Setiap hari, Senja hanya bisa menuangkan unek-unek nya dalam do'a nya. Dirinya selalu mencurahkan keluh kesah nya pada sebingkai foto, juga hanya bisa melepaskan tangis dengan leluasa di kamar bernuansa hijau muda.
Senja hidup bersama ayah kandungnya dan adik angkatnya, namun hidupnya seolah-olah hidup sebatang kara. Kekayaan yang mengelilingi dirinya, tak pernah membuat dirinya merasa bahagia. Tak ada senyum tulus yang keluar dari bibirnya sejak tiga tahun lalu, sekarang hanya ada senyum penutup luka.
Kaya? Percaya lah, itu ayahnya yang kaya bukan dirinya. Dirinya tak pernah mengungkit kekayaan disaat berteman, sehingga tak ada yang benar-benar menjadi temannya. Tapi, ada seseorang yang dapat ia percaya. Bahkan, sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri. Namun, hal itu tak bertahan lama, dirinya harus berpisah karena ayahnya yang bekerja keluar kota, mau tak mau dirinya harus ikut.
"Ma, Senja kangen sama mama," lirih Senja sambil mengusap bingkai berisi foto wanita paruh baya.
"Hiks, hiks, Papa udah ga sayang lagi sama Senja. Sekarang, Papa lebih sayang sama Indah."
"Senja boleh ga Ma, marah sama Papa?"
"Papa sekarang tak pernah adil. Sejak dulu, Senja selalu menjadi yang kedua. Sekarang, Senja tak punya siapa-siapa, Senja sekarang sudah ga punya Mama lagi tempat curhat Senja."
"Senja sendirian Ma, Senja takut. Senja capek kalo begini terus. Ma, boleh ga Senja ikut Mama."
"Disini Senja selalu kesepian, tidak ada yang mau perduli dengan Senja."
"Setiap Senja mau punya teman, Indah selalu ngambil teman Senja."
"Indah selalu ngejelekkin Senja didepan orang-orang."
"Senja kangen Mama," isak nya memeluk erat bingkai foto yang mana terdapat gambar Mama nya yang sedang menggendong dirinya.
"Senja!"
Suara tegas nan berat itu membuat Senja dengan cepat menghapus air matanya.
"Iya, Pa," jawab Senja beranjak turun dari kasurnya dan membuka pintu
"Ada apa, Pa?" Bukannya mendapatkan jawaban, dirinya hanya mendapat tatapan tajam nan menusuk dari orang yang ia panggil Papa.
"Kamu jaga rumah, saya dan Indah mau pergi dulu. Dan jangan lupa bereskan piring-piring bekas makan tadi siang!"
Sadis? Memang, walau tak melukai secara fisik tapi batin lah yang terus menderita. Dirinya dibuat bak pembantu oleh Indah.
Awalnya mereka mempunyai beberapa pembantu, namun karena ulah Indah mengatakan bahwa Senja bisa menyelesaikan itu semua membuat Papanya itu menyetujui ucapan Indah.
Dijadikan pembantu dirumah sendiri, benar-benar membuat Senja harus ekstra bersabar. Semoga saja dirinya mendapat balasan yang indah dari sang maha pencipta.
Tahukah kalian? Disekolah, Indah selalu membuatnya benar-benar seperti pembantu. Dirinya tak segan-segan mengatakan bahwa Senja adalah pembantu dirumahnya bukan kakak angkatnya.
Senja pernah melaporkan hal itu kepada Papa nya, namun apa kalian tau tanggapan Papa nya? Ia malah tak percaya! Dan Indah dengan watados nya malah menyalahkan Senja, jika dirinya di sekolah membuat Indah bak pembantu. Sontak hal tersebut memancing amarah Papa nya.
Senja yang tak bersalah, harus menahan perih di pipinya. Papa nya sendiri tega ringan tangan kepadanya, sedangkan dengan Indah tak pernah. Bahkan melihat setetes air mata buaya dari seorang Indah, seperti ada sesuatu yang menghujam di hati Papa nya. Setiap tetes air mata Indah, harus dibalas dengan makian dan tamparan untuk Senja.
Menjadi orang asing dirumah sendiri memang itulah kenyataan pahit yang harus Senja alami. Namun, hal itu tak pernah membuat Senja menyimpan dendam dalam dirinya. Dirinya tetap menyayangi Papa dan adik angkatnya itu. Sungguh alangkah baik hatinya Senja. Tapi, kebaikan hatinya itu lah yang sering menjadi kelemahan dan dimanfaatkan orang lain.
Senja tak pernah mengeluh, dia tetap tegar dihadapan dunia. Dirinya tidak mau di cap sebagai gadis lemah. Karena dia pikir, jika ia lemah tak akan ada juga yang peduli. Jadi, buat apa?
Sehabis mencuci piring, dirinya harus mengepel lantai yang mana rumahnya ini ada dua lantai. Bisa dibilang, rumahnya ini seperti mansion. Sudah ketebak kan seberapa capek nya Senja.
"Huft" Sesekali Senja harus mengusap peluh keringat, akibat lelahnya mengerjakan pekerjaan rumah yang sangat banyak.
Selesainya dirinya beranjak ke dapur untuk makan, karena sejak siang tadi dirinya belum makan sama sekali.
Sampainya didapur, tidak ada makanan yang disisakan oleh Papa nya untuk dirinya. Tidak, hanya ada sepiring sambal yang ada di atas meja. Melihat hal itu, Senja memutuskan untuk mencari mentimun didalam kulkas. Jadilah, dirinya hanya memakan timun dengan sambal.
Yah, seperti itulah Senja. Dirinya selalu memakan makanan yang disisakan oleh Papanya. Kejam? Memang!
Waktu terus berputar, jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Senja masih menunggu Papa nya pulang, sehabis sholat Isya' dirinya langsung memasak makan malam untuk Papa nya.
'Ting nong'
Bel rumah berbunyi, membuat Senja bergegas membukakan pintu. Terlihat Papanya yang berdiri tegap sambil merangkul Indah, membuat hati Senja sedikit teriris.
"Pa," panggil Senja sambil mengulurkan tangannya hendak menyalami Papa nya itu.
Namun, ia hanya mendapatkan tatapan sinis dari Papa nya. Papa nya itupun berjalan meninggalkan Senja yang masih berdiri di ambang pintu.
"Indah, sekarang kamu tidur ya. Ini udah malem. Ntar besok kamu ikut Papa joging, kita ke taman kota." Ucapan Papanya itu langsung disambut anggukan antusias dari Indah. Senja yang melihatnya harus bisa menata hatinya agar tetap baik-baik saja.
Indah pun berjalan menaiki tangga untuk kembali ke kamar nya.
"Pa," panggil Senja lagi, saat Papa nya itu hendak meninggalkan nya.
"Makan dulu Pa, tadi Senja udah masakin makanan kesukaan Papa," ujar Senja mendekati Papanya.
"Ga usah! Saya dan Indah sudah makan diluar." Ucapan ketus keluar dari mulut Papa nya, membuat Senja diam tertunduk.
Setelah kepergian Papanya itu, ia pun berjalan menuju ke meja makan. Dirinya pun hanya memakan dengan lauk sayur asam, sengaja ia tak memakan ayam goreng. Karena ia tau, jika ia makan itu, ia akan dimarahi oleh Papa nya.
Selesai makan, ia pun mulai membersihkan meja makan. Sesudahnya, barulah ia bisa beristirahat dikamar nya.
"Hati, masih baik-baik aja kan." Itulah ucapan Senja setiap mau tidur, sambil memegang hatinya entah kenapa ucapan itu yang selalu keluar.
Selesai membaca do'a tidur, barulah ia merebahkan dirinya di kasur miliknya. Setidaknya dengan tidur, hatinya bisa tertata rapi kembali.
Senja berharap, kalau semua ini cepat berakhir. Ia ingin agar kegelapan malam bisa menghentikan sejenak aktivitas menipu yang dilakukan penduduk bumi. Yah, seperti itulah harapan nya. Dan semoga dikabulkan sang Maha Kuasa.
Dirinya bertahan bukan untuk membenci apalagi membalas dendam. Melainkan menyadarkan seseorang yang sudah jauh ditelan kegelapan.