"Aku tak ingin menurut jika ketentuannya seperti itu, kau sudah banyak mengambil kebahagiaan ku."
"Bukankah ini demi kebaikan mu? Menikah dengan wanita, kau akan mendapatkan penerus nantinya."
"Hanya untuk itu? Lantas menurut mu aku harus melanjutkan sisa hidup ku hanya untuk penderitaan? Dari awal sampai akhir, apakah kau memang se egois itu?"
Prangg
Suara gelas yang terlempar, terhantam tembok pembatas dan berakhir menjadi serpihan kecil yang tak ada gunanya lagi. Meninggalkan bekas cairan merah yang menodai, mengalir luruh mengikuti keharusan.
Di sebuah gedung pencakar langit, letak ruangan tertinggi yang menjadi tempat penumpahan emosi.
Seorang pria dewasa nampak berdiri menantang. Matanya menyorot tajam dengan wajah kakunya yang makin di ketatkan. Gurat wajahnya di dominasi oleh kebrutalan yang identik, meski setitik kecewa jelas saja turut di hadirkan.