Chapter 5 - BALAS DENDAM

Empat bulan kemudian. "Wah, sayang selamat ya atas prestasi kamu dalam menulis. Ibu sangat bangga." Puji Ibuku. Aku hanya tersenyum tipis pada mereka. " Kak, aku mau ngobrol sebentar" kata Grace. Aku pun menurutinya yang menyeretku dengan cepat menuju ke dalam kamarnya. "Ada apa sih?!!" kataku dengab nada setengah kesal. " Kak Raya, menikah. Tapi kenapa dia tidak mengundang keluarga kita? Terus kenapa dia nggak pernah main ke rumah padahal dia sudah pulang dari perantauan?". Aku lalu pergi meninggalkan Grace yang begitu cerewet tanpa sepatah kata pun. Semakin aku membenci keadaan ini. Semakin nampak sisi gelapku yang terpendam.

***

Janur kuning melengkung tepat di hadapanku. Meskipun aku tak diundang , aku tetap hadir di pelaminan Raya tanpa sepengetahuannya. Aku nampak melihatnya tersenyum bahagia meski melalui kejauhan. Aku mulai memotret kebahagian mereka dalam benakku. "Tunggu saja. Itu tidak akan berlangsung lama".Ujarku sinis.

Aku mulai semakin menjauhi tempat yang begitu penuh dengan raut kebahagiaan dan nyatanya sudah ku targetkan kebahagiaan itu tidak lama lagi akan berakhir. Dalam hitungan tiga "1..2..3". Terdengar suara snipper ke arah kerumunan itu dan para tamu undangan mulai kocar kacir berebutan jalan untuk menyelamatkan diri. Sang mempelai pria berdarah dan nampak tak berdaya. "Dalam hitungan tiga, sang mempelai pria akan MATI. HAHAHAHA!!! ". Aku kemudian pergi meninggalkan tempat itu.

****

Setibanya di rumah. "Kak, tau gak ?? Suami kak Raya meninggal, aku baru dikabarkan oleh teman dekatku yang tinggal bersebelahan dengan rumah ka Raya, katanya acara pernikahannya hancur berantakan dan...." Grace menjelaskan dengan raut wajah panik dan serius. Namun perkataannya terpotong kala aku menampakkan rasa tidak peduli sama sekali terhadap kejadian itu. Sambil berjalan menuju kamar, Grace terkejut ketika aku berteriak kesal di hadapannya "Hmm...teman dekat ??!!! Teman dekat ??!!!! Aku sudah tidak peduli dengan orang-orang munafik seperti mereka!!". Aku lalu bergegas menuju kamarku dan melamun menatap ke arah luar jendela.

Kringg!!! Kringg!! Terdengar bunyi telepon yang berulang kali berdering dan terpampang nama Raya dengan sangat jelas. Dengan kesal, aku melempar telepon genggamku ke arah luar dan nampak berserakan puing-puing pecah dari tubuh telepon genggamku itu. "Tidak tahu diri!!" Gumamku. Aku kemudian bersembunyi di dalam selimutku. Dan terlelap dalam gelapnya malam.

***

Pagi menyapa. "Oh, shit! Aku terlambat bangun" .Gumamku. Aku lalu berjalan menuju ruang makan untuk menyantap sarapan favoritku di pagi hari yaitu tomat. Aku menggeledah kulkasku dan ternyata aku lupa bahwa tomatku telah habis. " Cari apa , Leya?" tanya ibu. Aku hanya menggelengkan kepalaku mengisyaratkan tak ada sesuatu yang sedang ku cari. "Ibu sudah menyiapkan roti panggang tuh di meja. Jangan lupa di makan. Ibu mau keluar sebentar" Kata Ibu. Aku hanya mengangguk. Prakkkk!!! Aku dikejutkan oleh sesuatu yang seolah-olah ada yangelempar sesuatu pada kaca jendela di halaman belakang rumah yang tidak jauh dari ruang makanku. Aku pun bergegas lari ke arah itu. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri namun tak ada siapapun. Tak sengaja aku melihat sebuah kaleng tepatnya seperti kaleng susu kental manis yang sudah berkarat di bawah jendela. Lalu aku mengambilnya dan tak sengaja sepucuk surat jatuh dari dalam kaleng tersebut. Aku membukanya dan isinya sangat mengejutkan dan penuh tanda tanya.