"Orangtuamu berasal dari Jakarta dan setelah kamu lahir, mereka tetap tinggal di sana. Itu artinya, tempat lahirmu adalah Jakarta, bukan Semarang," jelas Farina.
"Apa?" Erza tercengang sejenak. Tempat kelahirannya adalah Jakarta?
"Ya, menurut informasi, orangtuamu sepertinya terburu-buru saat itu, jadi semua informasi tentang kepindahan mereka ke Semarang tidak ditemukan. Sepertinya ada yang sengaja menyembunyikannya, dan aku tidak bisa menemukannya sekeras apa pun aku memeriksanya." Di akhir pembicaraan, Farina juga sedikit tidak berdaya. Entah itu kakek Erza, atau orangtua Erza, ada banyak hal aneh tentang keluarganya.
"Mungkinkah kakekku yang melakukannya?" tanya Erza setelah beberapa saat.
"Ya, bagaimanapun juga, orangtuamu hanyalah profesor di sebuah universitas. Mereka seharusnya tidak memiliki kemampuan seperti itu. Sepertinya kakekmu sekarang ada di Jakarta, dan dia memiliki kekuasaan di sana." Farina merasa ini adalah penjelasan yang paling masuk akal.
Ketika mendengar ini, pikiran Erza tiba-tiba menjadi bingung. Apa yang terjadi? Apakah masalah ini ada hubungannya dengan hilangnya orangtuanya?
"Lupakan, jangan memikirkannya untuk saat ini. Aku akan mencoba yang terbaik untuk membantumu menyelidiki. Aku pasti akan menemukan seseorang yang berhubungan denganmu," ucap Farina yakin.
"Farina, terima kasih banyak." Meskipun Farina terkadang tidak masuk akal, Erza merasa hati Farina sangat baik.
"Aku tidak berniat membantumu. Aku menjadi polisi kriminal salah satunya karena kasus ini. Aku ingin tahu apa yang terjadi," jelas Farina.
"Ngomong-ngomong, bukankah kamu seorang polisi lalu lintas?" tanya Erza.
"Kamu masih mengira aku adalah polisi lalu lintas? Aku sudah menjadi polisi kriminal lagi sekarang." Ketika berbicara, Farina menepuk-nepuk pistol di pinggangnya.
Ketika dia melihat senjata Farina, Erza juga berkeringat dingin. Dia berpikir bahwa jika gadis ini mendapatkan senjatanya, dia pasti tidak akan terkalahkan. Erza berkata, "Selamat."
"Jangan memberi selamat," balas Farina.
"Kalau tidak ada yang lain, aku akan kembali dulu." Erza tiba-tiba teringat bahwa tadi dia lari keluar tanpa pamit pada Alina. Terlebih lagi, dia tidak masuk kerja lagi hari ini.
Setelah Erza keluar dari Polres Semarang, dia langsung kembali ke kantor. Namun dalam perjalanannya, Erza mulai memiliki berbagai pertanyaan di benaknya. Dia tidak menyangka bahwa kisah hidupnya begitu rumit. Memang sekarang hal-hal tersebut hanyalah dugaan. Tapi, yang terpenting baginya untuk saat ini adalah menyembuhkan luka-lukanya.
"Untuk apa kamu kembali?" Begitu Erza kembali ke kantor, Alina menyambutnya dengan ekspresi marah di wajahnya.
"Alina, maaf, ada sesuatu yang mendesak barusan." Erza tersenyum dengan sedikit permintaan maaf di wajahnya.
"Kamu selalu terburu-buru!" Alina mendengus dingin.
"Sungguh, aku baru saja kembali dari Polres Semarang," ucap Erza sungguh-sungguh.
"Ada apa? Apa yang terjadi?" Alina juga tercengang.
"Bukan apa-apa, hanya saja ada masalah di keluargaku saat ini. Aku datang untuk melihat perkembangan kasusnya." Erza tidak bisa menjelaskan pada Alina semuanya.
"Itu saja? Meskipun aku memaafkanmu kali ini, tapi aku ingin bertanya kenapa Sanca datang ke perusahaan kita?" Alina sangat penasaran saat ini. Baru saja Alina melihat-lihat riwayat pendidikan Sanca, ternyata dia lulusan magister ekonomi dari luar negeri. Ayahnya adalah walikota Kota Semarang.
"Dia tertarik dengan Bu Lana." Melihat Sanca yang sedang duduk di luar, Erza tersenyum tipis.
"Pantas saja," sahut Alina mengerti.
"Apakah kamu putra walikota?" Tepat ketika Sanca sangat kesal, tiba-tiba seorang wanita yang mengenakan rok mini dan atasan yang sedikit memperlihatkan bagian atas tubuhnya berkata sambil tersenyum. Wanita itu mengenakan sepatu hak tinggi berwarna hitam di kakinya. Tampilannya agak centil.
Saat melihat gadis ini, Sanca tercengang sesaat. Lalu, dia mengangguk, merasa sangat bahagia di dalam hatinya, "Halo, ya benar. Kamu siapa?"
"Namaku Yundah. Aku adalah konsultan keuangan perusahaan ini." Yundah berkata dengan lembut saat ini.
Sanca mengenali gadis ini. Dia adalah pemegang saham kedua di perusahaan terkenal di Kota Semarang, "Halo, aku sudah lama mendengar bahwa kamu sangat cantik, dan aku baru bisa melihatnya hari ini. Ternyata seperti yang diharapkan." Memikirkan hal ini, Sanca dengan cepat berdiri dan berkata dengan kegembiraan. Jika dia tidak bisa mendapatkan Lana, maka mendapatkan Yundah juga sudah bagus.
"Kamu bisa saja. Aku mendengar kamu datang untuk bekerja di perusahaan ini hari ini. Sepertinya Bu Lana agak cuek, jika kamu tidak cocok dengan jabatanmu saat ini, aku akan mengatur ulang untukmu." Yundah tersenyum tipis dan terlihat sangat menawan.
"Tidak, tidak. Ngomong-ngomong, Yundah, aku ingin menanyakan satu hal. Apa latar belakang pria itu?" Saat berbicara, Sanca menatap Erza.
"Dia awalnya hanya penjaga keamanan perusahaan. Dia baru saja menyelamatkan Lana beberapa hari yang lalu. Seperti yang kamu tahu, Lana itu baik, jadi dia langsung mempromosikannya menjadi wakil manajer." Di akhir kalimatnya, nada suara Yundah juga penuh ironi. Ketika Yundah berbicara, suaranya sangat keras, sehingga banyak orang di sekitarnya mendengarnya.
"Ternyata seperti itu." Saat mendengar ini, Sanca juga diam-diam menghela napas lega. Dengan mengetahui itu, dia tahu bahwa Erza bukanlah ancaman bagi dirinya.
"Siapa cewek itu?" Di sisi lain, Erza juga melihat Yundah di luar. Kesan pertama yang Yundah berikan pada Erza bukanlah hal yang baik.
"Dia? Lebih baik kamu jangan dekat-dekat dengannya." Alina melihat Yundah sekilas.
"Mengapa kamu mengatakan itu?" tanya Erza.
"Dia adalah putri dari Pak Jurianto. Dia begitu terkenal dan memiliki cukup kekuasaan di perusahaan ini. Dia adalah konsultan keuangan di perusahaan ini, tetapi dia tidak tahu apa-apa." Di akhir kalimatnya, wajah Alina memasang ekspresi marah. Tak perlu ditanya, Erza tahu bahwa Alina tidak suka dengan Yundah.
"Sepertinya dia memiliki kesan yang baik tentang Sanca," kata Erza.
"Itu karena keduanya bukan orang yang baik," Alina mendengus dingin.
"Kamu juga bisa melihatnya? Tapi mereka cocok bersama," ucap Erza.
"Nah, mari kita tidak membicarakan hal ini. Kamu akan datang ke rumahku untuk makan malam?" Pada saat ini, Alina juga memiliki ekspresi yang ambigu di wajahnya.
"Malam ini, ini…" Erza berusaha menolak.
"Apakah kamu ingin menemani istrimu lagi?" Alina mendengus dingin lagi. Saat ini, Erza sedikit gugup. Jadi, dia hanya bisa menyetujui permintaan Alina.
"Kalau begitu, aku akan pergi dulu." Setelah berbicara, Alina langsung keluar dari ruangan Erza. Usai melihat Alina keluar, Erza tidak tahu harus berbuat apa. Erza akhirnya menelepon Farina dan mengatakan bahwa mereka akan makan malam di hari lain. Tak diduga, Farina justru meneleponnya duluan.
"Apa yang terjadi?" Erza selalu tidak ingin menjawab panggilan dari gadis ini, tetapi ketika dia berpikir bahwa itu mungkin ada hubungannya dengan orangtuanya, dia mengangkatnya.
"Bukankah kamu mengatakan akan mengundangku makan malam? Kebetulan restoran barbekyu baru dibuka di sebelah polres. Itu enak. Aku sudah memesan meja untuk kita bertiga. Ingatlah untuk datang malam ini." Mendengar ini, Erza ingin berbaring di tanah saja. Dia tidak tahu cara menolak Farina.
"Kamu mendengarkanku?" tanya Farina.
"Farina, aku agak lapar, kenapa kita tidak pergi lebih awal?" Erza sangat ingin menemukan cara agar tidak perlu menolak Alina maupun Farina. Jadi, dia berencana untuk makan malam dengan Farina dulu, dan kemudian dengan Alina. Ketika dia memikirkan ini, Erza merasa bahwa dia sangat cerdik.
"Oke, ayo pergi jam empat sore." Farina menutup telepon setelah selesai berbicara.
Erza diam-diam menarik napas lega, lalu pergi ke ruangan Alina. Ketika keluar, Erza tidak menyangka Yundah dan Sanca masih mengobrol di sana, dan mereka tampak sangat bahagia.
"Apa yang terjadi?" tanya Alina yang melihat Erza masuk ke ruangannya.
"Ada yang harus aku lakukan segera, jadi aku akan pergi," jawab Erza.
"Mengapa kamu punya urusan setiap hari?" Alina sedikit tidak sabar.
"Bukankah kamu ingin makan malam denganku? Kalau iya, aku harus menyelesaikan sesuatu dulu." Erza juga tidak berdaya.
"Baiklah, kalau begitu pergilah," ucap Alina.