"Jadi kamu menguping pembicaraanku dengan Arthur ya?" gumamku yang kemudian berdiri dan menepuk pundak Lumina, "Aku yang memulai semua ini... maka aku yang harus menyelesaikannya," lanjutku.
Aku mohon mengertilah Lumina. Bila engkau terluka karenaku, aku tak tahu apa yang harus kuperbuat lagi. Keajaiban telah membawamu kesisiku. Aku tak ingin keajaiban itu lolos lagi dari tanganku.
"Lagipula kamu tak ingin melihatku menodai tanganku lagi, kan?" kataku.
Lumina mengambil tanganku dan melepaskannya, "... Claire, kenapa kamu selalu menyelesaikan masalah dengan mengorbankan dirimu sendiri?" tanya gadis itu.
"Aku mengenalmu, sangat mengenalmu. Sesungguhnya, bahkan menepuk seekor kecoa pun, kamu tak sanggup. Dan sekarang kamu-" Lumina melanjutkan, tapi segera kupotong,
"Tujuh tahun telah berlalu, Lumina. Aku tidak sama dengan diriku di Hilfheim. Tangan ini telah dinodai tak hanya darah orang-orang yang seharusnya kulindungi di Hilfheim, tetapi juga darah Quina, orang-orang tak bersalah di Junon dan juga darah semua korban wabah Nyght,"
Lumina terdiam menggigit bibirnya. Tetapi tangannya segera mengambil bajuku dan memegangnya erat, "Berapa kali aku harus mengatakannya sampai kamu mengerti, Kak?" gumamnya yang kemudian menggelengkan kepala, "Berkali-kali pun aku akan mengatakannya kepadamu. Semua ini.. bukan salahmu. Kamu tak harus menanggung segalanya sendiri."
Tidak, kamu tidak mengerti Lumina. bilasaja Esmeralda tidak mengorbankan dirinya-
"Tidakkah kamu mengerti bahwa kebiasaanmu itu melukaiku?" tanya Lumina yang menatapku dengan tulus, "Sudahlah, Kak Claire. Berhenti menyiksa dirimu sendiri. Ayo, kita lari. Lari hingga keujung dunia pun. Persetan dengan semua orang, umat manusia dan segala hal! Asalkan aku bersama denganmu, aku rela mengorbankan seluruh dunia untuk itu," katanya.
"Melarikan diri..." gumamku.
Benar juga. Pilihan melarikan diri tak pernah terbesit di pikiranku. Bila kupikir kembali semua beban ini terlalu berat bagiku. Aku tak begitu berbeda dengan orang lainnya. Dibalik tubuhku yang dapat sembuh dengan cepat ini, aku sama seperti manusia lainnya. Lemah dan ingin dicintai.
Mungkin melarikan diri dengan Lumina bukanlah tawaran yang buruk. Di ujung dunia, kami dapat membangun rumah kami. Kami dapat menikmati padang bunga ketika hari muncul dan dapat menatap perapian sembari menikmati coklat hangat ketika malam terbit. Kami bisa melakukan segala hal yang tak dapat kami lakukan selama ini.
Masa depan yang begitu menenangkan dan menyenangkan. Tetapi masa depan itu tak mungkin terjadi, sebab Tao pasti telah menukarkanku dengan Esmeralda. Bayanganku pun muncul kembali, melihat Lumina tersisa sendiri di ujung dunia itu tanpa diriku. Sama seperti saat pertama kali kita bertemu di Hilfheim.
Sebuah harapan yang begitu sia-sia, tetapi meskipun sia-sia dia mengingatkanku akan hal yang terpenting. Yaitu keinginan kecilku yang nan egois. Aku tak ingin Luciel dan Lumina merasakan apa yang kurasakan selama hidupku ini. Aku tak ingin meninggalkan mereka sendirian. Aku tak ingin membuat kedua anak ini bersedih kembali.
Aku mengambil tangan Lumina dan bertanya, "Kamu bilang kamu tak ingin aku menanggung semua ini sendirian. Tetapi aku bertanya lagi kepadamu, apakah kamu bersedia menanggung dosa ini bersamaku hingga di titik terakhir?"
"Dewa-dewi telah mempertemukan kita kembali. Dengan tubuh ini, aku takkan meninggalkanmu lagi, Kak Claire," kata Lumina.
Tersenyum aku memeluk tubuh anak itu, "Aku takkan lari. Tetapi, aku juga tak akan melakukan hal yang akan membuatmu bersedih lagi. Percayalah kepadaku, Lumina adikku... dan juga Luciel, anakku," kataku.
Terang bunga lentera menghantarkanku dan Lumina kembali ke Pabrik Iroha. Seluruh penjaga terkejut melihat kami datang lagi dan segera menodongkan senapannya. Tetapi aku dengan tenang mengambil lencana keluarga Noctis yang telah usang di tanganku dan berkata, "Namaku Eclair Cadenza Noctis, kepala keluarga Noctis. Ijinkan aku bertemu dengannya. Ibuku, Amelia Sonata Noctis."
Semua orang terbelalak melihat lencana yang kumiliki. Tentu saja, sebab mereka digaji oleh keluarga yang sama. Aku telah menyembunyikan lencana ini jauh dalam koper tuaku, berharap takkan pernah lagi menggunakannya. Tak kusangka, aku akan menggunakannya lagi sekarang untuk bertemu ibuku.
Beberapa Penjaga mengerti dan memandu kami menuju ruang bawah tanah. Disana Taiga sedang membersihkan batu Quartz, terkejut setengah mati melihatku dan Lumina. Babak belur tubuhnya sehingga diperban disana-sini.
"Kalian nyari mati ya?"
"Bukannya Paman yang nyari mati bila menantangku dan anak ini sendirian?" tanyaku yang memegang pundak Lumina, "Oh ya, sepertinya Paman belum mengenalnya ya? Perkenalkan, nama anak ini adalah Luciel Luminaris Noctis. Adikku dan juga anakku satu-satunya," kataku memamerkan Lumina dengan bangga.
"Salam kenal, Paman. M-Maaf tadi aku memukulmu," kata Lumina menunduk bersalah.
"Eeeh, adik dan anak... itu menjelaskan energi sihir yang luar biasa datang darinya," kata Taiga menaruh batu Quartz murni it kembali ke tempatnya. Penjaga yang mengantarkanku dan Lumina telah pergi karena takut dengan Taiga, meninggalkan manusia macan itu terdiam sejenak, memandangi kami.
Tiba-tiba, matanya terbelalak, "T-Tunggu dulu, Bapaknya siapa?! Si manusia pengecut tadi? Astaga, seleramu tu loh. Coba cari yang kekar seperti aku kek!" komentar Taiga.
Kekesalan muncul dibenakku, "Ish, itu tidak penting! La-Lagipula, haruskah seseorang berhubungan darah denganku untuk menjadi anakku? Jelas, Ibu sendiri tidak," kataku.
Paman Taiga tertawa keras dan mendekati kami. Ditaruhnya tangan besarnya itu di kepalaku dan berkata, "Eeeh, aku baru menyadarinya. Eclair kecil kami... sekarang sudah tumbuh besar ya."
"Jangan sentuh Bunda!" teriak Lumina yang segera menggeram membuat Taiga tertawa lebih keras.
"S-Santai, santai. Damai kok, damai. Sejak awal aku tak berniat melukai Eclair. Bila aku menggunakan 100% kekuatanku, mungkin Eclair akan terbang sampai ke bulan," kata Taiga yang menjauh dariku.
"Ha, omong kosong apa itu. Paman mematahkan tanganku. Sakit tahu," omelku
Taiga tertawa dengan keras dan melipatkan tangannya, "Paman hanya menjalankan tugas sebagai penjaga singgasana, siapa suruh kamu masuk sembarangan," katanya yang kemudian menatapku dengan serius, "Terus, apa maksud kedatanganmu kemari? Aku rasa tidak hanya sekedar menyambung cerita saja bukan?" tanya Taiga.
"Kami ingin bertemu dengan Ibu," kataku yang kemudian menggelengkan kepalaku, "Duchess Noctis ingin bertemu dengan Nyonya Tao," lanjutku membenarkan kalimatku.
"Maaf, aku tak bisa membiarkannya. Sebab, Nyonya Tao telah membayarku untuk tidak membiarkan siapapun melewati pintu ini,"
"Bagaimana kalau aku membayarmu lebih dari Nyonya Tao? Bukankah Paman selalu bilang bahwa Paman selalu berada di pihak yang paling menguntungkan?"
Taiga tersenyum lebar, "Hohoo, menarik. Sebutkan hargamu!"
Aku segera menunjukan lencana keluarga Noctis kepada Taiga, "Lencana ini. Aku akan menyerahkan kedudukanku sebagai kepala keluarga kepadamu. Dengan kata lain seluruh kekayaan tiada batas keluarga Noctis akan menjadi milikmu. Bagaimana?"
"Menggiurkan siihh," kata Taiga menggaruk-garuk dagunya, "Tapi, tawaran Nyonya Tao masih lebih menarik," lanjutnya.
"H-ha? kamu menolak duapertiga kekayaan di dunia? Lantas apa yang Ibu- ehem, Nyonya Tao tawarkan kepadamu?" tanyaku bingung.
Taiga tersenyum, "Dia menawarkanku untuk menjadi seorang manusia. Itu adalah keinginanku yang terbesar," katanya.
"Menjadi seorang manusia... Bukankah Paman adalah seorang manusia?"
Taiga menggelengkan kepalanya, "Sama sepertimu, aku adalah seorang Malice buatan Putri Annabella. Jantung yang berdetak didadaku adalah Cordia Golmi yang cacat. Yaaah, bila dibandingkan dengan milikmu dan Luciel, punyaku tidak ada bandingannya sih," katanya.
Aku pun teringat perintah terakhir Tao kepada Putri Annabella untuk menemukan seorang Malice menggantikan Esmeralda. Mulai sejak itu, putri Annabella diingat sebagai Putri yang berani menyentuh hal taboo dengan mencari keabadian... dan menjadi gila. Sekarang... semua puzzle terjalin menjadi picis yang hampir sempurna. Chronostoria yang kutemukan di ruang bawah tanah kediaman Noctis, bukanlah milik Tao melainkan Chronostoria Putri Annabella.
Putri itulah yang menemukan cara membangkitkan orang yang telah mati dengan Cordia Golmi dan menjadikannya seorang Malice. Putri itu menjadi gila... hanya karena dia ingin membuat orang yang ia kagumi bahagia.
"Nyonya Tao menjanjikanku untuk mencegah segalanya terjadi di malam itu. Termasuk saat Putri Annabella mengubahku menjadi seorang Malice. Dengan begitu aku dapat hidup selayaknya manusia biasa dengan orang yang kucintai," kata Taiga.
Tinggal satu lagi picis yang belum terjawab dan hanya manusia macan inilah yang mau menjawabku. Memberanikan diri, aku menatap Taiga dan bertanya, "Apakah Paman mau menceritakan kepadaku, tentang apa yang terjadi di malam aku mati?"