tembakan. Namun, saat melakukan misinya, Dwiky gagal membunuh Siska dan justru terbunuh. Dimas tidak menyangka Dwiky dibunuh oleh pria di depannya ini. Itu tidak salah, pasti pria ini.

"Karena kamu sudah dapat menebaknya, apakah kamu perlu aku untuk berbicara lebih banyak?" Mahesa menatap Dimas dengan dingin, lalu mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya. "Aku sangat penasaran, mengapa kamu menggunakan orang itu untuk melawan Big Brother?"

Mata Dimas berkedip panik. Dia memperhatikan Mahesa dengan gugup, tidak bisa berkata-kata.

"Kenapa? Kamu takut sekarang? Apakah sudah agak terlambat?" Mahesa menjentikkan jelaga, dan tiba-tiba menjadi tenang kembali.

"Itu bukan urusanmu."

Mahesa tersenyum. Dia menarik napas tajam, lalu meletakkan abu rokoknya di kaki Dimas.

"Ah!" Puntung rokok panas yang menyentuh kulit Dimas membuatnya menjerit kesakitan.

"Itu bukan urusanku? Lalu mengapa kamu mencari masalah denganku?" Dalam sekejap, mata Mahesa menjadi buas.

"Tidak, tidak, aku tidak bermaksud begitu." Dimas menahan rasa sakit di pahanya dan memandang Mahesa dengan ngeri. Dia takut pria ini akan membunuhnya jika kesal.

"Bukan itu, lalu apa artinya? Apa tujuanmu hah?" Mahesa mencekik leher Dimas. Dia menggertakkan giginya, "Kuberitahu, katakan padaku apa yang ingin kuketahui, kalau tidak, kamu akan merasakan siksaan paling kejam di dunia. Aku berjanji." Mata ganas itu menakutkan, seolah-olah mereka adalah mata dewa kematian dari neraka.

Dimas juga telah melihat banyak orang yang kejam, tetapi pada saat ini dia merasa bahwa orang-orang itu jauh lebih baik daripada orang yang ada di depannya saat ini. "A-aku… aku…"

"Katakan!"

"Itu ulah ayahku, Pak Damas." Dimas hampir menangis.

Mahesa melepaskan Dimas dan mencibir dengan jijik, "Kamu benar-benar anak yang baik. Jika kamu berkata pada ayahmu bahwa kamu telah mengkhianatinya, apakah dia akan marah?"

Tentu saja Dimas tahu ayahnya akan marah, tetapi dia tidak memiliki pilihan apa pun saat ini. Pria di depannya ini membuatnya mati kutu. Di mata Pak Damas, Dimas adalah anak yang tidak berguna, tetapi bagaimanapun juga dia adalah putranya. Dimas akan mewarisi harta dan orang-orangnya nanti. Oleh karena itu, Pak Damas berencana untuk meruntuhkan geng Badai Besar milik Big Brother yang memungkinkan dia untuk membiarkan pasukannya tumbuh dengan pesat.

Jika Pak Damas tahu bahwa rencananya yang sempurna akan gagal karena kelalaian putranya, dia tidak akan pernah meminta Dimas untuk terlibat. Kali ini, tidak hanya rencananya yang terbongkar, tetapi ada seorang pembunuh yang sudah mengetahui identitasnya.

"Di mana Pak Damas?" Mahesa bertanya dengan suara yang dalam.

"Aku tidak tahu."

"Katakan, di mana?" Mahesa tiba-tiba meraih lengan Dimas. Dia mencengkeramnya kuat hanya untuk mendengar teriakan kesakitan dari Dimas, "Kamu boleh tidak menjawabku selama kamu bisa menahannya."

Lengan Dimas yang diremas oleh Mahesa terasa sangat menyakitkan, sehingga Dimas dibasahi keringat dingin. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menahannya. "Di rumahnya."

"Bajingan! Bukankah lebih baik jika kamu mengatakannya lebih awal?" Mahesa menampar wajah Dimas.

Dimas ingin memukul balik Mahesa, tetapi dengan perbedaan kekuatan ini, dia harus memilih untuk menahan diri.

____

Setengah jam kemudian, di rumah Pak Damas.

PRANG!

Seseorang terlempar dari kaca pintu dan masuk ke dalam rumah.

"Siapa?" Mendengar suara itu, sekelompok orang berbaju hitam bergegas keluar dan melihat Dimas yang sedang telanjang. Mereka semua terkejut, "Tuan, ada apa denganmu?"

"Cepat selamatkan aku."

"Apa yang kamu lakukan dalam keadaan seperti itu? Semuanya, cepat cari dokter. Kamu pergi dan beritahu bos." Melihat Dimas yang berdarah, seorang pria berpakaian hitam berteriak pada pria lain di sampingnya.

Saat mengetahui bahwa putranya terluka dan ditelanjangi serta dilempar ke dalam rumah, Pak Damas segera bergegas ke ruang tengah. Ketika melihat penampilan Dimas, wajah Pak Damas memerah karena marah, "Apa yang terjadi?"

"Bos!" Para pria berpakaian hitam berteriak dengan hormat dan mengatakan kejadian barusan.

Setelah mendengarkan bawahannya, dada Pak Damas naik turun lagi. Tanpa diduga, dirinya yang bermartabat dan mengontrol seluruh kecamatan di Surabaya harus dipermalukan seperti ini. Putra satu-satunya dilemparkan ke dalam rumah dalam keadaan telanjang dan berantakan!

"Cepat cari siapa yang melakukannya!" Pak Damas berteriak keras.

"Tidak perlu." Tiba-tiba sebuah suara datang dari kegelapan di luar pintu. Kemudian, seorang pemuda berjalan perlahan dari luar dengan sebatang rokok di mulutnya, "Anda Pak Damas?" Dari suara Pak Damas, Mahesa telah mengenali bahwa Pak Damas adalah orang yang menelepon pembunuh bayaran itu malam itu.

"Kamu siapa?" ​​Pak Damas mengerutkan kening dan menatap Mahesa.

"Itu bukan urusanmu." Mahesa berjalan ke sofa dan duduk. Saat melihat tingkah Mahesa, tiga puluh orang penjaga rumah itu mengepung Mahesa. Mereka mengelilingi pria kurus itu.

"Kamu sangat berani. Bagaimana kamu bisa berani datang ke rumahku sendirian?" Wajah Pak Damas memancarkan ekspresi dingin. Saat berbicara, Pak Damas juga memikirkan siapa Mahesa dan kapan dia pernah berurusan dengannya.

Pak Damas punya banyak musuh, tapi sekarang hanya ada sedikit orang yang berani datang ke rumahnya secara langsung, salah satunya Mahesa. Ini menunjukkan bahwa Mahesa mungkin memiliki latar belakang yang tidak biasa hingga memiliki nyali untuk mendatangi dirinya.

Pak Damas diam-diam menatap orang di sebelahnya. Orang itu segera mengangguk dan berjalan keluar dari rumah. Mahesa tetap tidak bergerak. Dia tahu bahwa Pak Damas memerintahkan orang tadi untuk memanggil pasukannya. Panggil saja, bagaimanapun, tidak peduli berapa banyak orang, Pak Damas akan mati malam ini.

Pak Damas tidak mengira pemuda ini datang ke sini, dan pasti ada orang lain yang bersembunyi di sekitar rumah, jadi dia meminta anak buahnya keluar untuk menyelidiki. Dia juga memanggil lebih banyak orang untuk datang ke rumahnya.

"Ini hanya pertemuan biasa, kenapa Anda sepertinya tidak berani?" Mahesa tersenyum ringan.

"Anak muda, jangan terlalu sombong. Aku benar-benar tidak takut pada dirimu. Memangnya siapa kamu?" Pak Damas mencibir.

"Itu urusanku. Kenapa Anda bertanya terus?" Mahesa berdiri. Dia memadamkan api di rokoknya dengan tangannya. Lalu, dia berjalan ke depan Dimas yang masih tergeletak di sofa. Tiba-tiba wajahnya menjadi dingin. Dia meraih salah satu lengan Dimas dan menariknya dengan kuat. Saat berikutnya adalah adegan berdarah. Lengan Dimas dipatahkan oleh Mahesa di depan Pak Damas.

"Kamu sangat berani." Melihat Dimas yang pingsan kesakitan, Pak Damas gemetar. Dia tidak menyangka pria ini akan mematahkan lengan putranya di depannya. Orang ini luar biasa!

Perlu diketahui bahwa mematahkan lengan seseorang dengan tangan kosong bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan oleh orang biasa. Hal itu membutuhkan kekuatan tangan yang sangat besar. Saat ini, Pak Damas akhirnya mengerti bahwa pemuda dengan senyuman di wajahnya ini adalah seorang master. Tidak heran dia berani datang sendiri. Itu karena dia memiliki kemampuan seperti itu. Namun, memikirkan bahwa dia memiliki puluhan pasukan dan senjata di sisinya, kepercayaan diri Pak Damas cukup tinggi. Dia pasti bisa menangani pria ini.

"Ini hanya masalah kecil." Mahesa menggerakkan tangannya tanpa memperhatikan. Sepertinya bukan hanya lengan Dimas yang patah sekarang.

32 - Sosok Pria di Rumahnya

"Jadi, kamu yang membunuh Sembilan Tembakan?" Dimas gemetar.

Sembilan Tembakan adalah salah satu subgrup dari organisasi pembunuh terkuat di dunia, Tengkorak Berdarah. Organisasi itu juga merupakan tempat bagi pembunuh terbaik di dunia, salah satunya Dwiky yang tergabung dalam subgrup Sembilang Tembakan. Namun, saat melakukan misinya, Dwiky gagal membunuh Siska dan justru terbunuh. Dimas tidak menyangka Dwiky dibunuh oleh pria di depannya ini. Itu tidak salah, pasti pria ini.

"Karena kamu sudah dapat menebaknya, apakah kamu perlu aku untuk berbicara lebih banyak?" Mahesa menatap Dimas dengan dingin, lalu mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya. "Aku sangat penasaran, mengapa kamu menggunakan orang itu untuk melawan Big Brother?"

Mata Dimas berkedip panik. Dia memperhatikan Mahesa dengan gugup, tidak bisa berkata-kata.

"Kenapa? Kamu takut sekarang? Apakah sudah agak terlambat?" Mahesa menjentikkan jelaga, dan tiba-tiba menjadi tenang kembali.

"Itu bukan urusanmu."

Mahesa tersenyum. Dia menarik napas tajam, lalu meletakkan abu rokoknya di kaki Dimas.

"Ah!" Puntung rokok panas yang menyentuh kulit Dimas membuatnya menjerit kesakitan.

"Itu bukan urusanku? Lalu mengapa kamu mencari masalah denganku?" Dalam sekejap, mata Mahesa menjadi buas.

"Tidak, tidak, aku tidak bermaksud begitu." Dimas menahan rasa sakit di pahanya dan memandang Mahesa dengan ngeri. Dia takut pria ini akan membunuhnya jika kesal.

"Bukan itu, lalu apa artinya? Apa tujuanmu hah?" Mahesa mencekik leher Dimas. Dia menggertakkan giginya, "Kuberitahu, katakan padaku apa yang ingin kuketahui, kalau tidak, kamu akan merasakan siksaan paling kejam di dunia. Aku berjanji." Mata ganas itu menakutkan, seolah-olah mereka adalah mata dewa kematian dari neraka.

Dimas juga telah melihat banyak orang yang kejam, tetapi pada saat ini dia merasa bahwa orang-orang itu jauh lebih baik daripada orang yang ada di depannya saat ini. "A-aku… aku…"

"Katakan!"

"Itu ulah ayahku, Pak Damas." Dimas hampir menangis.

Mahesa melepaskan Dimas dan mencibir dengan jijik, "Kamu benar-benar anak yang baik. Jika kamu berkata pada ayahmu bahwa kamu telah mengkhianatinya, apakah dia akan marah?"

Tentu saja Dimas tahu ayahnya akan marah, tetapi dia tidak memiliki pilihan apa pun saat ini. Pria di depannya ini membuatnya mati kutu. Di mata Pak Damas, Dimas adalah anak yang tidak berguna, tetapi bagaimanapun juga dia adalah putranya. Dimas akan mewarisi harta dan orang-orangnya nanti. Oleh karena itu, Pak Damas berencana untuk meruntuhkan geng Badai Besar milik Big Brother yang memungkinkan dia untuk membiarkan pasukannya tumbuh dengan pesat.

Jika Pak Damas tahu bahwa rencananya yang sempurna akan gagal karena kelalaian putranya, dia tidak akan pernah meminta Dimas untuk terlibat. Kali ini, tidak hanya rencananya yang terbongkar, tetapi ada seorang pembunuh yang sudah mengetahui identitasnya.

"Di mana Pak Damas?" Mahesa bertanya dengan suara yang dalam.

"Aku tidak tahu."

"Katakan, di mana?" Mahesa tiba-tiba meraih lengan Dimas. Dia mencengkeramnya kuat hanya untuk mendengar teriakan kesakitan dari Dimas, "Kamu boleh tidak menjawabku selama kamu bisa menahannya."

Lengan Dimas yang diremas oleh Mahesa terasa sangat menyakitkan, sehingga Dimas dibasahi keringat dingin. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menahannya. "Di rumahnya."

"Bajingan! Bukankah lebih baik jika kamu mengatakannya lebih awal?" Mahesa menampar wajah Dimas.

Dimas ingin memukul balik Mahesa, tetapi dengan perbedaan kekuatan ini, dia harus memilih untuk menahan diri.

____

Setengah jam kemudian, di rumah Pak Damas.

PRANG!

Seseorang terlempar dari kaca pintu dan masuk ke dalam rumah.

"Siapa?" Mendengar suara itu, sekelompok orang berbaju hitam bergegas keluar dan melihat Dimas yang sedang telanjang. Mereka semua terkejut, "Tuan, ada apa denganmu?"

"Cepat selamatkan aku."

"Apa yang kamu lakukan dalam keadaan seperti itu? Semuanya, cepat cari dokter. Kamu pergi dan beritahu bos." Melihat Dimas yang berdarah, seorang pria berpakaian hitam berteriak pada pria lain di sampingnya.

Saat mengetahui bahwa putranya terluka dan ditelanjangi serta dilempar ke dalam rumah, Pak Damas segera bergegas ke ruang tengah. Ketika melihat penampilan Dimas, wajah Pak Damas memerah karena marah, "Apa yang terjadi?"

"Bos!" Para pria berpakaian hitam berteriak dengan hormat dan mengatakan kejadian barusan.

Setelah mendengarkan bawahannya, dada Pak Damas naik turun lagi. Tanpa diduga, dirinya yang bermartabat dan mengontrol seluruh kecamatan di Surabaya harus dipermalukan seperti ini. Putra satu-satunya dilemparkan ke dalam rumah dalam keadaan telanjang dan berantakan!

"Cepat cari siapa yang melakukannya!" Pak Damas berteriak keras.

"Tidak perlu." Tiba-tiba sebuah suara datang dari kegelapan di luar pintu. Kemudian, seorang pemuda berjalan perlahan dari luar dengan sebatang rokok di mulutnya, "Anda Pak Damas?" Dari suara Pak Damas, Mahesa telah mengenali bahwa Pak Damas adalah orang yang menelepon pembunuh bayaran itu malam itu.

"Kamu siapa?" ​​Pak Damas mengerutkan kening dan menatap Mahesa.

"Itu bukan urusanmu." Mahesa berjalan ke sofa dan duduk. Saat melihat tingkah Mahesa, tiga puluh orang penjaga rumah itu mengepung Mahesa. Mereka mengelilingi pria kurus itu.

"Kamu sangat berani. Bagaimana kamu bisa berani datang ke rumahku sendirian?" Wajah Pak Damas memancarkan ekspresi dingin. Saat berbicara, Pak Damas juga memikirkan siapa Mahesa dan kapan dia pernah berurusan dengannya.

Pak Damas punya banyak musuh, tapi sekarang hanya ada sedikit orang yang berani datang ke rumahnya secara langsung, salah satunya Mahesa. Ini menunjukkan bahwa Mahesa mungkin memiliki latar belakang yang tidak biasa hingga memiliki nyali untuk mendatangi dirinya.

Pak Damas diam-diam menatap orang di sebelahnya. Orang itu segera mengangguk dan berjalan keluar dari rumah. Mahesa tetap tidak bergerak. Dia tahu bahwa Pak Damas memerintahkan orang tadi untuk memanggil pasukannya. Panggil saja, bagaimanapun, tidak peduli berapa banyak orang, Pak Damas akan mati malam ini.

Pak Damas tidak mengira pemuda ini datang ke sini, dan pasti ada orang lain yang bersembunyi di sekitar rumah, jadi dia meminta anak buahnya keluar untuk menyelidiki. Dia juga memanggil lebih banyak orang untuk datang ke rumahnya.

"Ini hanya pertemuan biasa, kenapa Anda sepertinya tidak berani?" Mahesa tersenyum ringan.

"Anak muda, jangan terlalu sombong. Aku benar-benar tidak takut pada dirimu. Memangnya siapa kamu?" Pak Damas mencibir.

"Itu urusanku. Kenapa Anda bertanya terus?" Mahesa berdiri. Dia memadamkan api di rokoknya dengan tangannya. Lalu, dia berjalan ke depan Dimas yang masih tergeletak di sofa. Tiba-tiba wajahnya menjadi dingin. Dia meraih salah satu lengan Dimas dan menariknya dengan kuat. Saat berikutnya adalah adegan berdarah. Lengan Dimas dipatahkan oleh Mahesa di depan Pak Damas.

"Kamu sangat berani." Melihat Dimas yang pingsan kesakitan, Pak Damas gemetar. Dia tidak menyangka pria ini akan mematahkan lengan putranya di depannya. Orang ini luar biasa!

Perlu diketahui bahwa mematahkan lengan seseorang dengan tangan kosong bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan oleh orang biasa. Hal itu membutuhkan kekuatan tangan yang sangat besar. Saat ini, Pak Damas akhirnya mengerti bahwa pemuda dengan senyuman di wajahnya ini adalah seorang master. Tidak heran dia berani datang sendiri. Itu karena dia memiliki kemampuan seperti itu. Namun, memikirkan bahwa dia memiliki puluhan pasukan dan senjata di sisinya, kepercayaan diri Pak Damas cukup tinggi. Dia pasti bisa menangani pria ini.

"Ini hanya masalah kecil." Mahesa menggerakkan tangannya tanpa memperhatikan. Sepertinya bukan hanya lengan Dimas yang patah sekarang.