"Duh, harus banget ya kamu ngatur-ngatur aku?" komentar Sabrina dengan nada malas.
Cendric balas memandang Sabrina dengan kedua mata menyipit.
"Aku ini suami kamu, tentu saja aku berhak mengatur kamu." Cendric menegaskan. "Kenapa, kamu nggak terima?"
Sabrina tidak berkata apa-apa. Cendric melanjutkan langkahnya dan tanpa suara dia menunjukkan kamar Sabrina yang terletak di lantai dua. Setelah itu dia meninggalkannya sendirian karena enggan berlama-lama dengan sang istri.
"Pengantin baru kok nggak ada ceria-cerianya?" komentar Oza ketika dia pulang kuliah dan mendapati Cendric masih berada di rumah dengan tampang kusut. "Kakak ipar udah datang?"
Cendric mengangguk tanpa suara. Seketika Oza mengerti apa yang membuat wajah kakaknya sekeruh itu.
"Gara-gara trik itu," ucap Cendric sambil memejamkan matanya. "ayah dan ibu memaksaku untuk tetap melanjutkan pernikahan ini."
Oza yang sedang melepas sepatunya, perlahan menghentikan gerakan.
"Memangnya kenapa sih?" tanya Oza heran. "Apa salahnya, kakak ipar kan nggak jelek-jelek amat ...."
"Aku nggak tertarik sama dia," tukas Cendric sambil membuka kedua matanya. "Entah akan jadi apa masa depanku nanti kalau aku harus hidup sama dia selamanya."
Oza melirik kakaknya tapi tidak berkata apa-apa, jujur dia tidak tahu menahu tentang pernikahan Cendric dan Sabrina yang dilaksanakan dengan begitu mendadak.
"Sekarang tugas kamu adalah," kata Cendric tiba-tiba, membuat Oza terlonjak. "kasih adik ipar aku pelajaran."
"Apa?" sahut Oza sambil berdiri. "Si Vedra maksudnya?"
"Memangnya adik ipar aku siapa lagi?" tukas Cendric dengan nada dingin. "Dia sama saja dengan kakaknya, berani-beraninya dia mengerjai aku."
Oza terdiam sebentar.
"Bukannya Kakak juga sama?" tanya Oza lambat-lambat. "Kakak melibatkan aku dalam trik seperti ini, apa bedanya sama yang dilakukan Kak Sabrina dengan menggunakan Vedra?"
Cendric mendengus.
"Aku nggak minta pendapat kamu, Za. Ini adalah urusanku dan Sabrina," katanya mengingatkan.
"Ya tapi sama saja aku dan Vedra dilibatkan dalam urusan kalian berdua ..." Oza berkata, tapi langsung dia telan kembali ke kerongkongan karena Cendric langsung menatapnya dengan mata yang menyipit tajam. "Aku mau makan dululah, lapar."
Oza buru-buru kabur ke ruang makan kalau Cendric sudah mengeluarkan asap seperti itu.
Setelah Oza menghilang dari penglihatannya, Cendric kembali ke kamarnya dengan tidak bersemangat. Sebetulnya dia ingin sekali kembali ke kantor, tapi ayah dan ibunya sudah melarangnya bekerja selama dia masih cuti pernikahan.
"Membosankan," keluh Cendric sambil mengempaskan dirinya ke tempat tidur. Ini adalah pernikahan yang tidak pernah dia bayangkan seumur hidupnya.
Cendric yang ketika itu baru saja pulang dari Swiss, mendadak dikejutkan dengan rencana pernikahannya yang sudah diatur sedemikian rupa oleh orang tuanya.
"Menikah? Sama siapa? Orang asing?" komentar Cendric yang saat itu belum sempat berganti pakaian.
"Dengan anak dari sahabat ayah," jawab Garin, kemudian menjelaskan sekelumit perjanjian masa muda mereka untuk menjodohkan anak-anaknya kelak.
Cendric yang apesnya belum memiliki kekasih, akhirnya terpaksa menerima perjodohan itu dengan rencana mengelabui Sabrina saat malam pertama mereka.
Namun, ternyata Sabrina juga menentang pernikahan itu dan merancang trik yang sama konyolnya dengan yang dilakukan Cendric.
***
Vedra keluar dari kamarnya dengan seragam lengkap, dia menoleh saat melewati kamar Sabrina yang tertutup rapat.
"Sepi nggak ada Kak Brina," kata Vedra saat dia bergabung dengan ibunya di meja makan. "Ayah sudah berangkat, Bu?"
"Sudah," sahut Rosita. "Oh ya, tadi kamu sebut nama kakak kamu?"
Vedra mengangguk seraya menarik piringnya yang sudah terisi nasi dan lauk ke hadapannya.
"Kakak kamu kan harus ikut sama suaminya," kata Rosita memberi tahu.
"Ke mana, Bu? Tinggal di luar negeri?" tanya Vedra antusias, karena yang dia tahu suami kakaknya itu adalah seorang anak bos besar yang perusahaannya tersebar di mana-mana.
"Ah, tidak ... masih di Indonesia saja. Kamu juga bisa kalau mau berkunjung ke sana," jawab Rosita sambil tersenyum. "Biar kakakmu betah di rumah suaminya dan tidak merasa kesepian."
Vedra mengangguk saja dan mulai menyantap sarapannya, setelah itu dia berangkat sekolah begitu ojek online pesanannya tiba.
"Ve!" Seseorang meneriakkan namanya begitu Vedra menginjakkan kedua kakinya di halaman SMA Melaka.
Vedra menoleh dan melihat kepala Sabrina yang melongok dari jendela kaca taksi yang berhenti di salah satu gang depan sekolahnya. Sabrina memberi isyarat kepada Vedra untuk mendekatinya.
"Kak Brina? Kok ada di depan sekolah aku?" tanya Vedra ketika di tiba di samping taksi kakaknya.
"Aku bosan di rumah, Ve. Main yuk ke rumah aku?" ajak Sabrina meskipun tahu bahwa adiknya akan masuk sekolah.
"Main ke rumah siapa?" tanya Vedra ingin tahu. "Kak Cendric?"
Sabrina menggeleng.
"Di rumah mertua aku kok," katanya sambil keluar dari taksi. "Tunggu sebentar ya, Pak?"
Vedra mengernyitkan kening saat Sabrina mengajaknya untuk menemui wali kelas.
"Mau ngapain sih, Kak?" kata Vedra yang mengikutinya dengan wajah penuh tanda tanya. "Aku kan harus masuk sekolah."
"Aku mau minta izin sama wali kelas kamu," jawab Sabrina santai. "bilang aja ada acara keluarga."
"Kok segitunya sih Kak ...?" komentar Vedra kurang setuju, tapi dia tidak bisa membantah karena Sabrina yang memegang kuasa atas biaya sekolahnya.
"Di rumah mertua itu sepi banget, kan aku bosan." Sabrina memberi tahu ketika akhirnya dia dan Vedra berhasil melenggang mulus ke dalam taksi setelah minta izin kepada wali kelas dengan alasan ada acara keluarga yang sangat penting.
"Kenapa Kakak nggak tinggal di rumah Kak Cendric aja sih?" tanya Vedra saat taksi yang ditumpangi tengah melaju di jalanan beraspal.
"Nggak tahu, Cendric tiba-tiba aja berhentiin mobilnya di rumah mertua." Sabrina mengangkat bahu. "Mungkin dia nggak punya rumah pribadi."
Vedra tentu saja tidak percaya dengan ucapan yang dilontarkan kakaknya itu. Sejauh yang dia tahu, Cendric adalah putra seorang pengusaha kaya dan sudah sukses memegang salah satu perusahaan milik orang tuanya.
Setibanya di rumah mertua Sabrina, Keuda mata Vedra tidak bisa jika tidak kagum atas kemegahan desainnya yang artistik penuh pilar besar seperti perpaduan India dan Indonesia modern.
"Kak Cendric ke mana memangnya?" tanya Vedra ketika turun dari taksi sambil celingukan ke sana kemari. "Sepi banget sih ...."
"Ada kok di rumah," jawab Sabrina sambil menarik bahu Vedra untuk masuk bersamanya ke dalam rumah mertuanya.
"Kak Cendric nggak apa-apa kalau aku main ke sini?" tanya Vedra lagi, dengan rikuh melangkahkan kakinya ke bagian dalam rumah.
Bertepatan dengan itu, Cendric muncul di pertengahan tangga saat Sabrina dan Vedra melintasi ruangan.
Vedra refleks menghentikan langkahnya saat menyadari kehadiran Cendric dan dia mengangguk sopan sembari tersenyum ke arahnya.
"Dari mana kamu?" tanya Cendric sambil berjalan menuruni tangga. "Kenapa pergi nggak bilang-bilang?"
Vedra seakan terbius saat mendengar suara Cendric yang ternyata begitu seksi, ditambah postur tubuhnya yang proporsional dari tinggi badan dan kekarnya, membuat dia baru menyadari betapa sempurna kakak iparnya itu.
Bersambung –