Pagi ini, Starlight Agency mengadakan acara bersama yang melibatkan seluruh artis dan peserta pelatihan di bawah perusahaan itu. Perkemahan akan dilakukan mulai hari ini hingga Hari Minggu sore. Para artis dan peserta pelatihan dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok. Para penyanyi solo berkelompok dengan penyanyi solo, grup idola memiliki kelompok sendiri dan begitu seterusnya. Pagi ini, mereka berkumpul di halaman kantor agensi untuk bersiap dan Sheren merasakan gejolak perasaan malu bercampur senang. Dia ingat percakapannya dengan Shawn kemarin, dan pagi ini dia terus bertemu Shawn.
"Ayo absen dulu sebelum berangkat!" seru Lionil. Lionil lalu mengabsen nama teman-temannya satu per satu. Dan dia menyadari bahwa satu orang tidak ada. "Loh mana Shawn?"
Pertanyaan Lionil menyadarkan Sheren. Karena sedari tadi, gadis itu tenggelam dalam lamunannya. "Loh, tadi dia ada di sini," kata Sheren kebingungan.
Steven berkata, "Coba kuhubungi du..." Perkataan Steven terputus saat mereka melihat kedatangan Shawn yang berjalan dari dalam gedung agensi bersama Lily dan manajer Lily. Shawn dan Lily terlihat bercanda bersama. Sontak saja, interaksi itu membuat hati Sheren tidak nyaman. Namun, dia tidak bisa melarang Shawn untuk membatasi pergaulannya karena pekerjaan mereka berhubungan dengan banyak orang.
"Dari mana kalian?" tanya Juan saat Shawn tiba di kerumunan teman-temannya. Sementara Lily berjalan menuju teman-teman gadis itu.
Shawn menyerahkan sebotol jus jeruk pada Sheren seraya berkata, "Aku mengambil botol jus ini yang ketinggalan di dalam. Dan di dalam sana, aku bertemu Lily dan manajernya yang baru saja keluar dari ruangan Bu Winona entah untuk urusan apa. Jadi, kami memutuskan untuk berjalan bersama. Tadi ada Bu Winona juga, tapi beliau berpisah dengan kami setelah keluar dari lift," Shawn menggoyangkan botol jus yang masih ada di tangannya tepat di depan wajah Sheren yang tampak melamun. Sheren juga tidak menerima uluran botol jus dari Shawn.
Milka dan Reyna lalu mengikuti arah pandang Sheren dan mereka melihat Sheren tengah mengamati jalan raya. Milka menyenggol lengan Sheren, hingga membuat gadis itu terkejut. "Lihat apa? Kok dari tadi kamu melihat ke arah sana?" tanya Milka penasaran.
Sheren menatap teman-temannya bergantian, lalu tersenyum. "Aku hanya melamun," ucapnya sambil tersenyum menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi. Sheren kemudian menerima jus yang diberikan oleh Shawn seraya mengucapkan terima kasih.
***
Sebenarnya, Sheren tadi tidak melamun. Dia memperhatikan seseorang yang sangat mirip sekali dengan Theresa. Namun, untuk apa Theresa ada di sana? Seseorang yang mirip Theresa itu memasuki mobil sedan yang terparkir di pinggir jalan. Untuk apa Theresa berada di kawasan perkantoran? Setahunya, orang tua Theresa tidak bekerja di daerah itu. Lantas, mobil siapa itu? Itu juga bukan mobil milik Shaka.
"Kamu kenapa? Daritadi kamu gelisah," ucap Shawn yang duduk di samping kiri Sheren di dekat pintu.
"Eh aku enggak apa-apa kok. Aku tadi sedang memperhatikan seseorang yang mirip kenalanku, tapi mungkin mereka hanya mirip saja. Tidak mungkin juga kenalanku ada di sana," ucap Sheren sedikit tidak yakin pada kalimatnya sendiri.
"Siapa?"
"Theresa. Tapi aku rasa hanya mirip."
Shawn mengangguk mengerti. "Kamu tidur saja. Perjalanan kita masih lama."
"Aku gak ngantuk. Lagipula, ini masih pagi."
Shawn tertawa mendengar bantahan Sheren. "Ya sudah kalau begitu. Kamu mau camilan?"
"Ngengggg ngeengggg nguuunggggg."
Sheren dan Shawn seketika menoleh ke arah Anastasya yang duduk di samping kanan Sheren. "Kenapa Na?" tanya Shawn.
"Perutmu sakit ya?" tanya Sheren.
Anastasya memonyongkan bibirnya hingga mirip paruh bebek. "Enggak, aku barusan jadi nyamuk."
"Jiwa jomblomu iri ya, Na?" goda Lionil terkekeh.
Keano menggeleng-geleng sok prihatin. "Kasihan Anastasya karena terlalu lama menjomblo."
"Memang kamu punya pacar, Kean?" tanya Lucas pada Keano.
Keano menggeleng sedih, "Enggak punya."
Lucas dan Lionil memukuli Keano dengan bantal selimut yang mereka bawa. Perjalanan menuju Kota Batu itu diisi dengan canda tawa dari para remaja yang mulai beranjak dewasa, Dan suasana yang terbangun selama perjalanan sangatlah menyenangkan.
***
Mobil yang mereka tumpangi kemudian sampai di resort tempat mereka melakukan kegiatan. Sheren mendengus pelan saat dia menyadari resort milik siapa yang tengah mereka kunjungi. "Shawn, ini sebenarnya siapa yang merancang kegiatannya?" tanyanya pada Shawn.
"Bu Wendy. Resort ini dipilih karena dekat dengan tempat wisata milik Bu Wendy. Tempat di mana kita akan melakukan outbond besok. Kamu pasti berpikiran bahwa perusahaan kita pelit ya?" senyum Shawn.
Sheren menggeleng. "Aku tidak berpikiran begitu. Hanya saja, perusahaan sepertinya sangat hemat sekali. Bagus! Aku suka!" Shawn dan Sheren kemudian memasuki resort sambil menyeret koper masing-masing.
"Mau kubawain ranselmu?" tawar Shawn pada Sheren. Namun, ditolak oleh Sheren. Dia tidak mungkin membebani pundak Shawn dengan ranselnya yang besar dan berat ini walau tubuh Shawn berotot dan tegap.
Kini, Sheren telah tiba di kamar tempatnya menginap. Dia berada satu kamar bersama Devina dan Adinda. Kamar yang ditempati Sheren berada di lantai tiga. Kamar itu berisi tiga tempat tidur dan jendela kamar itu menghadap langsung pada pemandangan perkebunan buah dan sayur yang berada tidak jauh dari lokasi resort.
"Resort-resort yang kita gunakan memang tidak pernah mengecewakan," ucap Devina yang berdiri di depan jendela. Sementara Sheren dan Adinda membereskan barang bawaan mereka.
"Kegiatan ini berlangsung sejak kapan Dev?" tanya Sheren sambil membaringkan badannya di atas tempat tidur yang empuk. Dia sudah selesai memasukkan barang-barangnya ke lemari.
Devina mengalihkan atensinya dari jendela, kini atensinya tertuju penuh pada Sheren. "Sudah lama sekali, sebelum aku masuk ke agensi ini. Sekitar tahun 2005 acara ini sudah diselenggarakan."
"Kamu masuk agensi ini tahun berapa Dev?"
"2010, 2012 aku debut bersama Golden Team."
Sheren menatap Devina tertarik. "Kamu debut sebagai member awal Golden Team?"
Devina mengangguk. "Iya, semuanya merupakan member Golden Team sejak debut."
Sebuah pertanyaan melintas di benak Sheren. Pertanyaan yang dia tahu mungkin sedikit kurang ajar jika dia tanyakan. "Boleh tanya sesuatu gak?"
Devina mengangguk. "Tentu, kamu mau tanya apa?"
"Bagaimana perasaanmu saat aku ditambahkan dalam tim ini?"
"Aku kaget awalnya, tapi aku senang saat tahu kamu memiliki kemampuan memproduksi musik sendiri. Kamu tahu? Tim ini sudah berdiri selama 8 tahun, tapi tanggapan masyarakat masih saja miring terhadap kami."
Sheren terkejut. "Benarkah? Bukankah kalian punya banyak fans?"
"Fans individu, iya. Tapi tidak jika kita bekerja sebagai tim. Banyak yang beranggapan bahwa kita debut hanya modal tampang dan suara, tanpa memiliki kemampuan di bidang musik. Istilahnya, Golden Team bisa debut karena kita memiliki paras yang rupawan," timpal Adinda. "Aku harap, kamu bisa memproduksi musikmu untuk tim ini."
"Kenapa harus aku?" tanya Sheren heran. Dia masih orang baru di tim ini. Kenapa bisa dia diberi harapan setinggi itu?
"Karena selama ini, hanya Golden Team yang menggunakan jasa pencipta lagu dari agensi dan bukan dari dalam grup ini sendiri. Beda dengan grup lain di bawah agensi ini, yang beberapa anggotanya bisa memproduksi musik mereka sendiri untuk grup mereka," kata Devina.
Manik mata Sheren menatap kedua rekannya secara bergantian. Sebuah gejolak muncul di hatinya, dia merasa tertantang untuk menciptakan musik bagi grup ini.
***
"Halo Sheren!" sapa Bu Wendy riang saat Sheren baru saja tiba di meja panjang tempat Bu Wendy dan kelompok Sheren melakukan makan siang.
Sheren meletakkan nampan berisi makanan yang dia bawa ke atas meja seraya berkata pada Bu Wendy, "Selamat siang Bu Wendy. Apa kabar?" Kemudian, Sheren duduk di samping kiri Bu Wendy karena itu adalah satu-satunya kursi kosong di meja itu.
"Kamu suka mendengarkan musik apa saja selain klasik?"
"Saya tidak hanya mendengarkan musik klasik, tapi juga musik rock, jazz, dan masih banyak lagi. Asalkan musik itu sesuai di telinga saya."
Bu Wendy menatap Sheren dengan tatapan penasaran, "Musik yang sesuai di telingamu itu musik yang bagaimana?"
"Musik di mana si pencipta musik itu mencurahkan perasaannya dalam musik yang dia buat. Bisa dibilang, musik yang ditulis dengan hati. Yang berasal dari keinginan si pencipta musik itu, bukan dari permintaan orang lain."
Bu Wendy mengangguk mengerti, "Saya mengerti. Musik yang diciptakan menggunakan perasaan lebih terdengar hangat ya daripada yang musik hanya sekedar ditulis?"
"Tepat sekali!"
Segala sesuatu yang dibuat dengan hati, pasti membuat hati para penikmat menjadi hangat dan nyaman karena ada cinta di dalamnya. Cinta adalah sesuatu yang penting saat membuat suatu karya.
***
Kota Batu, 8 Mei 2020
Hari ini, malam keakraban diadakan. Sialnya, aku merasa canggung dekat dengan Shawn.