Kegiatan pelatihan sudah dilaksanakan sejak pagi setelah subuh. Sheren dan teman-temannya yang lain berlari mengelilingi resort sekaligus menghirup udara segar pagi hari yang jarang bisa mereka hirup karena kesibukan mereka. Sheren memelankan langkahnya, kemudian dia berjalan santai menelusuri jalanan yang menanjak.
"Loh kok jalan kaki She? Capek kamu?" tanya Shawn yang kini juga ikut berjalan kaki bersama Sheren. Keringat mengucur deras di wajah pemuda itu, namun dia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi kelelahan.
Sheren tersenyum, "Capek Shawn, aku enggak terbiasa berlari sejauh dan selama ini. Bagaimana dengan kamu? Kamu pasti terbiasa berolahraga."
Shawn mengiyakan. "Aku terbiasa berolahraga untuk menjaga kondisi tubuhku. Yah, walau tidak rutin melakukan olahraga berat. Tapi aku rutin lari pagi setiap hari."
"Pantas saja kamu tidak kelihatan lelah sedikit pun."
Shawn tertawa. "Kalau kamu sudah terbiasa, kamu juga tidak akan mudah lelah saat berolahraga. Ayo kembali ke resort. Sebentar lagi kita harus mandi dan sarapan."
***
Pelatihan hari ini benar-benar membuat Sheren merasa menjadi orang yang paling tidak berbakat di dunia. Semua koleganya sudah sangat mumpuni dan tidak hanya menguasai satu bidang saja, pun dengan para peserta pelatihan. Sedangkan Sheren hanya menguasai musik, gerakan tariannya pun mirip bebek. Dan kenyataan ini membebani perasaan Sheren.
'Mereka sebagus itu padahal belum debut. Sedangkan kemampuanku hanya seperti ini. Aku...merasa tidak pantas untuk debut.' Sheren memeluk kedua lututnya, dagu gadis itu bertumpu pada kedua lutut Sheren. Manik mata Sheren terus mengamati aktivitas unjuk bakat di depannya.
"Ternyata kamu di sini!" seru Adinda saat dia mendapati Sheren tengah duduk sambil memeluk lutut di pojok ruangan. Dia dan Milka sedari tadi sibuk mencari Sheren yang menghilang seusai melakukan penampilannya di hadapan para peserta pelatihan ini. Sheren menatap kedua temannya sekilas, kemudian kembali menatap ke depan.
Adinda dan Milka menghela nafas melihat respon Sheren. Kedua gadis itu kemudian ikut duduk di samping Sheren. "Kenapa kamu sedih?" tanya Milka.
"Aku enggak pantes ya Mil untuk berdiri di panggung yang sama dengan kalian? Kemampuanku sangat tidak layak untuk debut," gumam Sheren lirih.
Adinda menepuk kepala Sheren lembut, "Siapa yang bilang kamu tidak pantas untuk debut? Kamu sangat pantas untuk debut. Kamu mempunyai kemampuan dan kamu sudah membuktikannya."
"Kamu salah Din, kamu tahu bahwa aku tidak bisa menari dan berakting tapi kamu pura-pura tidak tahu. Aku memang tidak pantas untuk debut," bantah Sheren dengan suara serak.
Milka menghela nafas. "Kamu tidak bisa menilai dirimu sendiri She, hanya orang lain yang bisa menilai dirimu. Kamu tidak bisa melihat langsung apa yang menempel di punggungmu, namun orang lain bisa."
Sheren terdiam mendengar penjelasan Adinda dan Milka. Mereka benar, tapi Sheren tidak percaya. Tanpa Sheren sadari, ratusan pesan masuk ke ponsel Sheren secara terus menerus.
'Sheren, kamu jadi datang ke pembukaan kafe Rhea? Pembukaannya dimulai pukul 08.00.'
'Kamu tidak bisa datang?'
'She, jadi gak? Rhea berharap kamu bisa datang. Banyak orang yang mengharapkan kedatanganmu ke sini.'
'Sheren, aku harap kamu datang. Ada banyak orang yang datang ke kafe Rhea karena ingin bertemu denganmu dan aku harap, kamu tidak mengecewakan mereka.'
'She, aku kecewa padamu! Kenapa kamu tidak datang? Banyak orang yang kecewa dan menyalahkan Rhea karena mengira Rhea berbohong tentang kamu!'
***
Akhirnya, pelatihan sudah selesai dan para peserta dibebaskan untuk melakukan jalan-jalan di kota ini. Keano menepati janjinya. Dia mengajak Sheren dan teman-temannya untuk makan es krim bersama. Selagi menunggu Reinarth yang kembali ke kamarnya karena dompetnya ketinggalan, Sheren membuka ponselnya yang sejak kemarin malam tidak dia buka. Lobi resort telah ramai dengan lalu lalang para staf agensi.
Sheren mengernyit saat dia mendapati ratusan pesan masuk ke ponselnya. Dia terkejut saat dia membaca pesan paling baru dari Sashi. 'Kamu pembohong! Mentang-mentang kamu artis, makanya kamu bisa bertindak semaumu?! Aku membencimu! Dan pertemanan ini kita sudahi saja sampai di sini!' Tidak hanya itu, Sashi juga mengeluarkannya dari grup chat yang berisi dirinya, Rhea, dan Sashi. Tubuh Sheren kemudian limbung, beruntung Shawn menangkapnya sebelum jatuh ke lantai.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Shawn khawatir. Kekhawatiran tidak hanya menimpa Shawn, tapi juga teman-teman mereka yang lain, termasuk Reinarth yang baru saja tiba.
"Duduk dulu, duduk dulu. Reinarth, belikan minuman manis ya? Kalau bisa teh hangat," perintah Adinda. Reinarth mengangguk, lalu bergegas membeli teh hangat di kafetaria resort. Shawn dan Adinda kemudian memapah Sheren agar bisa duduk.
"Aku enggak apa-apa kok. Beneran enggak apa-apa, aku hanya sedikit kaget," gumam Sheren.
Devina menyentuh dahi Sheren dengan telapak tangan kanannya. "Kamu enggak demam. Kamu kaget karena apa? Saudaramu kecelakaan? Orang tuamu sakit?"
Sheren kemudian menunjukkan pesan yang dikirim Sashi sejak pagi pada Devina. Devina membaca satu persatu isi pesan itu. "Sebentar, kenapa temanmu ini harus marah? Kamu tidak ada kewajiban untuk datang ke sana. Lagian, apa kamu memberitahu orang-orang bahwa kamu akan ke sana?"
"Aku memberitahu Rhea bahwa aku akan datang, walau sebentar. Sayangnya, aku tidak bisa menepati janjiku."
"Apa kamu memberitahu orang-orang bahwa kamu akan datang? Maksudku, selain seseorang bernama Rhea dan Sashi," tanya Lionil yang sudah mengerti pokok permasalahannya.
Sheren menggeleng, "Aku tidak memberitahu siapa-siapa selain mereka berdua."
Shawn dan Keano serentak mendengus kesal mendengar penuturan Sheren. Baik Shawn maupun Keano menyadari dalang dibalik masalah ini, yaitu Sashihara Reynara. "Dia selalu saja mengacau!" gerutu Shawn kesal.
Reinarth yang baru datang kemudian menyerahkan segelas teh hangat dalam gelas plastik pada Sheren. Remaja itu juga membantu memegangi gelas Sheren agar gadis itu bisa minum. Sheren meminum teh manis hangat itu dengan pelan.
"Kamu tahu siapa orangnya Shawn?" tanya Adinda penasaran.
"Dugaanku, pelakunya adalah Sashihara. Sashihara itu teman dekat Sheren. Dia selalu mencari perhatian orang-orang dengan tingkah lakunya itu. Hal itu dia lakukan karena dia kesepian di rumah, orang tuanya tidak memperhatikan dirinya. Sashi sering bertingkah seperti itu, menempeli orang-orang yang dia anggap bisa membuatnya mendapatkan perhatian."
"Dan Sashi mencintai Shaka, Shaka juga demikian. Namun, rasa cinta Shaka sudah lama lenyap saat dia menyadari bahwa Sashihara memang seburuk itu," imbuh Keano.
Reyna menatap Keano dengan tatapan khawatir. "Kak Sheren tidak sekelas dengan kalian kan? Bagaimana jika nanti dia dirundung di sekolah?"
Shawn menyeringai, "Oh tentu saja tidak semudah itu. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kita pikirkan masalah ini nanti. Ayo pergi makan es krim!"
Sheren tersenyum, dia merasa lega dengan kenyataan ada seseorang yang memihaknya di saat dia kesulitan. Mereka kemudian berlalu meninggalkan lobi resort.
***
Wahana wisata di Kota Batu ramai dipadati pengunjung di sore menjelang malam. Warna-warni lampu yang indah sangat memanjakan mata. Sheren membawa es krim yang dia beli dari salah satu kios di sana. Manik matanya menyusuri satu demi satu cahaya warna-warni itu. Sejenak, beban pikirannya terangkat.
"Kamu mau kufoto?"
Sheren menoleh ke sisi kirinya. Shawn berdiri di sana sambil membawa kameranya. "Foto?" tanya Sheren.
Shawn mengangguk, "Foto. Teman-teman kita sudah sibuk berfoto satu sama lain. Sayang jika kita tidak mengambil foto di tempat sebagus ini."
"Tapi aku enggak pandai berpose," senyum Sheren.
"Enggak apa-apa." Shawn dan Sheren lalu berfoto di depan objek-objek yang menawan itu. Tanpa mereka sadari, ada berpasang-pasang mata yang mengamati interaksi mereka dengan tatapan iri.
"Aku baru tahu Shawn bisa begitu," ucap Lucas. Manik mata tajamnya masih mengamati Shawn dan Sheren yang kini tengah melakukan selfie menggunakan kamera ponsel Sheren.
Reyna menatap Lucas dengan tatapan penasaran. "Begitu gimana Kak maksudnya?"
"Shawn tidak pernah mau berfoto bersama dengan perempuan jika hanya berdua saja. Shawn juga tidak sesigap itu saat bersama Lily dulu. Dia lebih pendiam, dingin, dan seakan berjarak. Tapi sekarang? Jarak itu tidak ada. Gestur yang diberikan oleh Shawn justru gestur penuh perlindungan yang dulu tidak pernah diberikannya pada siapapun kecuali adiknya," jelas Lucas.
"Mungkin karena Sheren lebih istimewa di mata Shawn dibanding Lily? Sheren terlihat lembut dan lebih rapuh," kata Juan.
"Dan Sheren lebih pintar," imbuh Devina.
L ily mendengus kesal. Gadis itu menatap Devina, Juan dan Lucas dengan tajam. "Kalian bicara begitu seolah aku tidak bisa mendengar!"
"Sengaja kok Ly," kata Lucas tertawa.
***
Sheren menatap kosong pada lampu-lampu berwarna-warni yang tampak cantik di malam hari. Pikirannya tidak berada di sini sekarang, namun di sebuah masa lalu yang sangat indah. Masa yang hanya ada dia dan Rhea saja. Sheren mengenal Rhea sejak taman kanak-kanak, mereka bersekolah di taman kanak-kanak yang sama. Mereka selalu ada di sekolah yang sama sejak taman kanak-kanak hingga kini, bahkan selalu ada di kelas yang sama kecuali saat kelas 9 SMP.
Rhea adalah sosok yang dewasa, setidaknya begitu menurut Sheren. Rhea yang selalu tersenyum dan bisa menghiburnya dikala dia merasa tertekan akibat didikan Mama. Gadis cantik berambut coklat yang selalu berhasil menghiburnya dan memiliki ratusan cara untuk menghiburnya. Mereka memiliki banyak kenangan indah bersama, mulai dari es krim hingga piyama.
"Kamu gak apa-apa?"
Sheren terkejut saat mendengar suara Shawn yang menyapa gendang telinganya. Pemuda tampan itu membawa sebuah baki berisi dua piring makanan dan dua gelas jus buah. Shawn menyerahkan masing-masing satu buah dari piring dan gelas jus yang dia bawa. Sheren menerima piring itu sambil berkata terima kasih pada Shawn. Rupanya, piring itu berisi sate taichan. "Sate taichan? Tumben kamu pesan sate taichan, biasanya kamu memesan makanan berat berupa nasi dan lauknya," ucap Sheren tersenyum.
"Aku sengaja pesan ini supaya gak terlalu kenyang, karena ada banyak makanan yang harus kita coba setelah ini," senyum Shawn. "Omong-omong, boleh tanya sesuatu?"
Sheren mengangguk, "Tentu. Soal apa?"
"Ada sesuatu yang mengganjal di pikiranmu?"
Helaan nafas berat Sheren menjadi jawabannya. Kemudian, gadis itu berkata, "Tahun-tahun yang kuhabiskan bersama Rhea langsung lenyap tak bersisa. Kami kini menjadi musuh dalam waktu 24 jam. Yang aku tak habis pikir adalah, kenapa orang-orang kecewa padaku? Aku tahu aku salah karena aku tidak bisa menepati janjiku pada Rhea untuk datang di hari pembukaan kafe barunya, tapi yang tahu masalah itu hanya Rhea dan Sashi. Tidak ada orang lain yang tahu soal masalah itu."
"Menurutku, kemungkinan besar yang menyebarkan hal itu adalah Sashi. Sashihara adalah orang yang haus perhatian. Dan lagi, dia bukan orang yang bisa menjaga rahasia seratus persen."
"Jangan menuduh, Shawn. Belum tentu Sashi pelakunya."
Shawn tersenyum, "Tidak ada orang yang bisa kamu percaya seratus persen."
"Karena semua orang memiliki potensi berkhianat. Tapi, apa alasannya Shawn?"
"Alasannya? Tentu saja karena itu adalah karakter dasar Sashi. Sashi suka hidup di bawah sorot perhatian orang-orang. Dia melakukan itu untuk memenuhi dahaganya terhadap perhatian yang tidak dia dapatkan dari orang tuanya."
Sheren tercenung, dia lalu menatap Shawn seraya berkata, "Aku harap pembicaraan ini tidak bocor keluar karena kita tidak memiliki bukti valid tentang keterkaitan Sashi dengan masalah bocornya informasi itu ke publik."
"Rahasiamu aman bersamaku," angguk Shawn.
***
Kota Batu, 9 Mei 2020
Persahabatan yang terjalin antara aku dan teman-temanku hancur seketika. Aku tidak tahu apakah ini bisa diselamatkan atau tidak. Aku harap, persahabatan ini masih bisa diselamatkan. Namun,aku tidak berharap lebih.