Ji Yoo tidak akan pernah tahu rasanya menyukai seseorang begitu dalam sampai benar-benar merasakannya sendiri.
Setidaknya begitulah yang dikatakan Ae Rin kepadanya.
"Kalau begitu cobalah. Sukai seseorang dan kau akan paham."
•••
"Chang Min." Lia menatap kartu tanda mahasiswa sembari menerawang seorang lelaki di hadapan nya.
Mereka tampak sedang duduk di sudut Cafe.
"Apa lagi?"
"Baiklah, Tuan Chang Min-ssi, kesepakatannya kau harus membayar $75 sekarang sebelum memulai sesi Konsultasi. $100 sebagai uang muka dan $100 ketika tugasmu sudah selesai." Lia menekankan kata 'tuan' dalam kalimatnya.
Semalam ia mendapat chat dari akun anonymous di kakao Talk-nya yang mengaku sebagai Chang Min. Ia mengantisipasi jika anonym itu bukanlah penipu. Pertemuan kali ini hal lumrah baginya. Saat menerima KTM milik Chang Min yang bernama asli Kang Young Min bisa dikategorikan verifikasi identitas.
"Ini. Aku menyiapkan yang kau mau." Sebuah amplop di atas meja disodorkan lelaki kemeja kotak-kotak.
Lia membuka isinya dan terkejut dengan pria ini.
"Cool, ok."
"Seperti yang kau tahu, aku dari ilmu manajemen. Tugas ini berkaitan dengan analisis publik. Kau bisa melakukan nya?"
"Serahkan pada kami." Lia menepuk dadanya bangga. Sangat malahan, "Kami bisa melakukan dari berbagai latarbelakang mulai dari fakultas ekonomi, politik, sosial, budaya, sastra, administrasi, jurnalistik, apapun kecuali kedokteran. Kau tahu, kita tidak berimplikasi pada praktek kesehatan."
"Baiklah, makalah ku 8 lembar dan aku minta power poin 4 slide saja. Namaku jangan lupa, kau tulis saja Chang Min."
"Arraseo Chang Min- ssi."
Mengenal Lia dan Ae Rin bagiku adalah suatu anugerah.
Ya, boleh dikatakan itu takdir.
"Ji Yoo, sedang apa?" Sebuah suara sedikit mengagetkan gadis berkuncir satu.
"Pssstt, mencari buku psikologi."
"Oke." Lia mengedipkan mata dan jemarinya membentuk 'o'.
Aku bukanlah gadis yang supel dan gampang berteman. Tetapi, mengenal Lia dan Ae Rin, aku seperti bisa menunjukkan ekspresi diri yang sesungguhnya.
Tepatnya, dua tahun lalu saat aku dan Ae Rin memutuskan untuk menetap di apartemen yang sama.
Ae Rin dan aku melakukan kerja kelompok bersama dalam project sosiologi. Saat itu seorang senior yang tergabung dalam kelompok kami sering telat ketika tim memutuskan untuk diskusi kelompok. Sampai H-1 tugas dikumpulkan, ia terlambat dan minta maaf dengan. Bagaimana aku mengatakannya? Raut wajah tanpa rasa bersalah.
"Maaf Ji Yoo, aku ada pertemuan dengan tim magang, maaf semua."
"Jika datang terlambat dan susah mengerjakan tugas bersama setidaknya kau membayar." Ae Rin mengatakan nya dengan bahasa informal. Senior itu terlihat marah mendengar perkataannya. Tapi, Ae Rin tidak peduli.
"Aku seniormu."
"Baiklah, kau katakan pada Hyuk Jin seonsaengnim bahwa risetmu belum dikerjakan sama sekali."
Ae Rin mencoret nama si senior yang berada di sampul halaman proposal kami.
"Baiklah baiklah."
"Setidaknya jangan jadi brengsek dalam project kelompok."
"Berapa banyak?"
"$125."
Aku dan dua teman kelompok lainnya terkejut mendengar Ae Rin. Begitu juga dengan yang ditagih.
"Biaya ini sudah termasuk melakukan cetak kartu, advertising dan berapa banyak yang kita habiskan di cafe selama mengerjakan tugas."
Dengan raut cemberut, si senior memberikan sebanyak yang Ae Rin pinta.
"Ae rin-ssi terima kasih. Berkat kau, dia tidak hanya menumpang nama." Salah satu teman kelompok kami berkata. Kami berjalan beriringan menuju tempat tinggal.
"Tidak cukup hanya dengan mengatakan 'aku senior mu', hal itu bukan berarti dia dapat bertindak sewenang-wenang."
Ae rin berhenti berjalan sesaat.
"Aku ke arah sana, duluan ya." Ucapnya lagi dan memutuskan untuk berpisah bersama kami.
Belum sampai satu jam perpisahan kami, aku memutuskan untuk membeli bahan pokok. Sepulangnya dari minimarket, sosok perempuan tengah bersender di kursi taman sangat kontras dengan cahaya lampu. Jaket kotak-kotak nya masih sama seperti kami tadi belajar kelompok. Dia adalah Ae Rin.
Aku tidak ingin mengganggu nya, kulihat ia seperti menyeka sesuatu di mata. Karena berjalan mengendap percuma, Ae Rin tetap memanggil ku.
"Kim Ji Yoo!"
Aku berbalik dan memutuskan menuju ke arahnya.
"Kau tidak pulang?" Tanyaku.
"Aku tidak punya tempat tinggal. Jangan khawatir, aku akan kembali ke sauna."
"Jadi selama ini dia tinggal di sauna?"
"Kenapa diam? Aku baru akan mencari tempat tinggal baru lusa. Kau tidak usah cemas."
"Tinggal saja di apartemen ku."
"Apa?"
"Kita... Bisa membayar sewanya dibagi dua."
"Benarkah? Aku tidak ingin merepotkan."
"Tidak. Kau mungkin butuh sedikit privasi, meskipun kamarku hanya satu, aku dapat merenovasi nya untuk membagi jadi dua ruangan. Itu cukup besar." Kutawarkan begitu saja tanpa basa-basi, kupikir itu hal yang bagus. Ae Rin menyetujuinya.
Akhirnya setelah hampir satu bulan tinggal bersama, Ae Rin menceritakan ia kehilangan tempat tinggal.
Mantan kekasihnya meminjam sejumlah uang dengan namanya. Apartemen mininya terpaksa dijual kembali. Ia sangat percaya sampai ia sadar kepercayaan itu bisa dihancurkan kapan saja.
Aku tidak tahu ia sekuat itu.
Bagiku, Ae rin perempuan hebat.
Berbeda denganku yang sulit sekali mengekspresikan sesuatu, tidak lugas dan tegas. Hanya menyeburkan diri ke dalam buku bacaan, yang bisa membuat diriku tenang.
•••
"Benar, coba saja sukai seseorang, kau akan tahu rasanya." Lia menimpali.
Malam itu kami habiskan dengan makan daging dan Soju di kediaman rumah Lia.
"Jangan lupa, kita akan ada dua project besok." Ucap Ae Rin.
"Oh, benar. client Chang Min tidak ingin namanya diubah."
"Yang benar saja, memangnya dia dari TVXQ."
"Hahaha." Kami tertawa bersama.
"Ji Yoo, jika kau butuh nasihat cinta datang saja kepadaku."
"Kau tidak pernah pacaran Lia." Ae Rin menyanggah.
Aku tertawa menatap mereka.
"Tuang tuang. Aku akan berikan kau nasihat super pada kencan pertama nanti." Lia meneguk minumannya.
"Itu karena kau selalu gagal dalam kencan kedua dan seterusnya, kan?"
"Hei! Itu... Karena tipe ideal ku Park Seo Joon. Tidak ada yang seperti Park Seo Joon di Sungkyunkwan."
"Seo joon pantatmu." Ae Rin menimpali.
Aku melihat mereka berdua tertawa, tidak tahu perasaan semacam apa yang menghampiriku. Saat itu aku merasa nyaman, aku tersenyum simpul melihat keadaan. Kuingat bahwa aku bisa merasakan semacam perasaan itu.
•••
Seorang pria menghampiriku, ia tersenyum ramah. Bukan itu yang membuatku bahagia. Caranya tersenyum, ia membawa dua gelas ice coffee. Tidak peduli apakah itu merepotkan atau membuatnya sama sekali kewalahan. Karena yang kutahu, di punggungnya tersampir tas besar berisi dua buku tebal dan sebuah laptop. Milikku, maksudnya itu benda yang akan kugunakan.
"Aku membawakannya."
"Terimakasih."
"Aku suka jepit rambut mu, kau cantik sekali mengenakan itu."
Lagi, ia tahu cara membuatku senang.
"Ji Yoo..."
"Ya, Young jin-a."
"Saranghae."
Bertemu bersama Lia?
Kira-kira itu sekitar pertengahan tahun 2018. Lia yang membuatku nyaman berbicara pertam kali bersama Young Jin.
NEXT>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>NEXT>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>