Fajar seorang remaja yang dari kalangan kelas bawah memaksanya untuk hidup serba pas-pasan. Dengan bermodalkan bakat yang dimiliki membuatnya berhasil sekolah hingga sekarang ini.
Sepulang sekolah dirinya harus menjalani hidup kerasnya dunia. Tinggal di kota Jakarta sendirian, tak membuat dirinya menjadi takut. Bahkan, ia memanfaatkan peluang yang ada.
Berkat beasiswa yang ia terima membuat nya bisa bersekolah di kota. Berat rasanya, saat harus meninggalkan orang tuanya dikampung. Namun, mau bagaimana lagi, demi masa depan, ia harus menanggung sakit dimasa sekarang.
Demi mencukupi kebutuhannya selama di kota, ia mencari pekerjaan sampingan. Beruntung, ada yang mau menerima dirinya kerja separuh hari. Menjadi seorang pelayan di sebuah cafe, membuat dirinya bersyukur. Terlebih lagi, pemilik cafe tersebut orangnya ramah dan mengerti akan kondisi Fajar.
Terhitung sudah seminggu lamanya dirinya tinggal di kota. Rasa rindu kepada orang tua dan kampung halaman harus ia pendam dalam-dalam.
Sendirian di kota membuatnya merasa sangat kesepian, ia tak mempunyai seseorang sebagai tempat untuk mengadukan keluh kesah selain di sujud terakhirnya.
Dengan berbekal uang senilai lima ratus ribu, ia berangkat ke Jakarta. Dengan menaiki bis dengan harga 350 ribu, masih tersisa 150 ribu untuk dirinya bertahan. Dengan modal tekad dan usaha, dirinya mencari tempat kost-an untuk ditinggali.
Alhamdulillah, ada sepasang pasturi yang mau menerima dirinya tanpa harus membayar DP terlebih dahulu. Bahkan ia diberi keringanan membayar uang sewa, asalkan Fajar mau mengajarkan anak pemilik kost itu mengaji. Dengan senang hati Fajar menerima hal itu, selain karena keringanan biaya sewa, mengamalkan ilmu yang dimiliki adalah salah satu alasannya.
"Jar, tolong kamu anter minuman ini ke meja nomor 12," ucap seseorang kepada Fajar sambil menyerahkan nampan berisi 2 gelas minuman.
"Siap, kak."
Fajar pun berjalan, menghampiri meja bernomor 12 itu. Disana, terdapat sepasang muda-mudi yang mungkin sedang melakukan kencan.
"Permisi Mas, Mbak. Ini minumannya," ucap Fajar sambil menyerahkan 2 gelas minuman tersebut, disambut dengan anggukan kepala dari sepasang muda-mudi itu.
"Iya Mas, makasih," ucap laki-laki itu.
Fajar pun kembali ke belakang, dirinya pun mulai mencuci piring serta gelas yang kotor.
Waktu terus berputar, tak terasa adzan maghrib berkumandang. Membuat Fajar menghentikan aktivitas mengelap meja.
Dirinya pun pamit ke masjid yang tak jauh dari cafe tersebut untuk menunaikan ibadah. Pak Suryo pemilik cafe tersebut menyetujui kegiatan yang Fajar lakukan, pernah saat pertama kali Fajar meminta izin untuk salat, namun tak ia izinkan dengan alasan banyak pekerjaan, jika memang masih melakukannya maka dirinya akan diberhentikan. Tapi, yang terpenting bagi Fajar adalah ia bisa melaksanakan salat berjamaah setiap waktu, sehingga ia menerima konsekuensinya. Pak Suryo pun merasa bangga dan senang akan perilaku Fajar, sehingga ia mengizinkan Fajar untuk melakukan salat saat waktunya tiba.
"Udah Jar, salat nya?" tanya seseorang membuat Fajar menganggukkan kepalanya.
"Alhamdulillah, sudah pak."
Ya, yang menanya kepada Fajar adalah Pak Suryo selaku pemilik cafe. Ntah kenapa, Pak Suryo kagum akan seorang Fajar. Baginya, Fajar itu seorang pemuda sederhana dan pekerja keras. Jarang sekali ia menemukan sosok seperti Fajar, jadi ia tak akan menyia-nyiakan Fajar.
"Bagus, semangat ya."
Itulah Pak Suryo, seorang bos yang sangat dihormati oleh karyawannya. Sikapnya yang friendly membuat para karyawan merasa nyaman, Pak Suryo mengerti keadaan para karyawannya, sehingga ia selalu bersikap terbuka dan selalu bersedia membantu.
Tepat pukul sembilan malam, cafe 'Bahasa Suryo', ditutup. Fajar berjalan sendirian ditengah kegelapan malam. Jarak antara tempat kost dan cafe tidak terlalu jauh, hanya berjalan kaki sekitar setengah jam kita sudah berada di depan pagar tempat kost.
Sampainya di kamar, ia bergegas membersihkan diri, dan setelah itu ia akan belajar pelajaran esok. Barulah ia bisa tidur dengan tenang.
Bangun di subuh hari untuk mengerjakan qiyamullail, sudah menjadi kebiasaan dirinya. Ia sedari kecil sudah terbiasa akan hal itu, baginya jika tidak melaksanakan qiyamullail akan ada yang kurang.
Pagi-pagi sekali sehabis menunaikan salat subuh, ia harus mengajarkan Zidan, anak pemilik kost. Zidan seorang bocah laki-laki yang berumur 10 tahun itu, akan senang jika Fajar lah yang mengajar.
Barulah setelah mengajar ngaji, ia akan pergi ke sekolah. Suasana sekolah yang masih cukup sepi menyambut kedatangan dirinya.
Sengaja datang pagi, agar dirinya bisa belajar dengan leluasa. Terkadang, dirinya akan pergi ke perpustakaan untuk sekedar membaca buku.
Kalian tau kan buku apa? Yap, buku kisah Fatimah dan Ali. Entah kenapa dirinya sangat tertarik pada buku tersebut, bahkan dirinya sudah membaca setengah halaman lebih selama kurung waktu 3 hari. Bukan karena dia malas membaca, ia hanya akan membaca jika ia datang pagi-pagi seperti sekarang ini. Dirinya tak suka jika ada yang mengganggu saat sedang membaca.
Saat bel berbunyi, barulah ia kembali memasuki kelas nya. Dan mulai mengikuti pelajaran.