Malam ini Raquela memperoleh banyak sekali hal yang mengusik pikiran. Tak pernah sebelumnya hidup terasa sesulit ini. Di Monte, persoalan apa pun yang menimpa negeri akan diselesaikan oleh para pekerja istana sesuai dengan arahan raja, bukan Raquela. Tabib akan meracik obat dan mengobati orang sakit, ahli tanaman akan mengurus taman Anemone juga kelangsungan hidup tumbuhan lain, para komandan prajurit akan memastikan kedamaian senantiasa melingkup seluruh negeri, dan Raquela hanya akan memikirkan masalahnya sendiri. Satu masalah yang dipikulnya sejak lahir, yaitu kebencian Leandra.
"Seharusnya aku yang menunggumu di sini."
Raquela menoleh dan sosok Aidan Tyler berdiri di sampingnya sambil memandang lurus ke arah bukit yang hanya berupa siluet di kegelapan malam. Pemuda itu tampak lebih tenang dibanding segala sikapnya ketika makan malam. Mengingat kontra yang dilayangkan Aidan hanya menambah beban dan seolah membuat Raquela merasa bersalah. Ia tidak pernah menginginkan hal ini terjadi apalagi menyusahkan orang lain, tetapi mengetahui ada dua manusia Bumi yang berniat membantunya dalam pencarian Anemone bagai sebuah mukjizat yang direstui Para Dewa Terdahulu. Raquela amat senang.
"Setidaknya kau menepati janji, Tuan Tyler."
Si ikal itu bergerak menghadap Raquela seraya mengacungkan jari telunjuk di dekat wajahnya. "Kau tahu, ada satu hal yang ingin kulakukan atas persetujuanmu." Lantas mereka berdiri berhadapan. "Bagaimana jika kita mengganti nama panggilan?"
"Seperti apa?"
"Seperti memanggil namaku Aidan dan berhenti menyebut kata 'Tuan'. Hal ini juga berlaku untuk Samuel."
Gadis itu menggeleng lemah. "Aku tidak yakin…"
"Tapi aku tidak peduli tata krama yang kau pelajari selama menyandang gelar Putri, maaf jangan tersinggung." ujarnya sambil tersenyum miring. Satu lesung pipi tercipta di sana pada wajahnya yang menggemaskan. "Jadi, tolong, panggil aku Aidan."
Sekarang Raquela mengangguk, menyambut senyum Aidan yang terasa hangat. "Baiklah, Aidan. Kalau begitu kau panggil aku Raquela,"
"Tidak." Senyum Raquela sirna. Namun, senyum hangat Aidan malah semakin terasa menggelitik. "Aku ingin memanggilmu Raqi." Mata hijau pirus tersebut kelihatan bingung dan Aidan membiarkannya. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari saku celana lalu menarik tangan Raquela dan menempatkan benda itu di sana.
Udara dingin musim gugur tidak mampu mengalahkan kehangatan tangan Aidan yang besar dan kuat. Aneh, Raquela merasa kecewa saat tangan itu pergi dari genggamannya dan meninggalkan sebuah benda berkilau yang familier. Ia tersentak karena mengenali sebuah kalung berliontin bunga berwarna ungu dengan tulisan Montrose yang dilihatnya di swalayan hari ini. Sejurus itu Raquela menatap Aidan. "Tuan Tyler—maksudku Aidan,"
"Ya, Raqi?"
Sayangnya Raquela kehabisan kata-kata. Aidan segera mengambil kalung tersebut lalu membantu Raquela memakainya. Ketika jarak di antara mereka menipis, Raquela mampu mencium aroma lemon dan pepermin dari tubuh Aidan. Kini gadis itu menemukan suaranya lagi setelah Aidan menarik diri. "Bagaimana? Apa cocok?"
Aidan mengangguk kecil. "Sederhana, tapi indah." Mereka pun tertawa bersama. Setelah itu suasana berubah sunyi. Keduanya mamandang langit malam yang masih sama—bulan dengan bintang-bintang. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing, menjelajahi luasnya angkasa hanya dengan visual seadanya.
Raquela Walmond memandang penuh harap kepada langit di sana, tepatnya kepada Para Dewa Terdahulu yang telah menjaga dunianya hingga kini. Permintaannya tidak berlebih, sesuai apa yang sudah ia pikirkan jauh-jauh hari—bunga Anemone dan masalahnya dengan sang kakak, Leandra.
Di sisi lain, Aidan Tyler menerawang dengan perputaran hal yang terus melayang dalam benaknya. Aidan meyakinkan diri bahwa satu dari ribuan dunia fantasi itu sungguh nyata, dan kini ia terikat ke dalamnya, membayangi petualangan besar yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Karena menolong gadis di sampingnya ini bukanlah perkara mudah.
"Raqi?" Suara Aidan menembus tiupan angin. Ia bergeming sejenak. "Besok perjalanan akan dimulai. Apa menurutmu kita akan menemukan Anemone tepat waktu?" Aidan terkejut menyadari cara bicaranya terdengar seperti Samuel. Ia penasaran apa ini artinya hati Aidan sudah mengakui bahwa misi pencarian Anemone adalah milik bersama, bukan hanya Raquela dan Edgar saja.
"Satu minggu adalah waktu yang cepat." Raquela bergumam. "Tapi, kurasa hal itu sudah lebih dari cukup. Apa kau ingat fakta perbedaan waktu antara dunia kita, Aidan?" Ya, pemuda itu ingat. "Aku tidak bisa menyia-nyiakan barang satu hari di Bumi karena jika kulakukan, aku takkan pernah tahu peristiwa apa pun yang terjadi di Monte dalam waktu yang lama."
"Kau benar," Aidan menyetujui. "Kita akan menghabiskan waktu satu minggu di Bumi—atau lebih cepat—sama artinya melewati lebih banyak waktu lagi di Monte."
Kemudian suasana kembali sunyi. Hening tanpa suara manusia begitu pula seluruh kediaman di sekitar. Malam ini tidak ada tetangga yang berjalan-jalan atau mereka yang bersepeda. Tampaknya orang-orang tengah menikmati akhir dari musim gugur di rumah masing-masing. Yah, Aidan juga akan menikmati sisa musim gugur dengan berusaha melakukan yang terbaik demi mencari bunga agung, meski tahun ini adalah musim gugur terberat dalam hidupnya.
"Aidan?" bisik Raquela. Laki-laki itu segera tersadar dari belenggu pikiran yang berkecamuk bebas. Ia menoleh, mendapati Raquela tengah memandangnya penuh arti. "Aku tidak tahu ke depannya akan bagaimana, tetapi sebelum semuanya terjadi aku ingin berterima kasih kepadamu juga Samuel atas kesediaan kalian untuk membantu kami."
Raquela menyentuh kalung di lehernya. "Kalian sangat baik dan aku sangat menghargai itu." ucapnya begitu lembut dan sarat akan ketulusan. Kali pertama Aidan merasakan kebijaksanaan dan pembawaan seorang putri sejati dari pernyataan yang diutarakan Raquela. Bahkan kalimat tersebut bagai kehangatan tersendiri dalam dinginnya malam.
"Kau tahu," Aidan tersenyum kikuk. "Aku belum melakukan apa-apa. Mengapa berterima kasih sekarang?"
"Karena aku takut jika suatu hari nanti tujuanku di Bumi telah terpenuhi, tapi aku belum mengucapkan rasa syukur itu, maka aku dapat mengucapkannya saat ini. Juga aku ingin meminta maaf karena sebelumnya mungkin kau sulit untuk memercayai aku dan Edgar." jawab Raquela.
Aidan beralih ke langit, mengembus napas ringan dan menimbang bahwa gadis di sampingnya ini bukanlah dan tidak akan pernah menjadi seseorang yang berniat menginvasi Bumi. Lalu ia kembali menatap Raquela tepat ketika gadis itu menggenggam erat tangan Aidan dan mengunci pandangannya seraya berkata, "Aku merasa bersyukur bertemu dengan Samuel dan tentu saja aku sangat bahagia bertemu denganmu di dunia ini."
* * *