Chereads / How to Care for Pets Properly / Chapter 5 - The signal

Chapter 5 - The signal

Kevin baru saja pulang sekolah. Sekarang ia punya kebiasaan baru sekarang yaitu, pergi kesekolah bersama tudi. Tudi memaksa agar ia juga bias ikut kesekolah bersama dengan kevin, alasannya supaya jika nanti ada radar temannya yang kelima dia bisa tau. Selain itu, Kevin juga sering ketempat pengepul barang bekas untuk membeli kabel bekas, agar tudi bisa makan. Tudi itu hewan peliharaannya atau majikannya sih?

"bang, kabelnya 1 kg ya." Ia segera merogoh sakunya dan mengeluarkan uang Rp 40.000 untuk 1 kg kabel bekas. Cukup mahal untuk dompet seukuran anak SMA seperti kevin. Untungnya tudi itu kecil, jadi dia hanya membeli kabel bekas 1 minggu sekali. Sudah 1 bulan sejak kejadian itu, dan mereka masih belum menemukan orang kelima pemilik hewan aneh itu.

Selesai membeli apa yang ia cari, Kevin bergegas pulang kerumah.

"hm…..ini signal?

Sesampainya dirumah, kevin mengeluarkan tudi dari tas nya, lalu kemudian pergi kedapur dan menghidangkan makanan tudi, setelah itu dia bergegas kekamar untuk membenahi dirinya. Kevin tinggal sendiri disebuah kontrakan 1 lantai, tidak terlalu besar seperti kontrakan erik, tetapi itu sudah cukup untuk dirinya sendiri. Selesai membenahi dirinya,ia segera pergi kedapur untuk memasak santapan siang, kevin itu tidak terlalu jago masak, tetapi jika untuk makanannya sehari-hari itu tidak masalah.

Ia mengambil apron dan memasangkan dileher lalu kemudian mengikat tali apron itu dipinggangnya. Ia kemudian mengambil bahan makanan berupa sayur-sayuran dan ikan, meracik mereka dan memasaknya hingga matang. Biasanya kevin akan menyisakan sedikit makanannya untuk makan malam agar hemat, apalagi ada hewan mungil yang sudah jadi tanggung jawabnya sekarang.

Setelah selesai makan, ia membereskan meja makannya, mencuci piring, dan juga membereskan perkakas bekas makanan tudi. Setelah berberes, dia pergi ke ruang tamu untuk nonton tv. Sejujurnya setelah kehadiran tudi dirumahnya, kevin merasa sepi yang menyelimuti rumahnya selama ini perlahan luntur, tudi selalu mengajaknya mengobrol tentang segala hal yang dia tau dan yang ingin tau. Mereka akan melakukannya sekarang. Tudi diletakkan diatas meja didepannya, dan ia duduk di sofa.

"Kevin"

"hmmm"

"Tadi saya nerima koneksi"

"koneksi? Perasaan ditempat pengepul tadi ga ada jaringan wifi"

"bukan koneksi yang itu, tapi semacam signal, sepertinya yang 'kelima' udah dekat dengan kita?

"serius anda? Kalau gitu kita harus kasi tau temen-temen."

"jangan dulu, soalnya saya takut salah, lebih baik kita cari sendiri dulu kalau misalnya emang ketemu, baru kita kasi tau teman teman."

"okelah kalo gitu, kita bakal nyari dia sore ini, gw mau tidur dulu. Lo mau ikut gw kekamar?" ajak kevin

"eeum..ngga deh, saya disini aja gapapa"

"yasudah kalau gitu."

Kevin beranjak dari tempat duduknya dan pergi kekamarnya untuk tidur. Tudi memandang jendela dengan haru, dia sungguh berharap bisa menemukan temannya yang 'kelima' agar mereka bisa bersama dan pulang kedunia mereka. Namun ingatlah "terlalu berharap itu tidak baik."

Tudi dengan cangkang mungilnya terasa berat ketika dia hendak menuju dan menggapai jendela yang sangat tinggi untuk seukuran tubuhnya. Dia menyerah ? tentu saja, lebih baik menunggu kevin bangun dari tidurnya dibandingkan dengan ia membuang tenaganya untuk hal yang sia-sia.

Sore pun menjelang, kevin dan tudi sudah berada dilokasi kejadian tadi siang. Kevin mengeluarkan tudi dari tas kecilnya, kemudian dia meletakkanya diatas tanah.

"baiklah, sekarang cari kemanapun yang lo mau."

Tudi mulai berjalan kesana kemari sembari diikuti oleh kevin dari belakang. Jika orang awam melihatnya, kevin terlihat seperti orang aneh yang berjalan kesana kemari tanpa tujuan, namun kenyatannya dia sedang mengikuti tudi yang sedang mencari signal yang ia dapat tadi siang.

Sudah 30 menit mereka berkelana kesana kemari namun nihil, mereka tidak menemukan apapun. Tindakan itu menarik seorang pria pemilik tempat pengepul itu, ia bertanya kepada kevin.

"anak muda ngapain mondar mandir disini, nyari apa?" Tanya seorang pria paruh baya itu kepada Kevin.

"eh…anu..pak saya lagi nyari barang saya yang hilang, kayaknya jatoh disini deh."

"ooooh, barangnya apa? Biar saya bantu cari." Tawar pria itu kepada Kevin.

"ng..gausah pak, saya bisa cari sendiri kok." Ia tersenyum, tidak mungkin dia mengatakan kalau, dia sedang mencari signal ghaib yang membuat seekor kura-kura kecil tertarik untuk datang kesini, nanti bukannya dibantu, dia malah diantar kerumah sakit jiwa, cukup erik, kai, dan teman sekelasnya yang menganggapnya gila orang lain jangan.

"baiklah kalau gitu saya tinggal, kalau mau bantuan panggil saya aja, nama saya wira, panggil saja pak wira." Pria itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan kevin.

"eh iya pak wira, nama saya kevin." Jawabnya sambil membalas jabatan tangan pak wira.

Setelah selesai berjabat tangan, pak wira pergi meninggalkan kevin. Kevin dan tudi melanjutkan pencarian mereka dengan jangkauan yang lebih luas.

selang 1 jam kemudian blue hour mulai terlihat. Mereka berdua berniat pulang. Tak ingin rasanya tudi pulang, ia masih ingin mencari yang 'kelima' mungkin takdir belum mengizinkan mereka bertemu. Kevin mengangkat tubuh tudi, dan memasukkan tudi ke dalam tasnya. Tudi pulang dengan perasaan yang amat kecewa, kevin? Tentu saja tidak, tetapi dia tetap menunjukkan muka murungnya agar tudi tidak merasa sedih sendirian.

Kevin dan tudi bergegas pulang. Ditengah-tengah perjalanan, ia melihat mobil terpakir didepan rumah kai. Ia sepertinya pernah melihat mobil itu sebelumnya, mungkin ayahnya kai baru pulang dari luar negeri. Ia tidak terlalu menghiraukan itu, jika memang benar ayahnya kai pulang dari Amerika, pasti besok kai akan membawakan cemilan dan oleh-oleh yang diberikan ayahnya. Kevin tidak sabar untuk mengalami hal itu, maklum dia belum pernah pergi keluar negeri.

Sesampainya kevin dirumah, ia berniat mengeluarkan tudi dari dalam tasnya, namun tidak.

Tudi menghilang begitu saja.